Ada Apa dengan Jokowi? Cepat Setujui Revisi UU KPK, Benar Tak Berani Lawan Parpol Pendukung?
TRIBUN-TIMUR.COM,- SIKAP Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait proses seleksi calon pimpinan (Capim) Komisi Pemberantasan Korupsi serta pembahasan revisi Undang-undang KPK menuai beragam tanggapan.
Direktur Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti menilai Jokowi 'terbelenggu' kepentingan di DPR.
Baca: Dicerca Setelah Isu Setujui Revisi UU KPK, Pembelaan Diri Jokowi, Klaim Tolak 4 Poin, Faktanya?
Baca: Apa Maksud Pasha Wakil Wali Kota Palu Sebut Sandiaga Senyap Tapi Ada Disana Beri Bantuan Anies Juga
Ia pun mengkritisi sikap Jokowi dalam mempertimbangkan nama capim KPK.
Pernyataan tersebut ia sampaikan dalam diskusi bertajuk 'Jokowi dan Pelumpuhan KPK', di Kantor Formappi, Jakarta Pusat, Jumat (13/9/2019).
Ray Rangkuti melihat Jokowi tidak melakukan koreksi terhadap nama-nama capim KPK yang diberikan kepadanya.
"Posisi Presiden tampak betul seperti tidak berdaya. Beliau menerima 10 nama tanpa koreksi (dan) langsung dikirim ke DPR," ujar Ray Rangkuti.
Padahal, lanjutnya, banyak pihak menilai nama-nama tersebut menuai polemik karena rekam jejaknya.
"Nama yang muncul (itu) nama yang paling banyak dikritik publik," kata Ray Rangkuti.
Ray Rangkuti menilai Presiden Jokowi kali ini tidak berdaya menghadapi partai politik (parpol) di DPR.
Padahal, lanjutnya, banyak pihak menilai nama-nama tersebut menuai polemik karena rekam jejaknya.
"Nama yang muncul (itu) nama yang paling banyak dikritik publik," kata Ray Rangkuti.
Ray Rangkuti menilai Presiden Jokowi kali ini tidak berdaya menghadapi partai politik (parpol) di DPR.
"Di luar itu, cepatnya Presiden merespons surat dari DPR yang meloloskan 2 RUU, RUU MD3 dan RUU KPK, juga menunjukkan mulai tidak berdayanya Jokowi di hadapan parpol," ulas Ray Rangkuti.
Sebenarnya, Jokowi masih memiliki waktu untuk mempertimbangkan keputusannya dalam menanggapi apa yang disodorkan kepadanya.
Tentunya hal itu bisa dilakukan, kata Ray Rangkuti, jika Jokowi tidak terbelenggu kepentingan yang ada di DPR.
"Kalau misalnya Presiden tidak tersandera, dan kalau berpikir secara jernih, setidaknya beliau menunda," ucap Ray Rangkuti.
Menurutnya, Jokowi masih memiliki waktu cukup lama untuk tidak mengirimkan Surat Presiden (Supres) terkait persetujuannya terhadap RUU KPK.
Namun, hal yang terjadi malah sebaliknya, Jokowi dengan gesit langsung meneken dan mengirimkan Supres tersebut.
"Kalau dihitung-hitung, dua bulan beliau (Jokowi) masih punya kewenangan tidak mengirim surpres pada DPR, faktanya tidak," papar Ray Rangkuti.
Sehingga, Ray Rangkuti melihat sikap Jokowi dalam menghadapi partai politik di DPR kini mulai tidak berdaya.
"Ini menjelaskan pada kita, Presiden mulai lemah pada parpol dan dugaan saya akan begini seterusnya," duga Ray Rangkuti.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Surat Presiden (Supres) revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK).
"Supres RUU KPK sudah ditandatangani oleh Bapak Presiden dan sudah dikirim ke DPR pagi tadi," kata Menteri Sekretaris Negara Pratikno di Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Rabu (11/9/2019).
Menurut Pratikno, daftar inventarisasi masalah (DIM) yang disampaikan dalam Supres, banyak merevisi draf RUU tentang KPK yang diusulkan DPR.
"DIM daftar inventaris masalah yang dikirim oleh pemerintah itu banyak sekali yang merevisi draf RUU yang dikirim oleh DPR."
"Jadi ini kan kewenangannya DPR lah untuk merumuskan undang-undang, tapi itu kan harus disepakati bersama antara DPR dan pemerintah," tutur Pratikno.
Lantas, Jokowi bersuara atas revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang ditentang KPK serta koalisi masyarakat sipil anti-korupsi.
Ditemani Mensesneg Pratikno dan Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko di Istana Negara, Jumat (13/9/2019), Presiden Jokowi akhirnya bersuara.
Dia menyatakan beberapa poin yang disetujui dan tidak disetujui.
"Saya ingin memberikan penjelasan mengenai RUU KPK."
Supaya diketahui bahwa RUU KPK yang sedang dibahas di DPR ini adalah RUU usul inisiatif DPR," kata Jokowi mengawali keterangan persnya.
"Saya telah mempelajari dan telah mengikuti secara serius seluruh masukan yang diberikan dari masyarakat."
"Dari para pegiat anti-korupsi, para dosen dan para mahasiswa, dan juga masukan dari para tokoh bangsa yang menemui saya," ucap Jokowi.
Jokowi melanjutkan, ketika ada inisiatif DPR untuk mengajukan RUU KPK, maka tugas pemerintah adalah memberikan respons.
Lalu, menyiapkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM), hingga menugaskan menteri mewakili Presiden dalam pembahasan dengan DPR.
Lebih lanjut, Jokowi menjelaskan UU KPK telah berusia 17 tahun, sehingga perlu penyempurnaan secara terbatas agar pemberantasan korupsi makin efektif.
"Sekali lagi, kita jaga agar KPK tetap lebih kuat dibandingkan lembaga lain dalam pemberantasan korupsi," ucap Jokowi.
Mantan Wali Kota Solo ini mengaku sudah mengarahkan Menkumham dan Menpan RB, untuk menyampaikan sikap dan pandangan pemerintah terkait substansi revisi UU KPK yang diinisiasi DPR.
Intinya KPK harus tetap memegang peran sentral dalam pemberantasan korupsi.
Karena itu, KPK harus didukung dengan kewenangan dan kekuatan yang memadai, dan harus lebih kuat dibandingkan lembaga lain dalam pemberantasan korupsi.
"Saya tidak setuju terhadap beberapa substansi inisiatif DPR ini yang berpotensi mengurangi efektivitas tugas KPK."
"Pertama saya tidak setuju jika KPK harus memperoleh izin dari pihak eksternal untuk melakukan penyadapan, misalnya harus izin ke pengadilan. Tidak!"
"KPK cukup memperoleh izin internal dari dewan pengawas untuk menjaga kerahasiaan," tegas Jokowi.
Jokowi juga tidak setuju penyelidik dan penyidik KPK hanya berasal dari kepolisian dan kejaksaan saja.
"Saya tidak setuju penyelidik dan penyidik KPK hanya berasal dari kepolisian dan kejaksaan saja."
"Penyelidik dan penyidik KPK bisa juga berasal dari unsur ASN, dari pegawai KPK maupun instansi lainnya, tentu saja harus melalui prosedur rekrutmen yang benar," tutur Jokowi.
Jokowi pun tidak setuju KPK wajib berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam melakukan penuntutan.
Menurut dia, sistem penuntutan yang berjalan saat ini sudah baik sehingga tidak perlu diubah lagi.
Lebih lanjut, Jokowi juga tidak setuju jika pengelolaan LHKPN dikeluarkan dari KPK, apalagi sampai diberikan pada kementerian dan lembaga lain.
"Saya tidak setuju. Saya minta LHKPN tetap diurus oleh KPK sebagaimana yang telah berjalan saat ini," ucapnya.
Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Gerak Cepat Setujui Revisi UU KPK, Pengamat Nilai Jokowi Mulai Tak Berdaya di Hadapan Parpol, https://wartakota.tribunnews.com/2019/09/14/gerak-cepat-setujui-revisi-uu-kpk-pengamat-nilai-jokowi-mulai-tak-berdaya-di-hadapan-parpol.