LAGI viral Upacara Kematian Tutup Peti Kristen Dilaksanakan di Depan Masjid, Pengakuan Pengurus Masjid soal awal mula ceritanya
Sikap Toleransi ditunjukkan warga sekitar bikin haru hingga menjadi sorotan di media sosial
TRIBUN-TIMUR.COM - Indonesia merupakan negara dengan multietnis, bahasa dan agama.
Makanya wajar saja jika masyarakatnya cukup toleran dalam keseharian.
Hal ini juga tergambar di momen yang satu ini.
Beredar gambar yang menunjukkan pelataran masjid digunakan sebagai lokasi upacara kematian umat Kristiani menjadi perbincangan di media sosial.
Gambar itu diunggah akun Facebook bernama Jeferson Goeltom. Dalam unggahan tersebut disebutkan bahwa gambar tersebut adalah upacara kematian istri dari keponakannya.
"Karena satu hal lokasi rumah di gang sempit dan peti tidak bisa masuk ke dalam rumah ada kejadian yang luar biasa yang kami rasakan karena dizinkan beribadah di depan mesjid," tulis akun tersebut.
Baca: VIDEO: Pengurus Masjid Al-Markaz Sambangi Redaksi Tribun Timur
Baca: Lowongan Kerja BUMN Lulusan SMA SMK D3 S1 Pertamina Banyak Posisi, Sisa 2 Hari, Link Daftar Online
Baca: 20 Ucapan Gambar Selamat Tahun Baru Islam 1 Muharram 1441 H Inggris & Indonesia via IG, WhatsApp, FB
Hal itu disebut Jeferson adalah bentuk toleransi super tinggi yang dilakukan oleh pengurus masjid dan warga sekitar.
Tutup Peti di Pelataran Berdasarkan penelusuran Kompas.com, lokasi masjid tersebut berada di Jalan Cempaka Baru Tengah, Kemayoran, Jakarta Pusat.
Nama Masjid itu adalah Masjid Darussalam.
Agus (45), seorang pengurus Masjid, menceritakan bagaimana kondisi waktu itu.
Ia menyampaikan kebaktian tutup peti itu digelar pada hari Senin (26/8/2019).
"Keluarga ngomong dari pak Gultomnya sounding ke ketua masjid minta izin menggunakan pelataran. Alasannya karena kondisi gang sempit dan peti tidak masuk keluar rumah," kata Agus saat ditemui Kompas.com di Masjid Darussalam, Kamis (29/8/2019)
Berdasarkan pantauan, jalan menuju rumah duka memang terbilang sempit.
Lebar jalan masuk menuju gang itu tidak sampai satu meter.
Ukuran jalan juga mengecil di sekitar toilet masjid sehingga diperkirakan sulit untuk membawa peti masuk ke rumah duka yang ada di seberang pintu samping masjid.
Sementara, menurut keterangan keluarga, kebaktian tutup peti memang harus dilakukan di kawasan rumah duka.
Baca: Go Organik Indonesia dengan Unit Pengolah Pupuk Organik ( UPPO )
Baca: Pengakuan Miss Grand Indonesia 2019 Sarlin Jones dari NTT, Gabriella Hutahaean - Cindy Yuliani Kalah
Baca: Intip Adik Ipar Ganti Pakaian, Nafsu, Kepergok Saat Memperkosa di Kamar Mandi
Pengurus masjid mengizinkan penggunaan pelataran masjid tersebut sebagai lokasi kebaktian. Akhirnya pada sekitar pukul 12.30 WIB, kebatian dilakukan selama 30 menit hingga akhirnya peti ditutup lalu dibawa ke pemakaman.
"Saya sudah Alhamdulillah 30 tahun tinggal di sini. Di sini aman-aman aja, Alhamdulillah, yang Natalan-natalan, Lebaran-lebaran, semua salin toleransi gak pernah bentrok segala macem," ucap Agus.
"Jadi kalau bisa malah, se-Indonesia tahu toleransi di sini, jangan ada oknum ke tiga bahwa malah mengacaukan konsep Bhineka Tunggal Ika," sambungnya Kompas.com sempat menyambangi rumah duka, namun saat tiba di sana rumah sedang dalam keadaan kosong.
Toleransi Antar Umat Beragama di Sulsel, Lihatlah Toraja!
Muhammad Ilham
Pengurus IMIKI Cabang Makassar
Melaporkan dari Makassar
Sebagai negara yang masyarakatnya beragam suku, agama dan kepercayaan, satu sisi adalah modal sekaligus kekayaan bangsa Indonesia.
Namun di sisi lain, bisa menjadi peluang terjadinya konflik sosial bernuansa SARA.
Karena itu, keberagaman ini harus bisa dikelola dengan baik.
Semua masyarakat harus sadar dan bisa mengaplikasikan spirit toleransi antar umat beragama sesuai dengan nilai-nilai Pancasila di masyarakat.
Menjaga keutuhan umat beragama dengan tetap menumbuhkembangkan hubungan sosial antar umat beragama yang tidak mempertentangkan SARA menjadi tugas semua elemen masyarakat, termasuk generasi millenial.
Hal tersebut mengemuka pada Diskusi bertema Toleransi Antar Umat Beragama di Sulawesi Selatan, Selasa sore, 21 Mei 2019.
Acara yang dirangkaikan buka puasa bersama ini digelar di Warkop 115, Jl Toddopuli Raya, Kota Makassar.
Baca: Instagram Sarlin Jones Pemenang Miss Grand Indonesia 2019 Ramai Setelah Ambil Mahkota Nadia Purwoko
Baca: Lowongan Kerja BUMN Lulusan SMA SMK D3 S1 Pertamina Banyak Posisi, Sisa 2 Hari, Link Daftar Online
Baca: Usia 69, Mantan Kakanwil Kemenag Sulsel Bahri Mappiasse Nikah Lagi, Saksinya Mantan Gubernur
Menghadirkan Jalaluddin Basyir SS MA (Dosen Komunikasi Lintas Agama dan Budaya UIN Alauddin Makassar), Miguel Dharmadjie ST CPS (Penyuluh Agama Buddha Non-PNS - Walubi Sulsel), dan Dr Patawari SH MH (Pengurus KAHMI Makassar yang juga Wakil Direktur Pascasarjana Universitas Indonesia Timur) sebagai pembicara.
Diskusi dipandu Buhanuddin Bagenda SSos MSos yang juga akademisi.
Menurut Miguel, anak kembar pun punya perbedaan. Karena itu, setiap orang mestinya sadar dan bisa menerima perbedaan.
Toleransi tak cukup hanya dibicarakan. Tapi harus diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Nilai-nilai persatuan, persaudaraan, kerukunan, dan gotong royong adalah nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang bisa menjaga toleransi antar umat beragama di Indonesia, termasuk di Sulawesi Selatan.
Menurutnya, siapa saja harus sadar bahwa setiap orang butuh orang lain. Kita tidak bisa tanpa bantuan orang lain.
"Tidak ada perbuatan baik yang sia-sia. Sekecil apapun. Jadi mari kita perbanyak berbuat baik ke siapa saja tanpa memandang perbedaan suku dan agama,” tambah Miguel.
Sementara menurut Patawari untuk merawat toleransi antar umat beragama di Indonesia, termasuk di Sulsel, adalah mengaplikasi nilai-nilai luhur yang terkandung dalam falsafah Pancasila yang menjadi dasar NKRI.
“Pancasila ini sudah final sebagai ideologi negara kita. Jangan diusik. Karena jika ada yang ingin menggantinya, itu bisa memecah-belah bangsa ini,” tegas Patawari yang juga doktor ilmu hukum lulusan Pascasarjana Unhas ini.
Sedangkan Jalaluddin Basyir mengatakan, tak hanya hubungan antar manusia, tetapi dengan alam pun juga sangat penting untuk dijaga.
Sebab kehidupan manusia tidak bisa lepas dari manusia lain dan juga alam.
Kerusakan alam dan pencemaran lingkungan yang dilakukan manusia akan berakibat dan berdampak dalam kehidupan kita.
"Bencana banjir contohnya akan melanda jikalau penebangan pohon dan pengerukan tanah dilakukan secara terus menerus tanpa memperhatikan aspek ekologisnya,” ujarnya.
Baca: Breaking News - Hasil Undian Liga Champions 2019-2020, Barcelona Masuk Grup Neraka
Pada diskusi ini juga memberi apresiasi terhadap masyarakat Kabupaten Tana Toraja dan Toraja Utara dalam menerapkan toleransi antar umat beragama.
Pasalnya, saat pelaksanaan Seleksi Tilawatil Quran dan Hadits (STQH) XXXI Tingkat Provinsi Sulawesi Selatan yang digelar di Makale, Kabupaten Tana Toraja, April 2019 lalu.
Pada acara tersebut, sejumlah pemuda gereja setempat terlibat menjaga keamanan dan kelancaran acara tersebut.
Bahkan aula gereja setempat digunakan beberapa panitia STQH untuk melaksanakan salat berjamaah.
Diskusi yang digelar Lensa Demokrasi bekerja sama dengan Ikatan Mahasiswa Ilmu Komunikasi Indonesia (IMIKI) Cabang Makassar dihadiri sekitar 100 peserta.
Didominasi pemuda dan mahasiswa lintas perguruan tinggi di Makassar. Diskusi ini diakhiri dengan berbuka puasa bersama. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Viral Kebaktian Tutup Peti di Pelataran Masjid, Begini Ceritanya", https://megapolitan.kompas.com/read/2019/08/29/18262371/viral-kebaktian-tutup-peti-di-pelataran-masjid-begini-ceritanya?page=all.
Penulis : Jimmy Ramadhan Azhari
Editor : Sandro Gatra