TRIBUN-TIMUR.COM - Blak-blakan Mahfud MD Ungkap Gagal Jadi Wapres Jokowi 2, Karena Ditolak Golkar & Akbar Tanjung?
Prof Mahfud MD pernah menanggung malu gara-gara batal menjadi Calon Wapres Jokowi Jilid 2.
Padahal dikabarkan Mahfud MD sudah menyiapkan baju putih baju kebesaran pendamping Jokowi saat itu.
Apa sebenarnya yang terjadi?
• Rocky Gerung Ungkap Tanda-tanda Presiden Jokowi Ingin Lepas dari Megawati, Cek Video
• LINK Live Streaming TV Online Drawing 16 Besar Liga Champions di Situs UEFA, Tonton Lewat HP
Banyak versi yang beredar dan sekarang Mahfud MD mengklarifikasi apa yang sebenarnya terjadi.
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan ( Menko Polhukam) Mahfud MD mengungkapkan ihwal kegagalannya menjadi calon wakil presiden pada Pilpres 2019 lalu.
Dari informasi yang diperoleh Kompas.com, ada salah satu partai politik yang menolak Mahfud mendampingi Presiden Joko Widodo.
"Perlu saya klarifikasi. Saya memang mendengar dari Bang Akbar Tandjung, katanya memang Golkar termasuk yang menolak saya jadi wapres, karena dulu (dibilang) saya ikut Gus Dur (Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid) mau membubarkan Golkar. (Tapi) saya bantah," kata Mahfud dalam wawancara khusus dengan Kompas.com di Kantor Kemenko Polhukam, pada 5 Desember lalu.
Menurut Mahfud, di dalam buku yang diterbitkan pada 2003, ia justru menjadi pihak yang paling keras menolak rencana Gus Dur mengeluarkan dekrit untuk membubarkan Golkar.
Ia menilai, kondisi Gus Dur berbeda dengan Presiden Soekarno saat hendak membubarkan parpol.
Ketika itu, Bung Karno mendapat dukungan penuh dari tentara dan polisi.
Namun tidak demikian dengan Gus Dur.
"Bahkan, ketika Gus Dur keluarkan dekrit itu, saya di Surabaya. Saya tetap bilang, 'Jangan keluarkan'. Itu ada bukunya. Jadi, bukan saya baru bilang sekarang," ungkap Mahfud
"Jadi kalau dibilang orang Golkar menolak saya karena dekrit itu alasannya, tidak juga, karena saya tidak setuju dekrit itu. Tapi begitu dekrit keluar, karena saya menteri, ya saya bela dong Gus Dur," imbuh dia.
Meski demikian, Mahfud menegaskan, saat ini persoalan perbedaan pandangan dengan parpol itu sudah selesai.
"Oh, sekarang sudah selesai. Semua partai dengan saya selesai, ndak ada masalah," tandasnya.
Setelah gagal menjadi cawapres, Mahfud sempat mendengar dirinya akan diminta oleh Presiden Jokowi untuk menjadi Jaksa Agung.
Namun, rencana itu berubah.
Sebelum ditunjuk menjadi Menko Polhukam, Mahfud MD merupakan salah satu kandidat calon wakil presiden pendamping Joko Widodo (Jokowi) dalam Pilpres 2019.
Posisinya menguat hingga detik-detik terakhir, sebelum akhirnya Koalisi Indonesia Kerja memilih Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin sebagai cawapres pendamping Jokowi.
Mahfud mengakui bahwa keputusan soal cawapres Jokowi muncul di last minute. Hingga menit-menit terakhir itu, dia bahkan sudah diminta bersiap.
Sosok dari kalangan Nahdliyin ini juga sudah mendapat kabar terkait persiapan apa yang harus dilakukan saat mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Salah satunya, ada rencana Jokowi bersama Mahfud akan naik sepeda ke Gedung KPU.
Pada saat terakhir, dia disebut tidak mendapatkan dukungan dari partai pengusung Jokowi.
Sumber di koalisi pada saat itu menyebut penolakan disampaikan sejumlah tokoh partai politik.
Batallah Mahfud menjadi cawapres Jokowi di Pilpres 2019 dan muncul nama Ma'ruf.
Singkat cerita, waktu berlalu hingga Jokowi-Ma'ruf terpilih menjadi pemenang Pilpres 2019.
Nama Mahfud MD ternyata mencuat lagi. Dia diprediksi masuk ke dalam kabinet. Yang sempat beredar, Mahfud MD disiapkan menjadi Jaksa Agung.
Namun, saat nama-nama pengisi Kabinet Indonesia Maju dibacakan, ternyata dia dipilih menjadi Menko Polhukam.
Mahfud MD dan Prabowo Kian Kompak
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menemui Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD, Jumat (13/12/2019) kemarin.
Pertemuan keduanya berlangsung kurang lebih 20 menit, membahas berbagai hal termasuk tiga warga negara Indonesia yang saat ini disandera oleh Kelompok Abu Sayyaf di Filipina.
Prabowo Subianto menuturkan dalam pertemuan tersebut dia dan Mahfud membahas sejumlah hal penting terkait pertahanan dan keamanan. Termasuk membahas tiga WNI yang ditawan kelompok Abu Sayyaf. "Bahasan yang kedua sudah berita umum, ada tiga warga negara kita disandera di Filipina," Prabowo menjelaskan.
Saat ini pemerintah Indonesia masih mencari cara untuk membebaskan tiga nelayan warga negara Indonesia yang disandera oleh Kelompok Abu Sayyaf di Filipina Selatan. Tiga nelayan itu adalah Maharudin Lunani (48), Muhammad Farhan (27) dan Samiun Maneu (27). Mereka diculik saat memancing udang di Pulau Tambisan, Lahad Datu, Sabah, Malaysia pada 24 September 2019.
Senin (9/12/2019) lalu Menkopolhukam Mahfud MD mengatakan langkah penyelamatan dan pembebasan tanpa mengorbankan satu jiwa sama sekali masih berproses.
Mahfud mengatakan Kelompok Abu Sayyaf masih menutup diri. Mahfud juga menegaskan pemerintah tidak akan menuruti Kelompok Abu Sayyaf yang meminta tebusan sebesar Rp8,3 miliar.
Saat bertemu, Mahfud dan Prabowo juga membahas kontrak lama terkait alat utama sistem persenjataan yang bermasalah. "Satu di antaranya ada masalah dengan beberapa kontrak lama di luar negeri. Ini perintah Bapak Presiden," kata Prabowo.
Prabowo menjelaskan harga alutsista terlalu mahal. Oleh karena itu Kementerian Pertahanan mengkaji kembali persoalan tersebut."Kita diperintah menegosiasikan kembali oleh Bapak Presiden. Kita adalah pelaksana, jadi kita harus pandai-pandai untuk menjaga kepentingan nasional," ujar Prabowo.
Pelanggaran HAM
Selain bertemu dengan Prabowo Subianto, Mahfud MD juga bertemu dengan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin dan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Ahmad Taufan Damanik. Taufan menuturkan pertemuan tersebut menghasilkan kesepakatan untuk membahas lagi kasus-kasus pelanggaran hak asasi berat masa lalu.
Pembahasan kasus tersebut dilakukan satu per satu dalam pertemuan selanjutnya. Pembahasan kasus ini nanti dilakukan untuk mengklasifikasikan kasus yang bisa dibawa ke pengadilan HAM dan kasus yang bisa diselesaikan lewat Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Komisi tersebut saat ini sedang dikaji oleh pemerintah.
"Mana yang bisa dengan jalan Undang-Undang nomor 26 tahun 2000 (Undang-Undang Pengadilan HAM) atau dengan wacana KKR, sehingga belum ada kata-kata atau substansi," ujar Taufan.
"Kita sepakat akan meneruskan pembahasan tiga pihak atau ada pihak lain," sambung Taufan yang mengatakan pertemuan tersebut kemungkinan digelar pada Januari 2020.
Baca: Ternyata Hukuman Mati untuk Koruptor Sudah Ada di Indonesia, Mahfud MD: Tak Perlu Pasal Baru.
Kelompok militan Abu Sayyaf (Tribun Manado.Com)
Dalam pertemuan, Taufan mengatakan tiga pihak sepakat untuk duduk bersama menyelesaikan 11 berkas pelanggaran HAM berat masa lalu dan dua berkas pelanggaran HAM lainnya.
Ketika ditanya terkait pertemuan tersebut, Mahfud mengatakan pertemuan tersebut adalah pertemuan biasa. "Pertemuan biasa. Tidak semua harus dibuka ke publik," kata Mahfud usai pertemuan tersebut.
Senada dengan itu, Burhanuddin mengatakan ia hanya berbincang dengan Mahfud dan Komisioner Komnas HAM. "Mengobrol saja," kata Burhanuddin. (*)
• Rocky Gerung Ungkap Tanda-tanda Presiden Jokowi Ingin Lepas dari Megawati, Cek Video
• LINK Live Streaming TV Online Drawing 16 Besar Liga Champions di Situs UEFA, Tonton Lewat HP
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Cerita di Balik Kegagalan Mahfud MD Jadi Cawapres Jokowi...",