TRIBUN-TIMUR.COM - Kebijakan Program Organisasi Penggerak (POP) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) makin mendapat sorotan dari berbagai pihak.
Terlebih setelah dua organisasi masyarakat (ormas) Islam terbesar di Indonesia yakni Muhammadiyah dan NU mundur dari proses seleksi POP.
Pendiri Setara Institut Rocky Gerung dengan tegas meminta Nadiem Makarim sebaiknya mundur dari jabatannya sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) RI.
Menteri pendidikan ini tidak mengerti bahwa influncer dari pendidikan di Indonesia adalah Muhammadiyah dan NU.
Bahkan sebelum Indonesia merdeka.
• Janda Cantik Ini Blak-blakan Ingin Jadi Istri Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Ini Sosoknya
• Tukang Pijat Perkosa Pelanggannya di Rumah Korban. Ini Fakta, Kronologi, dan Videonya
Muhammadiyah dan NU melalui sistem pendidikan informal seperti pesantren dan sekolah-sekolah Muhammadiyah yang tersebar di berbagai daerah telah berperan besar mencerdaskan bangsa Indonesia.
Pernyataan keras Rocky itu disampaikan melalui video yang diunggah di akun Youtube Rocky Gerung Official. Diposting Jumat (24/7/2020).
“Inilah akibat jika menteri tak paham atau memalingkan mukanya dari sejarah,” ucap pria kelahiran Manado 61 tahun silam ini.
Hingga Sabtu (25/7/2020) siang, video tersebut telah dinonton lebih 100 ribu kali.
Dalam video ini, Rocky malayani wawancara virtual Hersubeno dalam program acara FNN.
Rocky juga mengeritik keiikutsertaan Tanoto Foundation dan Sampoerna Foundation dalam proses seleksi untuk mendapatkan anggaran dari POP Kemendikbud.
“Dua foundation ini tak punya hak etis dan historis. Bukan prosedurnya yang salah, tapi menyalahi filosofi” tutur filsuf lulusan Universitas Indonesia (UI) ini.
Apalagi katanya, Indonesia sedang dalam keadaan darurat akibat pandemi.
Tanoto Foundation dan Sampoerna Foundation adalah dua lembaga milik dua perusahaan raksasa di Indonesia.
Dua lembaga tersebut masuk dalam kategori 'gajah' yang bisa mendapatkan hibah hingga Rp20 miliar per tahun dari POP Kemendikbud.
POP adalah program yang melibatkan entitas atau lembaga masyarakat yang bergerak di bidang pendidikan dalam meningkatkan kapasitas tenaga pendidik di Indonesia.
Untuk mendukung program ini, Kemendikbud mengalokasikan anggaran hampir Rp 600 miliar.
Sorotan DPR RI
Sorotan serupa juga datang dari Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda.
Huda berharap kebijakan program Organisasi Penggerak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ( Kemendikbud) untuk ditata ulang.
Menurut Huda, Kemendikbud harus mencari skema terbaik agar program Organisasi Penggerak tidak menimbulkan polemik.
Kata Huda yang dilansir dari Kompas.com, penataan ulang yang perlu dilakukan oleh Kemendikbud adalah terkait pola rekrutmen.
Sebab, mundurnya lembaga seperti NU, Muhammadiyah dan PGRI akibat seleksi pemilihan program Organisasi Penggerak yang dinilai tidak jelas.
"Karena itu saya kira opsinya yang pertama, kami minta untuk ke Mas Nadiem melakukan penataan ulang terkait dengan pola rekrutmen, kriteria, dan seterusnya terkait dengan Program Organisasi Penggerak," ucap politisi PKB ini.
Kemudian, kata dia, mundurnya organisasi besar yang concern terhadap pendidikan selama puluhan tahun menandakan ada masalah dalam kebijakan POP.
"PGRI yang juga mundur dari kepesertaan POP ini menandakan ada masalah," ucap Huda.
Program Organisasi Penggerak merupakan salah satu program unggulan Kemendikbud.
Program ini bertujuan untuk memberikan pelatihan dan pendampingan bagi para guru penggerak untuk meningkatkan kualitas dan kemampuan peserta didik.
Dalam program ini, Kemendikbud akan melibatkan organisasi-organisasi masyarakat maupun individu yang mempunyai kapasitas untuk meningkatkan kualitas para guru melalui berbagai pelatihan.
Kemendikbud mengalokasikan anggaran Rp 595 miliar per tahun untuk membiayai pelatihan atau kegiatan yang diselenggarakan organisasi terpilih.
Organisasi yang terpilih dibagi kategori III yakni Gajah, Macan, dan Kijang. Untuk Gajah dialokasikan anggaran sebesar maksimal Rp20 miliar per tahun, Macan Rp5 miliar per tahun, dan Kijang Rp1 miliar per tahun.
Respon Nadiem Makarim
Sementara itu dilansir dari TRIBUNNEWS.COM Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim akhirnya angkat bicara.
Nadiem menegaskan pihaknya akan melakukan evaluasi lanjutan terhadap Program Organisasi Penggerak (POP).
Evaluasi ini dilakukan setelah beberapa organisasi masyarakat menyatakan mundur karena menilai banyak kejanggalan dalam program ini.
"Kemendikbud telah memutuskan untuk melakukan proses evaluasi lanjutan untuk menyempurnakan program organisasi penggerak," ujar Nadiem dalam konferensi pers secara daring, Jumat (24/7/2020).
Nadiem mengatakan proses evaluasi lanjutan ini akan melibatkan pakar pendidikan dari berbagai organisasi kemasyarakatan dan lembaga negara.
Proses evaluasi lanjutan ini akan melibatkan berbagai macam pakar pendidikan dan berbagai organisasi masyarakat dan lembaga-lembaga pendidikan.
“Saya kira bahwa penyempurnaan dan evaluasi lanjutan ini dilakukan setelah pemerintah menerima masukan dari berbagai pihak," kata Nadiem.
Seperti diketahui, PGRI, Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah dan Lembaga Pendidikan Ma'arif Nahdlatul Ulama (NU) menyatakan mundur dari Program Organisasi Penggerak yang diluncurkan Kemendikbud.
Mereka mengkritik tidak jelasnya klasifikasi organisasi yang mendapatkan bantuan dana Program Organisasi Penggerak. Serta kejanggalan dalam proses verifikasi.
Penjelasan Tanoto Foundation dan Yayasan Putera Sampoerna
Sementara itu dikutip dari Kontan.co.id, perwakilan Tanoto Foundation dan Yayasan Putera Sampoerna juga telah merespon polemik ini.
Meski POP Kemendikbud dirancang menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), ada pula skema pembiayaan mandiri dan pendamping.
Direktur Komunikasi Tanoto Foundation, Haviez Gautama menyatakan mereka merupakan salah satu organisasi penggerak yang menggunakan pembiayaan mandiri.
Program tersebut akan didanai mandiri oleh yayasan dengan nilai investasi lebih dari Rp 50 miliar untuk periode dua tahun dari 2020 hingga 2022.
“Salah satu misi Tanoto Foundation bekerja sama dengan pemerintah melalui POP Kemendikbud adalah mendorong percepatan peringkat global pendidikan Indonesia,” ujar Haviez dalam siaran pers, Kamis (23/7).
Direktur Program Pendidikan Dasar Tanoto Foundation Ari Widowati menambahkan, dalam proses pendaftaran organisasi penggerak, Tanoto Foundation memasukkan pilihan pendanaan secara mandiri.
Sehingga tidak menerima bantuan dana dari pemerintah dalam menjalankan program.
Selain itu proses seleksi juga dilakukan dengan ketat oleh Kemendikbud. Ari mengungkapkan bahwa penilaian dilakukan secara buta (blind review) oleh evaluator.
"Semua dilakukan dengan prosedur yang ketat,” kata Ari.
Sementara itu Yayasan Putera Sampoerna menggunakan skema pembiayaan pendamping (matching fund). Terdapat dua program yang akan dilakukan oleh Yayasan Putera Sampoerna.
Pertama adalah program peningkatan kualitas guru dan ekosistem pendidikan senilai Rp 70 miliar serta program peningkatan akses pendidikan senilai Rp 90 miliar.
Head of Marketing & Communications Yayasan Putera Sampoerna, Ria Sutrisno menegaskan yayasannya bukan merupakan lembaga CSR.
"Kami adalah yayasan yang fokus kepada peningkatan kualitas pendidikan. Kami memilih skema partnership dengan berbagai pihak sebagai wujud komitmen kolaborasi dalam memajukan pendidikan nasional," jelas Ria.
Matching fund merupakan bantuan dana yang diberikan oleh salah satu pihak untuk melengkapi atau memperkuat sebuah program.
Dalam Program Organisasi Penggerak, para peserta melipatgandakan bantuan dana dari plafon yang selama ini telah ditetapkan pemerintah. (*)