TRIBUN-TIMUR.COM - Pada Oktober 2019, Pemerintah telah memperbarui Mekanisme Penetapan dan Formulasi Perhitungan Tarif Angkutan Penyeberangan melalui Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 66 Tahun 2019 (peraturan baru).
Salah satu perubahan dari peraturan lama (Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 58 Tahun 2003) adalah peningkatan peran Asosiasi Perusahaan Angkutan Penyeberangan (Asosiasi). Sebaliknya, peran Perusahaan Angkutan Penyeberangan (Operator) dikurangi.
• Surabaya Zona Hitam, Kasus Corona Melonjak Justru Doni Monardo Puji Tri Rismaharini, Ini Alasannya?
• Rencana Liga 1 2020 Lanjut di Pulau Jawa, Ini Komen Exco PSSI? PT LIB & PSSI Diminta Tak Buru-buru
Prosedur penetapan tarif angkutan penyeberangan adalah pengkajian/pembahasan, pengusulan, dan penetapan tarif.
Pengkajian/pembahasan tarif pada intinya adalah penentuan besaran tarif yang akan diusulkan kepada pejabat yang berwenang menetapkan tarif.
Menteri Perhubungan, Gubernur, dan Bupati/Walikota berwenang menetapkan tarif angkutan penyeberangan, masing-masing untuk lintas penyeberangan antar provinsi, antar kabupaten/kota dalam provinsi, dan dalam kabupaten/kota.
Dalam peraturan lama, tarif angkutan penyeberangan antar provinsi, antar kabupaten/kota dalam provinsi, dan dalam kabupaten/kota, diusulkan oleh direktur jenderal.
Masing-masing oleh Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Kepala Dinas Perhubungan Provinsi, dan Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten/Kota.
Sebelum usulan tarif disampaikan kepada pejabat yang berwenang menetapkan tarif, draf usulan tarif dibahas oleh pengusul bersama dengan asosiasi, operator, dan perwakilan pengguna jasa angkutan.
Mekanisme pengusulan tarif seperti yang dijelaskan di atas telah berubah setelah peraturan baru ditetapkan.
• Jadwal dan Niat Puasa Ayyamul Bidh Tahun 2020, Hanya 3 Hari dan Keutamaannya Luar Biasa
• Departemen Teknik Perkapalan Unhas Bakal Gelar FGD Angkutan dan Rancang Bangun Kapal Penyeberangan
Asosiasi diberi peran sebagai pengusul tarif ekonomi, baik untuk angkutan penyeberangan antar provinsi maupun antar kabupaten/kota dalam provinsi dan dalam kabupaten/kota.
Sebagai pengusul tarif, asosiasi diharuskan melakukan kajian tarif dengan melibatkan pejabat di bidang angkutan penyeberangan sesuai dengan wewenangnya, dan perwakilan pengguna jasa angkutan penyeberangan.
Sebagaimana jelasnya pada alinea di atas, operator tidak dilibatkan dalam pelaksanaan kajian tarif ekonomi.
Wewenang yang tetap diberikan kepada operator adalah penetapan tarif nonekonomi.
Rasionalitas Peran Operator
Operator adalah pihak yang paling berkepentingan terhadap tarif. Terutama pada masa pandemi hingga pasca penyebaran virus corona nanti.
Prinsip dasar, metode, dan bekan kerja kajian tarif merupakan aspek pertimbangan untuk pelibatan operator dalam pelaksanaan kajian tarif.
Prinsip dasar.
Asas berpikir yang perlu dikedepankan dalam pengkajian dan penetapan tarif angkutan penyeberangan adalah keseimbangan antara penyedia dan pengguna jasa angkutan penyeberangan.
Dalam perspektif operator, besaran tarif ditentukan dengan pendekatan kelayakan dari sebuah usaha angkutan.
Sementara itu, penentuan besaran tarif hendaknya juga dengan mempertimbangkan kemampuan dan kesediaan pengguna jasa untuk membayar sesuai persepsinya terhadap mutu layanan angkutan.
Berturut dengan prinsip dasar itu, kajian tarif hendaknya menjadi media komunikasi antara operator atau penyedia jasa dengan pengguna jasa.
Metode Kajian.
Pada intinya, kajian tarif adalah penentuan besaran tarif yang akan diusulkan.
Besaran tarif ekonomi merupakan hasil bagi total biaya operasi sesuai jarak lintasan dengan produksi jasa angkutan dalam jangka waktu satu tahun.
Sesuai dengan pendekatan tersebut, kajian penentuan tarif bisa lebih efisien bila dilaksanakan oleh operator.
Semua data yang diperlukan untuk kajian tarif dimiliki oleh operator.
Data yang dimaksud adalah: data teknis kapal, data biaya operasi (biaya operasi kapal, dan biaya penyelenggaraan usaha), dan data operasional pengangkutan.
Beban kerja.
Biaya operasi kapal berbeda-beda di antara lintas penyeberangan, hal mana, itu tergantung pada karakterisitik teknis kapal dan jarak lintas penyeberangan di mana kapal dioperasikan.
Dengan demikian, kajian tarif harus dilaksanakan untuk masing-masing lintas angkutan penyeberangan. Sementara itu, jumlah lintas penyeberangan cukup banyak.
Hingga tahun 2018, lintas penyeberangan yang telah beroperasi sudah berjumlah 285 lintasan, terdiri dari: 65 lintasan komersil dan 220 lintasan perintis.
Lintas penyeberangan sebanyak itu tersebar pada hampir semua provinsi di Indonesia.
Karena kondisi seperti itu, kajian tarif bisa lebih efisien bila dilakukan oleh Operator pada masing-masing lintas penyeberangan.
Sesuai dengan prinsip dasar dan alasan efisensi pelaksanaan kajian tarif yang dijelaskan pada tiga alinea sebelum ini.
Operator semestinya diberi peran sebagai pelaksana kajian tarif.
Lebih dari itu, Operator dapat diberi peran sebagai pengusul tarif.
Pada intinya, pembaruan atau pengembangan mekanisme penetapan tarif dimaksudkan untuk peningkatan kinerja layanan angkutan penyeberangan.
*) Dr Ir Syamsul Asri MT.
Dosen pada Departemen Teknik Perkapalan
Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin