Kisah Penemuan 7 Jenderal TNI Pahlawan Revolusi Korban G30S oleh Pahlawan Asal Sulsel Maulwi Saelan
Terdapat tujuh jenderal TNI yang menjadi korban keganasan peristiwa Gerakan 30 September 1965 atau yang dikenal dengan G30S.
Kisah Penemuan 7 Jenderal TNI Pahlawan Revolusi Korban G30S oleh Pahlawan Asal Sulsel, Maulwi Saelan
TRIBUN-TIMUR.COM - Terdapat tujuh jenderal TNI yang menjadi korban keganasan peristiwa Gerakan 30 September 1965 atau yang dikenal dengan G30S.
Jenderal (anm.) Ahmad Yani, Letnan Jenderal (anm.) R. Suprapto, Letnan Jenderal (anm.) M.T. Haryono, Letnan Jenderal (anm.) S. Parman, Mayor Jenderal (anm.) D.I. Pandjaitan, Mayor Jenderal (anm.) Sutoyo Siswomiharjo, Brigadir Jenderal (anm.) Katamso Darmokusumo.
Selain tujuh jenderal di atas, Partai Komunis Indonesia atau PKI juga menghabisi sejumlah anggota TNI dan Polri lain.
Baca: G30SPKI - Bertahun-tahun Tayang di Era Soeharto Namun Fakta Besar Ini Tak Terungkap di Film G30S/PKI
Baca: Inilah Sosok Anak Buah Prabowo Subianto Mau Lengserkan Jokowi Jelang Pelantikan Presiden, Suka Hitam
Yakni Ajun Inspektur Polisi (AIP) Karel Satsuit Tubun, Kapten Pierre Tendean, dan Kolonel Sugiono.
Bahkan, Putri jenderal TNI AH Nasution, Ade Irma Suryani Nasution juga harus bersimbah darah karena ditembak PKI saat malam G30S/PKI
Gugurnya tujuh jenderal TNI saat gerakan 30 September alias G30S/PKI membuat presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno menjadi bersedih.
Kesedihan Presiden Soekarno atas gugurnya tujuh jenderal TNI korban G30S/PKI diungkap dalam buku bertajuk 'Maulwi Saelan Penjaga Terakhir Soekarno', Penerbit Buku Kompas 2014
Maulwi yang merupakan pengawal pribadi Bung Karno, mengatakan kalau presiden Soekarno sangat sedih sekali atas nasib yang menimpa para jenderal TNI yang diculik.
“Presiden sedih sekali atas nasib para jenderal yang diculik, khususnya Jenderal Ahmad Yani, jenderal yang amat disayanginya.
Baca: Lowongan Kerja SMA D3 S1 - BUMN PT Pegadaian Butuh Karyawan, Daftar Online, Ini Benefif Jika Lulus
Baca: G30S/PKI, Kisah Heroik Istri AH Nasution, Piere Tendean, dan Ade Irma Suryani Ditembak Cakrabirawa
Karena nasib para jenderal dan seorang perwira pertama belum diketahui, Presiden memerintahkan saya untuk mencari tahu nasib mereka." tulis Maulwi dalam bukunya.
Pada 2 Oktober 1965, Presiden Soekarno telah memanggil semua Panglima Angkatan Bersenjata bersama Waperdam II Leimena dan para pejabat penting lainnya dengan maksud segera menyelesaikan persoalan apa yang disebut Gerakan 30 September.
Tindakan Bung Karno itu merupakan langkah standar karena dirinya adalah selaku Panglima Tertinggi ABRI.
“Pada tanggal 3 Oktober 1965 pagi, saya menghadap Presiden Soekarno, menyampaikan laporan tentang perkembangan terakhir termasuk penemuan seorang agen polisi,” kata Maulwi yang menjabat sebagai pengawal pribadi Bung Karno dan Wakil Komandan pasukan Tjakrabirawa.
Setelah mempelajari keterangan seorang agen polisi yang bernama Sukitman, Maulwi bersama Letnan Kolonel Ali Ebram dan Sersan Udara PGT Poniran menumpang Jip Toyota No.2 berangkat menuju Halim Perdanakusuma.