TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sulawesi Selatan (DPRD Sulsel) Muzayyin Arif merespon hasil pemodelan penyebaran Covid-19 yang dilakukan dua fakultas di Universutas Hasanuddin (Unhas), yakni Fakultas Kesehatan Masyarakat dan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
"Tanpa ada intervensi atau base line, perkiraan jumlah kasus positif di Sulsel 143.390 orang, lalu yang butuh masuk Rumah Sakit 28.678 orang dan perkiraan jumlah yang memerlukan penanganan intensif 5,736 orang," ujarnya via pesan WhatsApp, Selasa (7/4/2020).
Lalu bagaimana kita merespon hasil riset tersebut? Apakah tim kesehatan Sulsel kita bisa menangani pasien dalam jumah banyak? Bagaimana kesiapan Rumah Sakit Sayang Rakyat? Bagaimana kesiapan Dokter dan Perawatnya, termasuk APD yang diperlukan dalam penanganan pasien?
"Ada persoalan serius yang kami temui di masyarakat, banyak pertanyaan yang masyarakat ajukan. Utamanya terkait kesiapan pemerintah Sulsel menangani Covid-19 ini. Makanya ada lima desakan kami kepada Pemprov Sulsel," katanya.
Pertama, Pemprov Sulsel saat ini dinyatakan salah satu daerah yang masuk dalam zona merah, itu berarti terus bertambahnya warga Sulsel yang positif Covid-19. Setiap hari warga kita yang terinfeksi covid terus bertambah.
Jika tidak ada pengendalian serius, maka diprediksi jumlah yang terinfeksi akan terus bertambah. Di sisi lain Sulsel sebagai zona merah, upaya pengendalian arus keluar masuk orang di daerah sebagai upaya preventif nampaknya tidak terjadi dengan baik.
"Saya menyarankan penanganan di bandara dan pelabuhan harus lebih ketat. ada protap yg membatasi pergerakan orang. Kalau perlu, kita minta kementrian perhubungan menutup sementara bandara untuk penumpang umum," ujarnya.
Kedua, ia ditanya oleh warga, terkait ketersediaan alat test (rapid dan swab) apa langkah nyata Pemprov Sulsel? Sebab saat ini banyak ODP atau PDP yang terus berkeliaran. "Termasuk mereka yang terinfeksi tanpa gejala. Apakah kita bisa mengadakan rapid test massal?" ujarnya.
Ketiga, terkait APD. Dokter di beberapa rumah sakit yang ditemui mengeluh. Mereka takut memeriksa pasien yang napak gejala Covid karena APD yang terbatas. Seringkali jadinya pakai jas Hujan.
"Saat ini banyak UMKM konvenksi sekrang produksi lokal APD, apakah kita bisa berdayakan secara maksimal?" katanya.
Sebagai contoh, dengan dana swadaya-para ibu rumah tangga (IRT) di Kelurahan Allepolea, Kecamatan Lau Kab Maros, membuat masker untuk dibagikan ke rumah sakit.
"Mereka juga mampu merancang dan menjahit alat pelindung diri (APD) atau hazmat untuk dipakai tim medis yang menangani pasien dalam pengawasan maupun pasien positif Covid-19. Para emak-emak ini akan membuat 800 baju APD dari kain berstandar medis jenis spunbond, bahan dasar pembuatan hazmat," katanya.
Jadi, ibu-ibu penggiat UMKM jahit rupanya bisa mengupayakan hal tersebut, apalagi kalau ada industri yang lebih besar melakukan hal serupa.
Keempat, terkait arahan penggunaan masker.
"Perlu kiranya penegasan ke pemerintah daerah agar selain memerintahkan masyarakatnya menggunakan masker juga mengalokasikan APBD-nya untuk pengadaan masker bagi seluruh warga," ujarnya.(tribun-timur.com)
Laporan Wartawan Tribun-Timur.com, @fadhlymuhammad
Langganan berita pilihan tribun-timur.com di WhatsApp
Klik > http://bit.ly/whatsapptribuntimur
Follow akun instagram Tribun Timur:
Silakan Subscribe Youtube Tribun Timur:
(*)