AM Sallatu
Penulis Buku Sulawesi Selatan Dalam Lintasa Perspektif
TRIBUN-TIMUR.COM - Setiap judul dalam ketiga perspektif saya, di buku ini, saya anggap masing-masing membawa pesan.
Walaupun saya sadar bahwa di sana-sini, saya juga telah berhipotesis bahkan berspekulasi. Tetapi itulah pencermatan dan kontempelasi saya tentang Sulawesi Selatan dalam sekitar satu dekade, terutama dalam tahun-tahun terakhir.
Sejatinya, saya ingin mencoba menyentuh kesadaran sidang pembaca bahwa mengelola pemerintahan tidaklah sesederhana tampilan realitas permasalahannya. Mengelola pembangunan tidaklah gampang, apalagi bila ingin digampang-gampangkan saja.
Adagium, bahwa investment is the all doctrine, sebagaimana banyak dikemukakan adalah suatu over simplification. Baik teori maupun dan apalagi realitas, percepatan pembangunan sama sekali tidak memiliki dasar pijakan validitas.
Pembangunan membutuhkan proses, bahkan jangka waktu yang panjang, setidaknya jangka menengah.
Saya tidak akan bosan mengungkapkan bahwa ‘apa yang benar pada skala nasional, tidak selalu benar pada skala wilayah atau lokal’. Sayangnya, pembangunan regional, pengembangan wilayah belum dipahami secara cermat dan cerdas.
Banyak realitas yang memperlihatkan bahwa pengampu kebijakan pemerintahan dan pembangunan, terutama pengambil keputusan, lalai memahami makna ‘No Easy Harvest’, tiada panen yang gampang.
Kepentingan masyarakat luas, terutama di lapisan bawah bukan sekedar pertumbuhan melainkan sejatinya esensi pembangunan yang terstruktur. Pembangunan adalah membangun tatanan, dan di daerah, membangun dan memperkuat struktur tatanan wilayah.
Di Indonesia, Alm Prof Ahmad Amiruddin adalah penggagas awal ‘wawasan kewilayahan’.
Dengan gagasan kewilayahan lah Prof Ahmad Amiruddin kemudian berpikir tentang pembangunan infrastruktur, dukungan dan kelestarian SDA, mengoptimalkan potensi SDM di Sulawesi Selatan. It is not the other way around.
Sulsel masih membutuhkan pemimpin dan kepemimpinan berwawasan dan berciri seperti Amiruddin. Almarhum adalah seorang pure scientist yang berkontempelasi sebagai Pamong bagi masyarakat Sulsel.
Pertumbuhan ekonomi yang demikian dibanggakan oleh pejabat pemerintah di daerah ini, adalah hasil para pelaku pembangunan termasuk masyarakat petani. Kontribusi pemerintah daerah kecil saja, karena itu sama sekali tidak boleh di-claim.
Pertumbuhan ekonomi bahkan masih bisa lebih tinggi, bila saja pemerintah di daerah ini, mampu menekan sekecil-kecilnya transaction cost yang masih ditanggung oleh pelaku pembangunan dan masyarakat.
Belum lagi pelayanan yang dipraktikkan yang masih menyesakkan dada. Perekonomian wilayah di Sulsel masih jauh dari perkembangan yang optimal.