TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menggelar konferensi pers terkait Perkembangan Program Restrukturisasi dan Kinerja Sektor Jasa Keuangan, Rabu (8/7/2020).
Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Logistik Otoritas Jasa Keuangan, Anto Prabowo menyampaikan OJK tetap mendukung pemerintah dan sesuai dengan kewenangannya sebagai regulator telah mengeluarkan program restrukturisasi kredit perbankan pada tanggal 26 Februari 2020.
Sebagai catatan, Pemerintah mengeluarkan Perpu 1/2020 pada tanggal 31 Maret 2020.
Restrukturisasi ini pula yang menjadi acuan dalam kemudian penjabaran Perpu 1/2020 melalui penerbitan PP 23/2020 yang antara lain subsidi bunga (PMK 65/2020) dan penempatan untuk kebutuhan likuiditas (PMK 64/2020) dan selanjutnya untuk menggerakkan sektor rill melalui penempatan uang negara (PMK 70/2020).
Progres program restrukturisasi kredit per 6 Juli, yakni bank umum sebesar Rp 740 triliun dengan 6.557.903 debitur dengan rincian Rp 6,1 triliun untuk bank Asing-KCBA, Rp 136 triliun untuk bank asing-non KCBA, Rp 19 triliun BPD, Rp 404 triliun untuk BUMN, dan Rp 174 triliun untuk BUSN.
Anto Prabowo menyampaikan, ada peningkatan restrukturisasi usaha mikro kecil menengah (UMKM) dalam satu pekan terakhir, 22 Juni 2020.
Peningkatan 101.578 debitur atau 1,96 persen dari 5.185.122 menjadi 5.286.700 debitur dengan realisasi meningkat Rp 9,467 triliun sehingga menjadi Rp 317 triliun.
"Restrukturisasi ini ada kemungkinan karena adanya hambatan dari efek Covid-19. Langkah ini sebagai bagian upaya untuk menjaga kestabilan sistem keuangan," katanya dalam riis yang diterima Tribun.
Selanjutnya, dia menyampaikan pemerintah sudah menyampaikan program subsidi bunga ultra mikro dan UMKM sebesar Rp 35,28 triliun.
"OJK bekerja sama kementerian keuangan bekerja sama, saat ini telah menyiapkan pelaksanaan subsidi bunga ke perbankan," katanya.
Anto mengatakan, OJK memahami tidak harus melakukan pembayaran kredit.
"Dengan tidak dilakukannya pembayaran, kredit yang direstrukturisasi adalah kredit lancar sehingga bank tidak harus membuat pencadangan," katanya.
Menurutnya, jika bank atau perusahaan pembiayaan melakukan pencadangan maka, bank mengurangi kekuatan modalnya.
"Restrukturisasi ini memberikan ruang untuk nasabah tidak membayar atau keringanan. Memang secara nilai tak terasa terdampak," katanya.
Menurutnya, Restrukturisasi yang mencapai Rp 740 triliun, maka sebenarnya dari sisi pencadangan yang ditunda sampai akhir mencapai Rp 103 triliun.