Keris Kyai Naga Siluman Pangeran Diponegoro 150 Tahun Hilang Ditemukan, inilah Kehebatan Senjata itu

Editor: Ilham Arsyam
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Lukisan Pangeran Diponegoro

Keris Kyai Naga Siluman Pangeran Diponegoro 150 Tahun Hilang Ditemukan, inilah Kehebatan Senjata itu

TRIBUN-TIMUR.COM - Sebuah keris Kyai Naga Siluman milik Pangeran Diponegoro hilang 150 tahun, telah ditemukan di Belanda.

Selama 150 tahun keris Pangeran Diponegoro hilang, keris Kyai Naga Siluman dipulangkan ke tanah air.

Kini, keris Kyai Naga Siluman Pangeran Diponegoro diserahkan langsung ke Museum Nasional Indonesia.

Selama ratusan tahun keris Kyai Naga Siluman hilang kepunyaan Pangeran Diponegoro, resmi diserahkan ke Museum Nasional Indonesia di Jakarta, pada Kamis (5/3/2020).

Penyerahan keris Kiai Naga Siluman (Kyai Nogo Siloeman) itu dilakukan Duta Besar Indonesia untuk Belanda I Gusti Agung Wesaka Puja dan diterima langsung oleh Kepala Museum Nasional Indonesia Siswanto.

"Hari ini merupakan momentum yang bersejarah dengan kembalinya keris Pangeran Diponegoro sejak keluar dari Tanah Air kita 150 tahun lalu," kata I Gusti Agung Wesaka Puja sebagaimana dikutip BBC News Indonesia dari laman Historia.

Keris Kiai Naga Siluman diberikan Pangeran Diponegoro kepada utusan Jenderal De Kock, Kolonel Jan-Baptist Cleerens, setelah dirinya ditangkap pada 28 Maret 1830.

Oleh Cleerens, keris itu dihadiahkan kepada Raja Willem I pada 1831.

Reaksi Raja Willem acuh, ia bahkan tak mau menerima keris itu.

Keris itu kemudian disimpan di Koninklijk Kabinet van Zeldzaamheden (KKZ) atau koleksi khusus kabinet Kerajaan Belanda.

Setelah KKZ bubar, koleksinya tersebar ke sejumlah museum.

Namun banyak informasi mengenai koleksi ikut hilang, termasuk keris Kiai Naga Siluman yang diserahkan kepada Museum Volkenkunde di Leiden.

Pencarian kembali keris Kiai Naga Siluman dimulai pada 1984 oleh Peter Pott, kurator Museum Volkenkunde dan kemudian menjadi direktur museum.

Namun, penelitian Pott kemudian terhenti. Pencarian kembali dilakukan Prof. Susan Legene dari Vrije Universiteit Amsterdam, Johanna Leigjfeldt (2017) dan Tom Quist (2019).

Proses verifikasi

Kepastian bahwa keris Diponegoro ada di Belanda dibuktikan dari tiga dokumen penting.

Pertama, korespondensi antara De Secretaris van Staat dengan Directeur General van het department voor Waterstaat, Nationale Nijverheid en Colonies antara tanggal 11-15 Januari 1831.

Dalam korespondensi itu disebutkan bahwa Kolonel J.B. Clerens menawarkan kepada Raja Belanda Willem I sebuah keris dari Diponegoro.

Keris itu kemudian disimpan di Koninkelijk Kabinet van Zelfzaamheden (KKVZ). Setelah itu, pada 1883 keris ini diserahkan ke Museum Volkenkunde Leiden.

Dokumen kedua adalah kesaksian dari Sentot Prawirodirjo, mantan perwira perang Diponegoro, yang ditulis dalam bahasa Jawa kemudian diterjemahkan dalam bahasa Belanda.

Dalam surat itu Sentot menyatakan bahwa ia melihat sendiri Pangeran Diponegoro menghadiahkan Keris Kiai Naga Siluman kepada Kolonel Clerens.

Dokumen ketiga adalah catatan dari Raden Saleh, pelukis yang pernah tinggal di Belanda dan melukis penangkapan Pangeran Diponegoro. Catatan Raden Saleh ini dituliskan di bagian sisi kanan surat kesaksian Sentot Prawirodirjo.

Dalam catatan itu Raden Saleh yang telah melihat dengan mata kepala sendiri keris itu di Belanda menjelaskan makna Keris Kiai Naga Siluman dan ciri-ciri fisik keris itu.

Bikin Ratu Kidul Mundur

Dalam pemaparan laman Historia, yang diberikan akses menyaksikan wujud keris Kiai Naga Siluman, senjata itu berbahan dasar besi berwarna hitam dengan ukiran berwarna emas.

Terdapat wujud naga yang tubuhnya memanjang di sekujur bilah keris. Tubuh naga ini dulunya dilapisi emas namun sekarang hanya beberapa jejak emas yang tersisa.

Ada satu lagi wujud naga yang membuat keris ini dinamai Kiai Naga Siluman.

Ukiran naga itu tersembunyi di bagian bawah bilah keris yang berdekatan dengan gagang keris.

Sosok naga ini hanya bisa terlihat dari posisi tertentu.

Mengapa keris itu diberi nama siluman?

Melansir historia.id, dalam biografi Pangeran Diponegoro, Kuasa Ramalan, sejarawan Peter Carey mencatat kemungkinan karena Diponegoro dalam perjalanan berkelananya pada 1805 menginap satu malam di Gua Siluman (Guwo Seluman) di Pantai Selatan.

Gua Siluman disebut dalam Kidung Lelembut (Nyanyian Arwah) sebagai istana arwah di bawah kekuasaan dewi pantai selatan, Ratu Kidul, yang diperintah melalui wakilnya, Putri Genowati.

Ratu Kidul mendatangi Diponegoro dalam bentuk semburat cahaya.

Namun, Diponegoro demikian terserap dalam samadinya sehingga tak mempan digoda.

Dia pun mundur sambil berjanji bila saatnya tiba akan datang lagi kepadanya.

“Sebilah keris pusaka Diponegoro, yang kemudian diserahkan kepada Raja Belanda, Willem I, sebagai suatu lambang kemenangan dalam perang, konon bertatahkan nama Kanjeng Kiai Naga Siluman,” tulis Carey.

Keaslian keris Kyai Nogo Siloeman telah dikonfirmasi oleh Ketua Departemen Sejarah Universitas Gadjah Mada, Sri Margana yang tergabung dalam tim ahli dari Indonesia.

Pada 24 Februari lalu, Margana datang ke Belanda untuk memastikan keaslian keris tersebut.

Sri Margana, dalam keterangan tertulisnya yang disampaikan kepada BBC News Indonesia, mengaku memiliki sedikit perbedaan pendapat dengan tim peneliti Belanda tentang salah satu dari tiga binatang yang diukirkan pada keris itu.

"Tim sebelumnya menyatakan bahwa binatang ketiga itu adalah singa, harimau atau gajah. Namun setelah saya melihat langsung objeknya, saya dapat memastikan bahwa binatang yang diinterpretasikan sebagai gajah, singa atau harimau itu sebenarnya adalah Naga Siluman Jawa," papar Margana.

"Dari ukiran Naga Siluman Jawa ini saya berkeyakinan bahwa keris ini adalah keris Pangeran Diponegoro yang dinamai Naga Siluman itu," tulisnya.

Akan dipamerkan di Museum Nasional

Margana menambahkan, keris Kiai Naga Siluman tidak lebih penting dari keris Kiai Ageng Bondoyudo yang dikubur bersama jasad sang Pangeran di Makassar.

"Namun keris ini tampaknya keris yang biasa dipakai untuk bertempur, khusus jika dilihat secara fisik keris ini sudah mulus dan utuh," sebut Margana.

Semasa hidupnya, Pangeran Diponegoro memiliki sejumlah senjata berupa keris dan tombak. Sebagian besar pusakanya diberikan kepada putra dan putrinya.

Selain keris Kiai Naga Siluman, sang pangeran memiliki keris Kiai Bromo Kedali, keris Kiai Blabar, keris Kiai Wreso Gemilar, dan keris Kiai Hatim.

Keris yang turut dikubur bersama jasad Diponegoro adalah Kiai Ageng Bondoyudo.

Sejarawan Peter Carey mendata pusaka tersebut dalam biografi Pangeran Diponegoro, Kuasa Ramalan bagian apendiks XI.

Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hilmar Farid yang dikutip laman Historia menyebut keris itu rencananya akan dipamerkan saat pertemuan Raja Belanda Willem-Alexander dengan Presiden Joko Widodo, 10 Maret mendatang.

Selain itu, keris Naga Siluman akan dipamerkan secara khusus di Museum Nasional agar publik dapat menyaksikannya.

Dalam pameran yang sama juga akan ditampilkan sejumlah benda pusaka Diponegoro yang telah dikembalikan pada 1978.

Yakni tombak, pelana kuda dan payung kehormatan, serta tongkat Kyai Cokro yang telah dikembalikan pada 2015.

Pangeran Diponegoro bernama lengkap Bendara Pangeran Harya Dipanegara.

Ia lahir pada 11 November 1785 dari trah darah biru.

Pangeran Diponegoro adalah anak sulung dari Sultan Hamengkubuwana III, raja ketiga Kesultanan Yogyakarta.

Aura Keris Kyai Nogo Siloeman

Namanya mulai terkenal saat beliau mengobarkan Perang Jawa tahun 1825-1830.

Mengutip catalogue.nla.gov.au, Selasa (6/8/2019) gegara perang itu, VOC rugi besar hingga lama kelamaan bangkrut.

Sejak awal Pangeran Diponegoro memang sudah tak suka dengan penjajahan Belanda yang menyusahkan rakyat dengan memungut pajak tinggi.

Diponegoro semakin panas ketika Belanda mematok tanah miliknya di desa Tegalrejo secara sepihak.

Tak terima, Diponegoro kemudian mengobarkan Perang Sabil atau akrab di telinga kita sebagai Perang Jawa terhadap kolonial Belanda tahun 1825.

Perang selama 5 tahun ini dijuluki Belanda sebagai perang terbesar di Jawa.

Bayangkan saja, pasukan Diponegoro berhasil membunuh tak kurang dari 15.000 tentara Belanda dan kerugian materil amat tinggi yakni 20 juta gulden.

Sadar perang Jawa bakal merugikan, Belanda membuat tipu muslihat dengan menjebak pangeran Diponegoro dalam perundingan di Magelang tanggal 28 Maret 1830.

Namun bukannya berunding, Belanda di bawah Letnan Gubernur Markus de Kock menangkap Diponegoro.

Senjata Diponegoro dilucuti, termasuk sebuah keris pusaka bernama Kyai Nogo Siluman. 

Yang pernah menyentuh keris Kyai Nogo Siluman dan merasakan aura kesaktiannya adalah maestro seni lukis Indonesia, Raden Saleh saat dirinya masih di negeri Kincir Angin.

Ketika memegang keris Kyai Nogo Siluman, relung batin Raden Saleh bergejolak, hatinya bergetar.

"Kyai berarti tuan. Semua yang dimiliki seorang Raja memakai nama ini. Nogo adalah ular dalam dongeng dengan sebuah mahkota di kepalanya."

"Siloeman adalah sebuah nama yang terkait dengan bakat-bakat luar biasa, seperti kemampuan untuk menghilang dan seterusnya."

"Oleh karena itu, nama keris kyai Nogo Siluman berarti raja ular penyihir, sejauh hal itu dimungkinkan untuk menerjemahkan sebuah nama yang megah," beber Raden Saleh dalam : Awal Seni Lukis Modern Indonesia.

Artikel ini telah tayang di tribun-medan.com dengan judul "Setelah 150 Tahun Keris Kyai Naga Siluman Pangeran Diponegoro Akhirnya Dipulangkan ke Tanah Air"

Berita Terkini