Wawancara Eksklusif

Guru Besar FKM Unhas Prof Sukri Palutturi: Sulsel Sudah Harus PSBB

Penulis: Rudi Salam
Editor: Hasriyani Latif
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Hasanuddin (Unhas), Prof Sukri Palutturi

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Hasanuddin (Unhas), Prof Sukri Palutturi menyebut kasus Covid-19 di Sulawesi Selatan (Sulsel) sudah tidak terkendali.

Menurutnya, peningkatan kasus Covid-19 di Sulsel sungguh luar biasa. Harapan Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah bahwa kasus positif Covid-19 di Sulsel menurun di akhir Mei 2020 ini sudah pasti meleset.

Prof Sukri malah tidak bisa lagi memprediksi kapan kurva landai itu terjadi di Sulsel. Sebab, penanganan Corona di Sulsel semakin liar. Masyarakat pun sepertinya dibiarkan menghadapinya sendiri.

Jurnalis Tribun Timur, Rudi Salam berkesempatan melakukan wawancara eksklusif dengan Prof Sukri, Selasa (26/5/2020).

Berikut petikan wawancaranya:

1. Bagaimana Anda melihat tren kasus Covid-19 di Sulawesi Selatan?

Ini luar biasa perkembangan kasus di Sulawesi Selatan. Sekarang Sulawesi Selatan sudah berada pada peringkat keempat di Indonesia.

Artinya bahwa peningkatan ini sungguh luar biasa dengan jumlah penduduk yang kita miliki dibandingkan dengan jumlah kasus terkonfirmasi ini sesungguhnya luar biasa.

Sulawesi Selatan itu kan cuma berapa jumlah penduduknya dibandingkan dengan jumlah penduduk yang ada di Jawa Timur, Jawa Barat ataupun Jawa tengah.

Sulawesi Selatan memiliki jumlah yang hampir sama dengan jumlah kasus Jawa tengah, padahal di Jawa tengah itu kan di atas 40 juta penduduk Sementara Sulawesi Selatan itu saya kira itu hanya berada di angka 9 jutaan.

Artinya Sulawesi Selatan dalam posisi ini sungguh sangat tidak terkendali dari sisi penularan Covid-19.

2. Apa maknanya angka tersebut?

Pertama adalah angka-angka ini terjadi peningkatan secara terus-menerus dan saya kira di Sulawesi Selatan penyebaran ini sudah semua kabupaten kota juga.

Artinya adalah yang pertama adalah bahwa peningkatan kasus baru terus terjadi. Yang kedua adalah pola statis penularan belum ditemukan dan landai penularan ini belum konsisten.

3. Kini tak ada kota/kabupaten di Sulsel yang menerapkan PSBB di tengah pandemi Covid-19. Apa maknanya?

Sebenarnya kan kita berharap dengan adanya PSBB kemarin yang diterapkan di Kota Makassar, kemudian dilakukan perpanjangan kemudian juga dilakukan di Kabupaten Gowa meskipun Kabupaten Gowa tidak melakukan perpanjangan, tentu ini memiliki alasan masing-masing.

Tetapi yang pasti bahwa protokol Covid ini harus jalan. Kami memandangnya waktu dijalankan PSBB itu dijalankan maka pengaturan yang berkaitan dengan roda transportasi terutama di daerah-daerah perbatasan itu sangat ketat dijaga, meskipun itu juga menimbulkan kontroversi dari masyarakat kita terutama mereka yang melakukan pelanggaran.

Dengan tidak adanya lagi PSBB yang diterapkan di tengah pandemi ini sesungguhnya ini sangat berbahaya. Saya melihatnya bahwa PSBB itu jauh lebih tinggi dari sisi ruang lingkup dibandingkan dengan protokol Covid yang dibuat ini.

Masing-masing memiliki plus minus. Karena di protokol Covid juga ada beberapa yang diatur. Beberapa yang diatur itu misalnya yang berkaitan dengan kegiatan yang ada di pedagang di pasar dan kaki lima.

Tetapi dengan peraturan ini saya melihatnya ini sangat sulit diterapkan. Kenapa sulit diterapkan oleh karena ada prinsip Covid-19 yang kita langgar terutama yang berkaitan dengan physical distancing dan social distancing.

Protokol Covid itu enak kita menyebutnya tetapi implementasinya sulit untuk kita lakukan.

4. Apa risikonya jika Makassar dan daerah lainnya di Sulsel tak ada yang menerapkan PSBB kendati jumlah kasus positif di daerah tersebut tergolong tinggi?

Resikonya adalah kita semakin sulit mengendalikan moda transportasi antar kabupaten.

Bukan hanya persoalan moda transportasi saja tetapi bagaimana perilaku pengguna kendaraan roda dua ataupun kendaraan roda empat yang di antara mereka juga masih banyak orang yang tidak melakukan dengan protokol Covid ini.

Jadi jangan disederhanakan ini persoalan bahwa seakan-akan hanya dengan menggunakan masker, cuci tangan dengan hand sanitizer, kemudian jaga jarak fisik 1 meter itu sudah selesai, tidak seperti itu.

5. Menurut Anda, efektifkah PSBB yang dilakukan Pemkot Makassar dan Pemkab Gowa?

Efektif atau tidak itu sebetulnya adalah kalau kita membaca Perwali daripada PSBB harapnya adalah memang dapat menemukan landai penularan daripada Covid-19.

Masyarakat juga sudah mulai lebih hati-hati untuk melakukan interaksi dan mobilitas dengan masyarakat sekitarnya. Dengan tidak adanya PSBB ini kan terbuka. Artinya resiko penularan makin terbuka.

6. Pemkot Makassar mengganti PSBB menjadi Perwali. Seberapa efektif perwali dalam upaya mencegah penyebaran virus corona di masyarakat?

Beberapa waktu yang lalu, Wali Kota Makassar sudah menerbitkan Perwali nomor 31 tahun 2020. Ada beberapa yang diatur di dalam itu misalnya pelaksanaan pembelajaran di sekolah atau pendidikan kemudian aktivitas bekerja di tempat kerja, kegiatan keagamaan di rumah ibadah.

Kemudian kegiatan di tempat fasilitas umum, kegiatan sosial dan budaya, pergerakan orang dan barang menggunakan moda transportasi, kemudian ada pasar dan pedagang kaki lima dan yang terakhir yang diatur itu adalah tempat olahraga dan taman.

Kita belum lihat seperti apa ini efektivitasnya daripada Perwali ini tetapi bisa kita menduga bahwa di tengah pandemi Covid-19 di Makassar ini yang merupakan epicentrum penularan Covid-19 di Sulawesi Selatan ini bisa kita bayangkan pasti tidak efektif dari sisi penularan.

Seperti yang saya sampaikan tadi bagaimana kita bisa di pelaksanaan pembelajaran sekolah dan institusi pendidikan itu memang sudah diatur panduannya.

Misalnya sebelum masuk sekolah harus diperiksa suhu tubuhnya kemudian di sekolah harus disiapkan hand sanitizer atau dia harus mencuci tangan dengan air mengalir dan sebagainya.

Kemudian pada saat sekolah tidak mau tidak boleh melakukan bersalaman, berpelukan ataupun misalnya sentuhan sentuhan fisik begitu. Kemudian jaga jarak jaga jarak dan sebagainya.

Tapi ada hal yang juga dilanggar, bagaimana semua dengan ruang lingkup pelaksanaan protokol ini itu tidak dilanggar, sudah terjadi pelanggaran.

Pelanggaran yang pertama adalah tidak melakukan social distancing karena mereka sudah berkumpul semua.

Kedua adalah bagaimana kita menjamin mereka tidak melakukan physical distancing minimal 1 meter.

7. Kini sejumlah pusat belanja di Makassar dan daerah lainnya di Sulsel ramai dikunjungi. Terlihat banyak pengunjung dan pedagang mengabaikan protokol Covid-19 seperti menjaga jarak dan bermasker. Tanggapan Anda?

Sekarang ini dalam pantauan kami juga ada beberapa tempat yang juga sudah dibuka. Jadi yang ada di sana yang saya lihat itu tempat cuci tangan ada, kemudian pemeriksaan suhu tubuh itu juga ada, tapi tidak ada itu physical distancing dan social distancing, faktanya tidak ada.

Bisa petugas sendiri jalan-jalan ke mal bagaimana mereka lakukan itu. Bahkan bukan hanya pengunjung yang tidak melakukan physical distancing, kalau social distancing pastilah karena mereka sudah berkumpul.

Para pelayan yang ada di dalamnya mereka bicara seperti biasa saja, tidak ada jarak. Sebagian di antara mereka ada yang menggunakan masker namun tidak digunakan dengan benar.

Ada yang maskernya hanya di dagu saja, ada yang menutup mulut tapi tidak ditutup hidung dan sebagainya.

8. Dengan fenomena tersebut, bagaimana Anda melihat peran pemerintah dan aparat terkait dalam upaya mencegah penyebaran virus corona?

Di awal pemberlakuan PSBB, masyarakat cukup taat. Di sisi yang lain pemerintah juga cukup ketat menerapkan peraturan ini.

Bisa kita lihat  namanya petugas-petugas di daerah cukup tegas meskipun banyak pihak juga mengatakan bahwa pemerintah mengabaikan.

Menurut saya pada saat diterapkan itu kan sudah melalui pertimbangan saya sudah menghitung apa yang dapat ditimbulkan. Jadi diawal itu cukup ketat menurut saya. Saya melihatnya dari sini bagaimana penerapan aturan ini.

Belakangan ini, semakin lama semakin kesini semakin longgar. Seakan-akan juga ini masyarakat tidak ada lagi Covid-19. Ini bukan hanya soal penularan, ini juga adalah persoalan resiko yang ditimbulkan.

Ketika seseorang terkonfirmasi Covid-19, bagaimana kesiapan rumah sakit kita, bagaimana tenaga medis tenaga, perawat tenaga, kesehatan yang ada di rumah sakit mereka adalah orang-orang yang bisa jadi korban karena kita tidak melakukan protokol Covid-19 ini.

9. Apa yang harus dilakukan pemerintah dan pihak terkait agar "pelonggaran” protokol covid-19 tersebut tak dibiarkan terus terjadi?

Mestinya pemerintah menghindari. Katanya pemerintah mau memutuskan mata rantai penularan, dengan melakukan pelanggaran, itu artinya pemerintah tidak tegas dalam menerapkan aturan ini.

Mestinya kita semua harus menahan diri, jadi pemerintah harus tegas masyarakat harus menahan diri untuk tetap tinggal di rumah.

Tidak boleh ada kata pelonggaran, ketika ada kata pelonggaran sama halnya dengan masyarakat kita menjadi korban penularan Covid-19 ini.

10. Kini kendali Covid-19 terkesan diserahkan kepada masyarakat. Apa makna dan risikonya?

Jadi kendali Covid-19 ini kepada masyarakat yang pertama kita bisa katakan bahwa bisa bayangkan, kemarin saya menggambarkan berapa jumlah penduduk Kota Makassar ada 1,5 penduduk Kabupaten Gowa kira-kira 760-an lah itu kira-kira 2 juta lebih dari 2 juta lebih penduduk 2 Kabupaten Kota.

Artinya remote control itu disampaikan kepada masyarakat itu artinya berapa banyak yang mengendalikan Covid-19 ini. Artinya terdapat dua juta penduduk yang akan mengkontrol seperti apa tindakan yang akan dilakukan.

Ini juga merekalah yang akan menentukan ini saya mau tegas, saya mau saya mau moderat, saya mau yang lemah-lemah saja. Jadi merekalah yang akan menentukan daripada saluran atau channel mana yang mereka inginkan.

11. Siapa sebenarnya pihak yang bertanggung jawab atas remote control/pengendalian corona di suatu daerah?

Karena kita hidup dalam pemerintahan, tentu pemerintahlah yang harus mengendalikan daripada remote control ini.

Memang variabel-variabelnya cukup banyak, tentu masyarakat harus terlibat tentu semua sektor harus terlibat, dan sebagainya tapi kendali ini tidak boleh diserahkan kepada mereka tetap harus berada pada pemerintahan.

12. Lalu bagaimana Anda melihat pemerintah daerah di Sulsel atas tanggung jawab tersebut?

PSBB itu berada pada kabupaten/kota, maka menurut saya untuk situasi pengendalian Covid-19 itu yang harus dimaksimalkan. Jadi pemerintah provinsi jangan mengintervensi pemerintah kabupaten/kota.

Ada provinsi di Indonesia yaitu Sumatera Barat yang jumlah kasusnya jauh lebih rendah daripada Sulawesi Selatan dan provinsi ini sudah menerapkan PSBB tingkat provinsi.

Menurut saya, pada kondisi situasi seperti ini kita lagi Sulawesi Selatan dimana penyebaran hampir di semua kabupaten/kota maka menurut saya yang tadinya itu dilakukan pada tingkat kabupaten kota itu harus ditarik ke atas menjadi PSBB tingkat provinsi.

13. Baru-baru ini Gubernur Sulsel optimis akhir Mei 2020, penyebaran virus corona di Sulsel menurun. Menurut Anda?

Saya kira dengan kondisi ini sangat sulit untuk kita kendalikan. Bisa Anda lihat saja hanya dalam hitungan beberapa hari saja jumlah kasus Covid-19 meningkat. Hari ini sekarang sudah berada di peringkat keempat.

14. Prediksi Anda, kapan penularan Covid-19 melandai (menurun) di Sulsel? 

Saya malah tidak bisa memprediksi kapan terjadi landai penularan itu. Sekarang trendnya semakin bertambah, jadi landai penularan itu bisa kita temukan sangat bergantung pada intervensi yang dilakukan pemerintah.

Kalau pemerintah tegas, ketat menerapkan aturan, masyarakat bisa menahan diri keluar rumah, kemudian ada pemeriksaan tes massive, itu bisa kita bicara kira-kira prediksi landai penularan kapan bisa menurun.

Kalau berakhir sih tidak, yang bisa terjadi adalah menurun. Kapan berakhirnya? Masih sulit kita prediksi.

15. Apa saja yang harus dilakukan pemerintah daerah, tim gugus Covid, dan masyarakat agar trend kasus Covid-19 di Sulsel melandai?

Tidak ada cara lain kecuali yang pertama prinsipnya adalah masyarakat harus tetap melakukan pekerjaan dari rumah, bisa melakukan ibadah dari rumah yang bisa bekerja dari rumah.

Peran-peran ini harus dimainkan secara maksimal oleh pemerintah daerah dengan tim gugus Covid-19, jadi jangan menyerahkan kepada masyarakat dalam mengendalikan ini.

Pemerintah tetap, ini negara dalam keadaan bahaya dari sisi jumlah kasus dan kematian jadi kita tidak boleh main-main dengan bagaimana penanganan Covid-19.

16. Apa harapan Anda ke depannya?

Saya berharap bahwa PSBB tingkat provinsi bisa jalan. Artinya bahwa kontrol itu tidak hanya pada kabupaten kotanya.

Prinsip protokol covid-19 harus dimaksimalkan, tetap di rumah jika tidak mendesak, hindari kerumunan banyak orang, jaga jarak fisik, gunakan masker dengan benar dan cuci tangan dengan sabun atau hand sanitizer. Disamping itu layanan kesehatan harus diperkuat.(*)

Laporan Wartawan tribun-timur.com, Rudi Salam

Langganan berita pilihan tribun-timur.com di WhatsApp

Klik > http://bit.ly/whatsapptribuntimur

Follow akun instagram Tribun Timur: 

Silakan Subscribe Youtube Tribun Timur:

(*)

Berita Terkini