MAKASSAR, TRIBUN-TIMUR.COM - Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto akhirnya menyetujui penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar PSBB di Makassar, Sulawesi Selatan ( Sulsel ).
Disetujuinya PSBB di Makassar tertuang dalam SK Menteri Kesehatan RI Nomor HK.01.07/MENKES/257/2O2O
tentang Penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar di Wilayah Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 ( Covid-19).
SK tersebut tertanggal, 16 April 2020.
Kapan PSBB di Makassar mulai berlaku?
"Pembalasan Sosial Berskala Besar sebagaimana dimaksud Diktum KEDUA dilaksanakan selama masa inkubasi
terpanjang dan dapat diperpanjang jika masih terdapat bukti penyebaran," demikian penggalan isi SK Menteri Kesehatan RI.
"Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan."
Belum ada penjelasan dari Pj Wali Kota Makassar, Iqbal Suhaeb dan Gubernur Sulsel, Nurdin Abdullah terkait dengan teknis pelaksanaan PSBB di Makassar.
Menanggapi disetujuinya PSBB di Makassar, anggota Komisi IX DPR RI (bidang kesehatan dan ketenagakerjaan), Aliyah Mustika Ilham mengatakan, dirinya telah dihubungi Menteri Kesehatan RI, Terawan Agus Putranto, Kamis hari ini.
Ketua Departemen Bidang Kesehatan dan Ketenagakerjaan DPP Partai Demokrat itu mengakui telah mendesak Menkes agar PSBB di Makassar segera diterapkan.
Mantan Ketua Tim Penggerak PKK Kota Makassar itu telah menghubungi Gubernur Sulsel terkait dengan terbitnya SK ini.
Pelaksanaan PSBB tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) RI Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 ( Covid-19 ).
Berdasarkan Permenkes Nomor 9 Tahun 2020, pelaksanaan PSBB nantinya berlaku selama 14 hari sejak disetujui oleh Menkes.
Hal tersebut dilakukan selama masa inkubasi terpanjang, yakni 14 hari.
Selama PSBB juga dilakukan peliburan sekolah dan tempat kerja.
Juga pembatasan kegiatan keagamaan, pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum, pembatasan kegiatan sosial dan budaya, dan pembatasan moda transportasi.(*)