Tarif Terbaru Iuran BPJS Kesehatan, Berlaku Januari 2020, Ada Sanksi 'Bikin Repot' Jika Telat Bayar
TRIBUN-TIMUR.COM-Pemerintah berencana menaikan iuran peserta BPJS Kesehatan mulai awal tahun 2020.
Langkah itu diambil karena dianggap paling tepat untuk mengatasi permasalahan defisit keuangan BPJS Kesehatan.
Sebab, keuangan BPJS Kesehatan selama dua tahun belakangan terus berdarah-darah. Pada 2018 lalu, defisit keuangan lembaga tersebut mencapai Rp 18,3 triliun.
Bahkan, di tahun ini defisit keuangan BPJS Kesehatan diperkirakan membengkak menjadi Rp 32 triliun. Diharapkan, dengan kenaikan iuran tersebut pemerintah tak perlu lagi menyuntikan dana ke BPJS Kesehatan.
Saat ini, untuk peserta kelas III dikenakan iuran Rp 25.500 per bulannya. Jika dinaikkan, maka peserta harus membayar Rp 42.000.
Lalu, untuk peserta kelas II saat ini dikenakan iuran sebesar Rp 51.000 per bulannya. Setelah dinaikkan, peserta harus membayar Rp 110.000.
Selanjutnya, bagi peserta kelas I saat ini harus merogoh kocek Rp 80.000 per bulannya. Nantinya, iuran tersebut akan naik menjadi Rp 160.000 per bulannya.
Rencana kenaikan ini pun mendapat penolakan dari masyarakat. Pasalnya, kenaikan iuran itu dianggap membebani dan menurunkan daya beli masyarakat.
Namun, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris meyakini kenaikan iuran tersebut masih terjangkau bagi masyarakat. Sebab, jika dihitung perharinya, biaya yang dikeluarkan masyarakat masih relatif terjangkau.
“Narasi iuran ini untuk kelas I masyarakat non formal kurang lebih Rp 5.000 per hari. Untuk dana pemeliharaan diri hanya Rp 5.000 per harinya,” ujar Fahmi di Jakarta, Senin (7/10/2019) dikutip dari Kompas.com.
Selanjutnya, untuk peserta kelas II diwajibkan membayar iuran sebesar Rp 110.000 tiap bulannya. Kata Fahmi, jika dikalkulasikan dalam tiap harinya, para peserta cukup menyisihkan dana sekitar Rp 3.000.
“Untuk kelas III sekitar Rp 1.800-1.900 per hari,” kata Fahmi.
Apalagi jika masyarakat yang benar-benar tak mampu iurannya akan dibayarkan oleh pemerintah. Masyarakat tersebut masuk dalam kategori Penerima Bantuan Iuran (PBI).
Atas dasar itu, Fahmi menilai kenaikan ini tak akan membebani masyarakat.
“Kalau iuran dinaikkan seperti yang diusulkan, pemerintah berkontribusi hampir 80 persen. Jadi salah besar kalau beban ini dibebankan ke masyarakat. Pemerintah tetap didepan untuk menyelsaikan masalah ini,” ucap dia.
Fahmi menilai tak ada cara lain untuk menyelamatkan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) selain menaikan iurannya.
Menurut dia, faktor utama yang menyebabkan keuangan BPJS Kesehatan berdarah-darah karena iuran yang dibayarkan masyarakat tak sesuai.
Fahmi membeberkan, berdasarkan data yang dimilikinya pada 2016 lalu, seharusnya peserta BPJS kelas III non formal iuran idealnya sebesar Rp 56.000 per bulannya.
Namun, pemerintah memutuskan agar iuran untuk peserta kategori tersebut hanya sebesar Rp 25.500 per bulannya.
Lalu, untuk peserta kelas II kategori non formal seharusnya membayar iuran Rp 63.000. Namun, pemerintah memutuskan agar iuran peserta kategori tersebut hanya dibebankan membayar Rp 51.000 per bulannya.
“Itu artinya sudah diskon. Diskonnya Rp 12.000,” kata Fahmi.
Sanksi Jika Telat Bayar
Pemerintah tengah menyiapkan aturan yang secara otomatis bisa memberi sanksi terhadap penunggak iuran BPJS Kesehatan ketika membutuhkan pelayanan publik, seperti perpanjangan SIM, pembuatan paspor, dan IMB.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris mengatakan, pemberlakuan sanksi layanan publik itu untuk meningkatkan kolektabilitas iuran peserta BPJS Kesehatan dari segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU).
"Inpresnya sedang diinisiasi untuk sanksi pelayanan publik. Selama ini sanksi ada, tapi hanya tekstual tanpa eksekusi karena itu bukan wewenangnya BPJS," kata Fachmi.
Melalui regulasi instruksi presiden ini, pelaksanaan sanksi layanan publik akan diotomatiskan secara daring antara data di BPJS Kesehatan dan basis data yang dimiliki oleh kepolisian, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil, Badan Pertanahan Negara, dan lain-lain.
Maka, apabila ada seseorang yang ingin mengakses layanan publik, seperti memperpanjang SIM tapi masih menunggak iuran, sistem yang terintegrasi secara daring tidak bisa menerima permintaan tersebut.
Sanksi layanan publik tersebut sebenarnya sudah tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 86 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif kepada Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara dan Setiap Orang, Selain Pemberi Kerja, Pekerja, dan Penerima Bantuan Iuran Dalam Penyelenggaraan Jaminan Sosial.
Regulasi itu mengatur mengenai sanksi tidak bisa mendapatkan izin mendirikan bangunan (IMB), surat izin mengemudi (SIM), sertifikat tanah, paspor, dan surat tanda nomor kendaraan (STNK) bila menunggak membayar iuran BPJS Kesehatan.
Namun, Fachmi menyampaikan bahwa tidak ada satu pun sanksi tersebut yang pernah dilaksanakan karena institusi terkait yang memiliki wewenang.
Hasilnya, tingkat kolektabilitas iuran peserta mandiri atau PBPU yang berjumlah 32 juta jiwa hanya sekitar 50 persen. Fachmi menekankan pentingnya sanksi bagi peserta yang tidak mau membayar iuran.
Dia mengambil contoh jaminan sosial negara lain seperti Korea Selatan yang sebelumnya kolektabilitas hanya 25 persen menjadi 90 persen ketika menerapkan sanksi untuk kolektabilitas.
Di Korea Selatan, pemerintah diberikan wewenang untuk mengakses rekening peserta jaminan sosial dan langsung menarik besaran iuran dari dana pribadi bila orang itu mampu membayar.
Contoh lain, di salah satu negara Eropa, kepatuhan membayar iuran jaminan sosial menjadi syarat untuk meneruskan pendidikan di perguruan tinggi.
Saat ini BPJS Kesehatan juga telah menerapkan sistem autodebet bagi peserta yang baru mendaftar. Akun bank peserta secara otomatis akan berkurang jumlahnya untuk membayar iuran kepada BPJS Kesehatan.
Namun, sistem autodebet tersebut masih memungkinkan gagal apabila peserta sengaja tidak menyimpan uang di nomor rekening yang didaftarkan lalu membuka akun bank baru.
Oleh karena itu, Fachmi berharap pada regulasi mengenai automasi sanksi yang akan meningkatkan kepatuhan dan kepedulian masyarakat dalam membayar iuran.
BOCORAN Nama-nama Menteri Kabinet Kerja Jilid II Jokowi, PDIP Dapat Jatah 4 Menteri, Siapa Mereka?
Sumur Harta Syahrini Dibongkar Nikita Mirzani dan Lee Jeong Hoon, Sebut Pria Lain Bukan Reino Barack
Pendaftaran CPNS 2019 Dibuka Mulai November,Jangan Lakukan Ini Agar Bisa Lulus Seleksi Administrasi!
Follow akun instagram Tribun Timur:
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Iuran BPJS Kesehatan Naik, Masyarakat Untung atau “Buntung”?", https://money.kompas.com/read/2019/10/08/063700926/iuran-bpjs-kesehatan-naik-masyarakat-untung-atau-buntung?page=all.
Penulis : Akhdi Martin Pratama
Editor : Erlangga Djumena