PSBB Makassar

Berdoalah Semoga Kerabat Tak Wafat di Masa COVID19; Kisah dari Takziyah SekSatpol PP Kota Makassar

Penulis: AS Kambie
Editor: Thamzil Thahir
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

arisa binti baco sendi (1940-2020)

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR -- Ajal memang di tangan Tuhan.  Tapi toh…, Tuhan juga senantiasa terus menunggu doa terbaik hamba-hambanya. 

Tuhan juga melarang putus harapan. Apatalagi memanggil ajal.

Bagi Muhammad Iqbal Asnan (42), membiarkan kerumuman orang di masa pandemi global Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) ini adalah satu upaya memanggil ajal mendekat.

Dan ini lah yang menjelaskan kenapa Sekretaris Kepala Satuan Polisi (Satpol) Pamong Praja Kota Makassar ini memilih tabah dan memanjatkan doa;

“Kalau bisa berdoa, jangan meninggal di masa corona. Semoga tak ada kerabat kita yang wafat di masa pandemi ini. Kita sudah berduka, tapi setelah pemakaman, kita disebut keluarga paling tega, karena tak berbagi kabar duka.”

Begitulah kira-kira rangkuman cerita Iqbal Asnan, pada acara takziyah hari ke-6 wafatnya, Arisa Binti Baco Sendi (1940-2020).

Arisa itu ibu kandung Iqbal. Ia meninggal dunia, Senin (27/4/2020) siang.

Ajal sang ibu lepas di pangkuan putra keempatnya. Locusnya di kamar rumah sang ibu, Jl Beringin Timur, Kelurahan Kassi-Kassi, Kecamatan Rappocini, Kota Makassar.

DOKUMEN - Plt Kepala Bidang Pengawasan Dishub Makassar Abdullah Rowa (kanan) dan Sekretaris Satpol PP Makassar Muhammad Iqbal Asnan (bertopi) memimpin pembersihan PKL di sepanjang Jl Urip Sumohardjo, Makassar, Sulsel, Jumat (11/3/2016). (MUH HASIM ARFAH)

Sebelum ajal datang merenggut, wanita berusia 70 tahun ini, dua pekan dirawat di bangsal pemulihan RS Grestelina, Jl Hertasning, Makassar.

Sejak bulan Rajab, akhir Maret, ibunya terus mengeluh gangguan jantung dan pencernaan.

Sehari sebelum hilal Ramadhan 1441 Hijriyah, 23 April 2020, Ibunya meminta ingin sahur pertama di rumah peninggalan mendiang suaminya, Asnan.

Namun, kurang dari sepekan, Maha Pencipta punya rencana lain, di hari kelima Ramadhan.

Iqbal mengenang, ibunya sudah sekarat saat dia tiba di rumah masa remajanya itu.

“Sudah lepas memang-mi baru saya bawa lagi ke UGD rumah sakit,” ujar Iqbal menceritakan detik-detik kepanikan, lima hari lalu.

Namun keputusan Iqbal dan empat saudaranya, membawa ibu mereka ke rumah sakit, belakangan jadi ungkapan “syukur”. 

Andai hari itu, tak dibawa ke rumah sakit, kelurgan ini bakal ditimpa susah susulan.

Ya.., susah karena harus mengurus administrasi. Susah kerena melawan stigma publik "bukan karena korona kan?".

Karena, sejak wali kota Makassar resmi menekan Surat Keputusan Nomor 22/IV/2020 tanggal 10 April 2020, tentang pemberlakuan Pembata, san Sosial Berskala Besar (PSBB) di Makassar, semua status kematian harus disertai rekomendasi Bebas COVID-19.

Keterangan itu hanya boleh direkomendir pihak rumah sakit rujukan resmi COVID-19 dari pemerintah. Atua harus diketahui tim gugus tugas kendali COVID-19, dan diparaf pihak kelurahan, atas surat keterangan tertulis RT dan RW pemukiman almarhum.

Kalau tak ada keterangan BEBAS KORONA. maka jenazah akan dimakamkan dengan protokol WHO. Pengurus jenazah tak pernah kita kenal, karena dibungkus hazmat suite, masker, face shield, kaos tangan, dan sepatu boot.

Tak ada pelayat, tak boleh diantar ke kuburan, dan jenazah harus di-wrapping, laiknya food frozen.

Bayangkan, jelas mantan relawan di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar itu, Anda tak melihat orang yang melahirkan dan membesarkan Anda, untuk terakhir kalinya.

Nah, itulah satu alasan pertama kenapa Iqbal  berharap agar tak ada lagi kerabat, sabat, atau orang dekat yang meninggal di masa darurat covid ini. 

Satpol PP Grebek Warung Coto, Kasatpol PP Makassar: Bukan Dilarang Tapi Jangan Makan di Tempat

Iqbal Asnan Pimpin Kerja Bakti Kombes di Ujung Tanah

Alasan kedua kata mantan Plt Kepala Dinas Perhubungan Kota Makassar itu adalah hukum sosial.

tentang hukum sosial di kala berkabung di masa siaga COVID-19 ini, Iqbal punya ungkapan lugas.

“sudah kita yang berduka, kita juga yang disumpah-sumpahi keluarga dan teman, karena kita tak memberi kabar.”

Iqbal bercerita, kala ibunya dalam kondisi sakratul maut, dia tengah patroli dan menuju Posko COVID-19 di kecamatan Manggala.

Sekadar diketahui, sebagai sekretaris satuan polisi sipil kota, Iqbal dan sekitar 2100-an  personel satpol PP, berada di garda terdepan penegakan sanksi hukum PSBB.

Merekalah yang berpatroli membubarkan kerumunan, memaksa toko dan kedai ditutup, memantau rumah ibadah, serta keliling kota memantau kerumunan warga.

Nah, sebagai orang kedua di satuan polisi sipil kota itu. Iqbal harus jadi teladan.

“Saya tak pasang bendera putih di lorong. Saya tak sebar informasi duka ke keluarga, sahabat, dan tetangga. Bahkan di status facebook saya hanya, “hitam itu, bukan duka. tapi keikhlasan,”

Bahkan, kata Iqbal dia melarang semua saudara, untuk mendokumentasikan proses pemulasaran hingga pemakaman jenazah di Komplek Pekuburan Taeng, Gowa.

Sangking stricted-nya Iqbal untuk menerapkan  kebijakan PSBB ini, istri dan anaknya yang lagi ‘karantina rumah’ di Kompleks Bumi Tamalanrea Permai (BTP), baru dia beritahu saat ibunya sudah mulai dimandikan.

Dalam kondisi berduka ditinggal ibu kandung, Iqbal hanya meminta istrinya datang dengan alasan etis. 

“Saya kabari, kondisi ibu mertuamu sudah baikan. Dia minta kita datang ke sini sama cucunya. Dia rindu,” kata Iqbal memperlihat pesan whatsApp untuk sang istri yang juga Lurah di Sudiang, Biringkanaya, sekitar 16 km dari rumah duka.

Namun, Iqbal tak menyangka kabar duka terbatas yang dia tahan itu, justru membuatnya lebih emosional.

Pasalnya, saat sang istri dan anaknya turun dari mobil, dia melihat anaknya membawa bingkisan hasil hasta karya ‘learning from home”.

“Ayah manami nenek, ini saya bawakan hadiah lukisan, semoga cepat sembuh...” kata Zahiraa Alyaa (7 tahun), anak bungsu Iqbal sambil berlari ke ruang tengah.

Namun, di ruang tengah, murid kelas 2 SD Inpres Tamalanrea II, itu sudah menemukan sang nenek dalam kondisi berbaring kaku.

Putri bungsunya sudah menemukan sang nenek diselimuti kain  sarung dan sajadah hijau berlafadz “La Ilaha Illallah.”

Menyaksikan momen itu, Iqbal langsung lemas. 

“Saya menyesal juga, kenapa saya bohong,ke istri kalau Neneknya Alyaa sudah baikan.,” kata Iqbal dengan bola mata yang berair.

.

Pekerja Terdampak Covid-19 di Sulsel Sudah 14.504 Orang dan 1.106 Perusahaan

Pasien Positif Covid-19 di Sulsel Bertambah 56 Orang, Sinjai Langsung 6 Pasien Jumat 1 Mei 2020

Sesal Iqbal kembali membuncah, malam harinya.

Kala jenasah ibu, sudah 12 jam terbaring di pekuburan kamoung Taeng, tantenya dari Belopa, Luwu menelepon.

“Nak, Nenek di Balo-Balo, tadi meninggal dunia. Kabari ibumu nah.”

Iqbal kembali tafakkur. Rasa bersalahnya karena tak membagi kabar duka datang lagi.

Si tente dari kampung kalahiran ibunya di Bal-Balo, Belopa, Kabupatan Luwu, sekitar 320 km tenggara, Makassar, bahwa bibi almarhumah ibunya, baru saja meninggal dunia.

Dan, saat Iqbal mengabari bahwa, ibu kandungnya, justru sudah mendahului, sang nenek sehari sebelumnya, si tante pun berseloroh.. “Tegamu ya Nak, tidak kabari kami di kampung..”

Iqbal pun meminta maaf.

Menggunakan bahasa Bugis Belopa, Iqbal menjelaskan, dia sengaja menahan diri menyebar informasi duka ini, kerena tak ingin ‘acara belasungkawa’ di Makassar jadi salah satu penyambung mata rantai COVID-19. (*/thamzil thahir)

Berita Terkini