TRIBUNSOPPENG.COM, MARIORIAWA - Di Kabupaten Soppeng, kurun sebulan terakhir terjadi dua kali kasus bunuh diri dengan cara yang berbeda. Pemicunya, diduga lantaran depresi akibat penyakit menahun yang diderita dan tak kunjung sembuh.
Salah satu Psikolog di Kota Makassar, Widyastuti, menyebutkan bunuh diri gara-gara depresi sesungguhnya bisa dicegah.
"Sebenarnya bunuh diri gara-gara depresi dapat dicegah seandainya lingkungan sekitarnya tanggap dengan kondisi yang dialami oleh yang bersangkutan," katanya kepada Tribun Timur, Senin (24/2/2020).
Keinginan untuk mengakhiri hidup bagi orang depresi memang cukup tinggi dan rentan. Terlebih, jika "si pesakitan" menganggap bahwa satu-satunya cara untuk sembuh adalah mengakhiri hidup.
"Karena bunuh diri terjadi pada orang depresi biasanya karena mereka merasa sudah tidak ada lagi jalan keluar. Apalagi jika lingkungan sekitar, utamanya keluarga tidak memberikan dukungan sosial kepada mereka," kata dosen di Fakultas Psikologi Universitas Negeri Makassar (UNM) itu.
Sebagaimana diketahui ada dua kasus bunuh diri akibat depresi lantaran penyakitnya tak kunjung sembuh.
Pertama, seorang IRT asal Desa Abanuange, Kecamatan Lilirilau, bernama Hasma (50) ditemukan di dalam sumur dalam keadaan tak bernyawa, Selasa (28/1/2020) lalu.
Pihak kepolisian menyimpulkan bahwa korban bunuh diri lantaran depresi dengan penyakit yang dideritanya.
"Dari informasi yang dihimpun, korban diduga bunuh diri. Menurut keterangan saudaranya bahwa korban selama ini mengalami depresi akibat sakit kepala atau migrain yang dideritanya selama tiga bulan terakhir," kata Kasat Reskrim Polres Soppeng, AKP Amri beberapa waktu lalu.
Teranyar, seorang petani asal Desa Laringgi, Kecamatan Marioriawa bernama Mahlan bin Lengking (65) ditemukan tergantung dengan tali nilon di sebuah dangau tak jauh dari kediamannya, Senin (24/2/2020).
"Menurut keterangan istrinya kepada kami, korban (Mahlan) sering kali mencoba melakukan bunuh diri," kata Kapolsek Marioriawa, AKP Syamsuddin.
Lebih lanjut, belakangan Mahlan merasa depresi dengan sakit yang sudah menahun dideritanya.
"Korban ini memang sakit-sakit, dan sudah lama," sambungnya.
Pihak keluarga Mahlan sendiri menolak untuk dilakukan autopsi. Mahlan pertama kali ditemukan oleh istrinya, Rahmatan (60). Kepada polisi, Rahmatan menyebutkan jika suaminya tersebut meninggalkan rumah pada pagi hari.