Sebatang Kara, Nenek Isa di Maros Tinggal di Gubuk Reyot, Bertahan Hidup dari Belas Kasihan Tetangga

Penulis: Amiruddin
Editor: Arif Fuddin Usman
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sebatang Kara, Nenek Isa di Maros Tinggal di Gubuk Reyot, Bertahan Hidup dari Belas Kasihan Tetangga

TRIBUN-MAROS.COM - Perjuangan hidup seorang nenek 80 tahun di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan (Sulsel) selayaknya mendapat perhatian pemerintah.

Warga Maros tersebut bernama, Isa (80). Nenek ini bertahan hidup dengan mengandalkan belas kasihan tetangganya.

Nenek Isa, begitu ia biasa disapa oleh tetangganya, tinggal di Lingkungan Butta Toa Selatan, Kelurahan Pettuadae Kecamatan Turikale, Maros.

Jangan Lakukan Ini saat Buat Akun CPNS 2019 di sscasn.bkn.go.id , Perhatian Pendaftar Formasi SMA

BREAKING NEWS: Dua Rumah Panggung Terbakar di Majauleng, Satu Orang Tewas

Rumah Nenek Isa, diperkirakan hanya sekitar 1 KM dari kantor Bupati Maros, di bilangan Jl Jenderal Sudirman, Turikale.

Rumahnya tak ubahnya dengan gubuk tua yang reyot. Berbahan potongan balok dan seng-seng bekas.

Gubuk berukuran 3x3 meter itu, ditempati Nenek Isa sejak dua tahun terakhir.

"Tanah ini milik warga bernama Dg Supu yang kasihan dengan keadaan saya. Saya juga tidak punya pekerjaan," kata Nenek Isa, saat ditemui tribun-maros.com, Selasa (12/11/2019).

Untuk makan saja, Nenek Isa hanya mengandalkan pemberian tetangganya.

Begitupun dengan uang untuk beli beras, dan kebutuhan dapur lainnya.

Live Streaming ILC TV One Malam Ini Anies Tak Putus Dirundung Tuduhan, Kabar Buruk William Aditya

4 LINK Live Streaming Live TV Online Liga 1 Persib vs Arema FC - Laga Pincang dan Tamu Sarat Kutukan

"Kalau ada yang kasih uang, itulah saya pakai beli beras," ujarnya.

Di gubuk tua miliknya, Nenek Isa mengaku tak memiliki gas elpiji untuk dipakai memasak.

Selain tak punya uang, ia juga takut menggunakan elpiji.

"Lebih baik saya pakai kayu bakar. Tak perlu biaya, dan gampang diperoleh nak," tuturnya.

Sebelum menetap di Maros, Nenek Isa mengaku tinggal di Daya, Kota Makassar.

Saat itu, ia ikut bersama suaminya, Mamma'.

Pernikahannya dengan Mamma' sempat dikaruniai buah hati.

Tetapi, anaknya yang diperkirakan baru berusia empat tahun, dipanggil Tuhan Yang Maha Esa.

Ia meninggal dunia gegara penyakit cacar yang dideritanya.

Sekitar delapan tahun yang lalu, Nenek Isa juga dipisahkan oleh maut dengan suaminya.

"Suami saya meninggal dunia delapan tahun lalu. Sejak saat itu, saya berusaha bertahan hidup dengan menjual sirih di Pasar Daya," tuturnya.

Tetapi, Nenek Isa tak bertahan lama sebagai penjual sirih di Pasar Daya.

Nenek Isa memutuskan pulang ke kampung halamannya di Maros, seiring dengan usianya yang semakin uzur.

Nenek Isa mengaku, sempat tinggal di rumah kerabatnya. Namun itu tak bertahan lama.

"Lebih baik tinggal di tempat sendiri, tidak menyusahkan keluarga, meskipun kondisinya begini," tambahnya.

Saat hujan, kata dia, di rumahnya tersebut terkadang terkena hujan.

Apalagi atap rumahnya yang hanya berbahan seng bekas, terlihat banyak yang bocor.

"Saya siapkan memang baskom atau ember untuk menadah air hujan. Biasa juga saya lari ke luar rumah kalau hujan dan angin kencang," tuturnya.

Nenek Isa menambahkan, ia pernah mendapat bantuan beras miskin atau raskin. Tapi itu hanya beberapa kali saja dapat.

"Sekarang sudah tidak ada lagi bantuan yang saya terima nak," ujarnya.

Nenek Isa berharap, suatu saat ia bisa menempati rumah yang layak seperti warga Maros lainnya.

"Saya tentu berharap bisa tinggal di tempat yang layak nak. InsyaAllah nanti kalau diberi rezeki oleh Allah SWT," tutupnya.

Pantauan tribun-maros.com, di dalam gubuk Nenek Isa, terdapat dua tempat tidur.

Di bagian atap, terlihat terpal yang dibentangkan sebagai plafon, agar tidak kepanasan.

Atap rumahnya pun hanya potongan seng yang mulai bocor dan berkarat.

Spanduk bekas juga terlihat dijadikan dinding di gubuk Nenek Isa. (*)

Laporan Wartawan Tribun Timur, @amir_eksepsi

Berita Terkini