TRIBUN-TIMUR.COM - Ayah prajurit TNI AD bernama Slamet Hari Natal dan dipanggil Slamet Yesus, siapa sangka ini agama dipeluknya.
Seorang bernama Slamet Hari Natal benar adanya.
Nama itu pemberian sejak dia lahir.
Pria 57 yang tinggal di Jalan Sangadi, Desa Wonomulyo, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang, Jawa Timur ( Jatim ) itu selalu menjadi perhatian menjelang Natal.
Pria yang sehari-hari bekerja sebagai tukang sampah tersebut memiliki nama unik yakni Slamet Hari Natal.
Oleh keluarganya, pria tersebut dipanggil Slamet.
Namun oleh temannya ia kerap disapa Slamet Yesus dan ada yang memanggilnya Natal.
“Saya dijuluki Slamet Yesus. Waktu SMP saya dipanggil Natal, bukan Slamet,” katanya saat ditemui, Senin (16/12/2019).
1. Kelahiran dibantu bidan Kristen Jawi Wetan
Slamet lahir pada 25 Desember 1962 di Rumah Welasasih milik Bu Kis Kiyo, seorang bidan di Desa Kebonsari, Tumpang.
Bu Kis Kiyo beragama Kristen Jawi Wetan.
Dari cerita ibunya, Ngatinah, nama Slamet Hari Natal berasal dari Bu Kis Kiyo, bidan yang membantu kelahirannya.
Saat itu, orangtuanya kesulitan cari nama.
Kata Selamat pun diganti Slamet karena lekat dengan logat Jawa.
“Saya diceritai oleh Mamak saya, kenapa saya diberi nama Slamet Hari Natal karena saya lahir pada saat Natal. Kebetulan yang menangani kelahiran saya orang Nasrani, Kristen Jawi Wetan. Waktu itu bidannya menyarankan dari pada sulit cari nama, kasih saja nama Slamet Hari Natal supaya gampang diingat. Begitu ceritanya,” kata Slamet Hari Natal.
Padahal, Slamet Hari Natal adalah seorang muslim atau beragama Islam.
2. Sering kesulitan urus administrasi
Karena namanya tidak lazim, Slamet Hari Natal mengaku sering kesulitan saat mengurus administrasi karena banyak yang menyangsikan bahwa namanya adalah Slamet Hari Natal.
"Setiap saya mengurus sesuatu yang membutuhkan KTP selalu begitu. 'Ini sungguh-sungguh atau hanya main-main'," kata Slamet Hari Natal menirukan ucapan petugas, saat ditemui di rumahnya, Selasa (27/12/2016).
Selain itu biasanya urusannya akan lebih lama karena semua petugas ingin tahu namanya yang tercetak di KTP.
"Setiap ngurus KTP, selalu ada kendala. Orang itu setengah tidak percaya. Kok ada nama seaneh ini. Ada nama kok seperti ini," ungkapnya.
Bahkan ia harus mengirim foto KTP untuk anakanya yang bertugas sebagai prajurit TNI AD di Kalimantan untuk mempermudah pengurusana administrasi.
"Setiap anak saya mengajukan apa, ditanyain orangtuanya. Lalu dintanyain, sungguh ta namanya ini. Sampai KTP saya dikirim ke Kalimantan," ungkapnya.
3. Sering kesulitan urus administrasi
Karena namanya tidak lazim, Slamet Hari Natal mengaku sering kesulitan saat mengurus administrasi karena banyak yang menyangsikan bahwa namanya adalah Slamet Hari Natal.
"Setiap saya mengurus sesuatu yang membutuhkan KTP selalu begitu. 'Ini sungguh-sungguh atau hanya main-main'," kata Slamet Hari Natal menirukan ucapan petugas, saat ditemui di rumahnya, Selasa (27/12/2016).
Selain itu biasanya urusannya akan lebih lama karena semua petugas ingin tahu namanya yang tercetak di KTP.
"Setiap ngurus KTP, selalu ada kendala. Orang itu setengah tidak percaya. Kok ada nama seaneh ini. Ada nama kok seperti ini," ungkapnya.
Bahkan ia harus mengirim foto KTP untuk anakanya yang bertugas sebagai prajurit TNI AD di Kalimantan untuk mempermudah pengurusana administrasi.
"Setiap anak saya mengajukan apa, ditanyain orangtuanya. Lalu dintanyain, sungguh ta namanya ini. Sampai KTP saya dikirim ke Kalimantan," ungkapnya.
Tak menyesal dengan namanya
Dari pernikahannya dengan Setiyowati, Slamet Hari Natal memiliki 3 orang anak.
Si sulung bernama Arif Wendi Yunianto dan anak kedua adalah Nova Dewi Nur Ayomi Ayu.
Sementara anak bungsunya bernama Guruh Teddy yang saat bertugas di Kalimantan Utara sebagai prajurit TNI Angkatan Darat.
Kepada Kompas, Slamet Hari Natal mengaku tak menyesal menyandang nama yang tak biasa.
Ia menganggap nama hanyalah tanda yang melekat di dirinya karena yang terpenting adalah perilaku dan tutur katanya.
“Bagi saya nama hanya tanda. Baik tidaknya orang bukan dari nama, tapi dari perilaku dan tutur kata,” katanya.
Selain itu ia mengatakan bahwa panggilan yang ditujukan kepadanya tidak dimaksudkan untuk menistakan agama tertentu.
"Di dalam hati saya, agama itu pegangan masing-masing orang. Kalau masalah kemanusiaan, kita bersama," ujarnya.(*)