Prostitusi

Pengakuan Seorang PSK: Jajakan Diri Sejak Mahasiswi, Tarif Rp 700 Ribu. Kini Coba Jualan Pakaian

Editor: Jumadi Mappanganro
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi PSK

Kisah seorang pekerja seks komersial (PSK)  yang pernah menjadi ayam kampus. Juga pernah ditawari jadi istri siri seorang pengusaha. Tapi ditolaknya.

TRIBUN-TIMUR.COM - Seorang pekerja seks komersial (PSK) selalu punya cara agar bisa tetap beroperasi. 

Di antaranya menawarkan diri melalui media sosial.

Sebut saja di Faceboook, mereka membuat grup tersendiri yang berisi para wanita memajang foto-foto dan tarif "kencan".

Nama dan foto profile di grup itu tersamarkan sehingga hanya orang tertentu yang mengenalinya.

Berdasar penelusuran tim tribunjateng.com (Tribun Network), selain di Facebook ada juga aplikasi yang sering dimanfaatkan oleh para PSK menjajakan diri.

Berikut ini pengakuan salah seorang PSK: 

1. Bisa Dipanggil ke Rumah Pemesan

Wanita muda yang diamankan Polres Tasikmalaya Kota karena diduga terkait prostitusi online.

Mereka menawarkan diri sendiri.

Bukan ‘menjual’ nama orang lain. Entah ada yang mengkoordinir atau tidak, belum diselidiki.

Dalam status yang mereka pajang, ada yang blak-blakan siap dibooking dan layani seks namun sebagian disamarkan dikemas sebagai paket pijat plus.

Bahkan mereka siap dipanggil ke rumah.

Namun lebih banyak perempuan itu menawarkan diri siaga di kamar hotel/penginapan menunggu "pemesan" datang atau di kamar kos.

Operasional mereka sebagian menggunakan aplikasi Michat.

Istilah yang mereka pakai untuk menarik pengguna jasa (pria hidung belang).

Antara lain Valid, Hanya yang Serius, Siap BO, ST saja, stay hotel, nawar nggak logis auto blok, hanya teman tak lebih, Ready, Chat di Bandungan, Hargai profesi, Need Valid, dan sebagainya.

2. Jajakan Diri Sejak Mahasiswi

ilustrasi prostitusi online

Tribunjateng berhasil mewawancarai PSK online yang dia tekuni dari mahasiswi hingga bekerja di perusahaan swasta.

Sejak menempuh pendidikan di sebuah universitas di Kota Semarang, Bunga (nama samaran), sudah mulai terbiasa melakukan hubungan badan di luar nikah.

Semula hal itu ia lakukan bersama pacar yang dikenalnya sejak semester 2.

Namun lambat laun ketika ditinggal sang pacar, Bunga merasa perlu melampiaskan hasrat nafsunya kepada seseorang.

Terlebih saat itu dia butuh duit.

"Bapak ibu di kampung halaman belum bisa memenuhi kebutuhan saya di kota. Apalagi kadang saya telat bayar kuliah, karena kondisi ekonomi orangtua,” tuturnya.

Sempat malu dengan teman-teman. Makanya saya sempat ditawari teman untuk mencoba menjual diri.

“Tapi ajakan itu tidak langsung saya iyakan," ucapnya.

3. Berawal dari Video Call Sex

ilustrasi prostitusi online

Bunga semula hanya berani melakukan VCS (video call sex) atau mengirim foto-foto bugilnya, kepada pria hidung belang yang dikenalnya melalui media sosial.

Sebagai gantinya, Bunga mendapatkan pulsa sesuai tarif yang sudah dia atur.

"Lumayanlah untuk tambah-tambahan di sini. Tapi itu pun hanya di saat tertentu saja. Tidak rutin tiap hari," katanya.

Seusai lulus kuliah, Bunga mencoba mencari pekerjaan ke berbagai tempat.

Namun selang satu tahun, pekerjaan yang dia idamkan tak kunjung didapat.

Karena frustrasi akhirnya Bunga mencoba jual diri di media sosial.

"Saya awalnya pilih-pilih. Tidak semua orang yang mengajak saya kencan, saya iyakan.

Cenderung pilih yang masih muda-muda. Soalnya masih takut kalau ada apa-apa.

“Setidaknya cukup untuk kebutuhan sehari-hari dan bayar kos," jelasnya

4. Sehari Maksimal 2 Pria dan Tarip Rp 700 Ribu

Sebuah warung kopi di Desa Labuaja, Kecamatan Cenrana, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan (Sulsel), diduga dijadikan tempat prostitusi.

Dalam semalam, Bunga hanya membatasi maksimal dua pria orang hidung belang saja.

Media yang dia gunakan untuk mejual diri yakni melalui aplikasi MiChat maupun Twitter.

Ia masih tidak berani long time. Hanya sort time saja.

Itupun eksekusinya di hotel tertentu.

“Karena saya juga ingin jaga keamanan diri. Sekali ST (short time) saya tarif Rp 700 ribu maksimal durasi 1 jam,” paparnya.

Pembayaran juga saya lakukan saat ketemu atau COD, biar pelanggan tidak menganggap saya penipu," ujar wanita yang kini berusia 26 tahun ini.

Berjalannya waktu, akhirnya Bunga mendapatkan pekerjaan yang dia inginkan di sebuah perusahaan swasta di Kota Semarang.

Jika dilihat dari penampilan, bunga sehari-hari tetap menggunakan pakaian sopan, tidak seronok.

"Jujur tidak ada yang tahu saya seperti ini. Termasuk orangtua saya juga,” katanya.

Tapi sejak ia sudah kerja, ia mulai mengurangi menjual diri di medsos.

“Itupun kalau saya lagi butuh uang tambahan atau enggak capek, baru mau booking out (BO). Apalagi saat ada corona, agak hati-hati," imbuh Bunga.

5. Pernah Ditawari Istri Siri Seorang Pengusaha

Prostitusi Online

Wanita ini secara terus terang pernah ditawari oleh seorang pengusaha asal Semarang, untuk menjadi istri siri.

Namun ia tolak, karena Bunga berprinsip tidak ingin menghancurkan keluarga orang lain.

"Saya hidup enggak mau menyakiti orang lain. Tentu kalau tawaran itu saya terima, istri sahnya akan tersakiti. Memang sih saya akan dapat banyak materi dari dia. Tapi hati jadi enggak tenang," tegasnya.

Dirinya mengaku saat ini sudah jarang membuka layanan BO di medsos. Alasannya sederhana, karena dia kini sudah mendapatkan pekerjaan dan takut corona. Sehingga ia lebih memilih menghindarinya.

"Masih takut kalau harus open BO lagi. Sekarang saya justru sedang fokus jualan baju di medsos.

Biar punya kesibukan lain dan terlepas dari jerat prostitusi.

Saya hanya ingin hidup normal, menikah, dan membesarkan anak-anak dengan baik," pungkasnya.

6. Pengaruh Gaya Hidup

Tergerebek di hotel

Ketua PW Muhammadiyah Jawa Tengah, H Tafsir, prihatin dengan maraknya prostitusi online di tengah pandemi Covid-19.

Ia menyayangkan masih banyak masyarakat yang lebih cari penghasilan secara tidak halal.

"Sudah diketahui bersama, mencari nafkah dengan cara instan dan melanggar norma moral, agama, dan hukum adalah perbuatan dosa.

Ada konsekuensi yang akan mereka terima nantinya," jelasnya.

Dalam hukum Islam, ditentukan larangan perdagangan orang untuk dilacurkan atau perdagangan pelacuran.

Ada ketentuan hukuman cambuk 100 kali bagi pezina laki-laki dan pezina perempuan yang terbukti melakukannya.

Menurut Tafsir, semakin pesatnya perkembangan teknologi informasi juga semakin memudahkan praktik prostitusi berjalan di tengah masyarakat.

Bahkan yang lebih memprihatinkan, baik pembeli atau penjual ada yang masih duduk di bangku sekolah.

"Harusnya pemilik aplikasi media sosial bisa membatasi atau memfilter akun-akun yang dicurigai digunakan untuk prostitusi online. Jika tidak, pemerintah harus semakin ketat lagi pengawasannya. Karena belum lama ini terungkap masih ada prostitusi online yang dijalani oleh para artis," bebernya.

Gaya hidup juga menjadi pengaruh seorang perempuan maupun laki-laki, yang rela menjual diri mereka hanya untuk mendapatkan materi secara instan.

Maka faktor ekonomi tidak bisa menjadi alasan seseorang untuk terjun ke dalam prostitusi.

Jika ada yang mengatakan karena alasan ekonomi, itu tidak sepenuhnya benar.

Karena masih banyak pekerjaan halal dan berkah lainnya, yang bisa dia jalani. Tanpa harus menjual dirinya untuk dinikmati orang lain," pungkasnya. (tim)

Artikel ini telah tayang di Tribunjateng.com dengan judul Kisah Pengakuan PSK Online Semarang: Dari Ayam Kampus hingga Jadi Karyawati, Kini Coba Jualan Baju

Berita Terkini