TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Pemerintah kota Makassar memutuskan tak lagi memperpanjang pemberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk memutus penyeberan Covid-19.
Secara resmi PSBB yang sudah berlangsung selama dua jilid atau selama sebulan terakhir ini berakhir, Jumat (22/5/2020).
Keputusan ini menimbulkan sebuah polemic bahkan ahli Epidemiologi Universitas Hasanuddin, Prof Ridwan Amiruddin, mempertanyakan landasan kebijakan tersebut.
“Pemkot kita sudah menerbitkan perwali bagaimana intinya hidup normal baru ini harus lebih disosialisikan, sementara pemberlakukan kehidupan normal ini belum bisa dilakasanakan karena situasi pengendalian covid-19 belum terlihat, bahkan prediksi pertama puncaknya ini setelah lebaran sampai Juni,” ucapnya saat dihubungi via telepon, Jumat (22/5/2020).
Walau begitu bagi Prof Ridwan, PSBB hanya merupakan instrument kebijakan.
Dirinya menilai penghentian PSBB mungkin berkaitan dengan kemampuan Pemkot dalam hal anggaran.
Tetapi setelah tak lagi diberlakukan PSBB ia berharap secara prinsip melalui Perawali yang baru tetap mematuhi protocol kesehatan.
Prof Ridwan pun menyarakan masyarakat untuk tetap percaya kepada Pemerintah.
Sedangkan untuk pemerintah ia berharap tetap menjaga kepercayaan masyarakat yang diamanahkan, koordinasi ditingkatan vertical dan horizontan supaya satu bahasa.
“Intinya aada ada tiga jenis intervensi yang isa mengendalikan kurva, pertama menghentikan sumber penularan inikan ada di rumah sakit maksudnya pasien yang ditangani dengan APD yang memadai, semua yang bekerja di rumah sakit potensi yang harus dilindungi,” ucapnya
Kedua yakni intervensi pembatasan transportasi, ini yang berat sekarang, dimana orang berkeliaran di situ ada virus.
“Terkhir Menghentikan kasus baru, bagaimana caranya, dengan personal highking, inikan mudah hancur ini virus senjatanya mudah saja dengan cuci tangan,” tambahnya.
Perbaiki Komunikasi Publik
Prof Ridwan juga mengkritisi terkait pola komunikasi yang ditunjukan oleh Pj Wali kota Makassar, Yusran Jusuf, terkait penanganan Covid-19.
Beberapa waktu lalu setelah resmi menjabat Pj Wali kota, ia mengisyaratkan akan menghentikan PSBB.
“Dalam komunikasi publik, pejabat harus berhati-hati, banyak yang mau PSBB tapi tidak bisa sementara Makassar. Itu pernyataan PJ walikota melemahkan kebijakan, jadi menimbulkan keraguan dari masyarakat akhirnya tidak percaya dan tidak peduli, makanya pejabat jangan sembarang mengeluarkan pernyataan,” tutupnya.
Gagal Tekan Covid-19
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) tahap II di Makassar berakhir hari ini, Jumat (22/5/2020).
Belum ada keputusan resmi dari Pemerintah kota Makassar mengenai status PSBB, dihentikan atau dilanjutkan pada tahap III.
Berdasarkan pengamatan ahli Epidemiologi Universitas Hasanuddin, Prof Ridwan Amiruddin, pelaksanaan PSBB di Makassar yang sudah berlangsung selama sebulan atau dua tahap tak memberikan dampak signifikan dalam menekan laju Covid-19.
“PSBB di kota Makassar baik tahap I dan II belum memberikan hasil optimal dalam menekan laju Covid-19, faktor pertama kebijakan yang dikeluarkan pemerintah silih berganti tidak ada koordinasi antara pemerintah pusat, provinsi dan kota maka terjadi disharmonisasi kebijakan,” terangnya saat dihubungi via telepon, Jumat (22/5/2020).
Ketua Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Daerah Sulawesi Selatan periode 2017-2020 ini menambahkan menerangkan bahwa bentuk disharmonisasi kebijakan ini tergambar dalam beberapa bentuk kebijakan Pemerintah yang tidak sinkron.
Semisal Pemerintah Pusat yang mengeluarkan kebijakan pengoprasian kembali transportasi umum semisal pesawat serta kebijakan membuka tempat-tempat umum seperti mall hingga kebijakan salat idul fitri yang terus berubah-ubah.
“Dari Pusat kebijakan berbeda dan Provinsi juga merespon berbeda begitupun kota, yang korban sebenarnya kan masyarakat akar rumput yang bingung atas kebijakan-kebijakan ini,” paparnya.
Kasus Menanjak
Prof Ridwan meyakini bahwa upaya menekan laju Covid-19 dengan PSBB hingga dua tahap di Makassar belum menunjukan tanda-tanda penurunan curva kasus.
Bahkan ia menggambarkan saat ini reproduksi penularan kasus di Makassar lebih tinggi dari Jakarta.
“Dengan selesainya episode jilid II otomatis tidak memberikan daya tekan kurva pandemi, angka reproduksi kasus 2,56 itu artinya setiap 1 kasus bisa menularkan 2-3 orang dibanding DKI (Jakarta) angka reprosuksinya di bawah 1 melandai kurvanya,” paparnya.
Dengan data tersebut keputusan Pemkot Makassar yang mengisyaratkan akan mengakhiri PSBB diprediksi bakal membuat kurva kasus di Makassar makin menanjak.
Terlebih lantaran jelang lebaran sejumlah tempat umum seperti Mall atau pusat perbelanjaan dan sarana transportasi kembali beroperasi.
“Terlebih jelang lebaran karena dibuka tempat-tempat umum diprediksi menanjak, sementara prediksi awal kami puncaknya ini setelah lebaran sampai juni,” tutupnya.