Rektor UNM Nilai Sistem Zonasi Belum Pantas Diterapkan pada Penerimaan Siswa Baru, Begini Alasannya?

Penulis: Wahyu Susanto
Editor: Arif Fuddin Usman
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Rektor UNM Nilai Sistem Zonasi Belum Pantas Diterapkan pada Penerimaan Siswa Baru, Begini Alasannya?

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR – Rektor Universitas Negeri Makassar atau UNM Prof Husain Syam menyebutkan sistem penerimaan siswa berbasis zonasi belum tepat diterapkan.

Hal tersebut, diungkapkan Prof Husain Syam pada dialog pendidikan yang digelar Badan Koordinasi Nasional Lembaga Pendidikan Mahasiswa Islam (Lapenmi) PB HMI di Kopizone, Senin (8/7/2019).

Baca: Penari Balet Australia dan Indonesia Kolaborasi Pentaskan Perjalanan Balet di Tanah Air

Baca: Rektor UNM Husain Syam Lepas 15 Calon Jamaah Haji Lingkup Kampus UNM Tahun 2019

“Sistem zonasi belum tepat untuk diterapkan di Indonesia sebab sistem pendidikan saat ini belum merata untuk semua," ujarnya dikutip dari rilis Humas UNM, Burhanuddin.

"Mestinya saat ini tetap dilaksanakan seleksi masuk berbasis jalur prestasi bukan zonasi,” kata Husain Syam.

Husain pada dialog bertema, Pendidikan sebagai Niali Berbangsa dan Bernegara. Upaya Mewujudkan Masyarakat Adil Makmur, sangat menyayangkan adanya penerapan sistem zonasi di Indonesia saat ini.

Rektor UNM Prof Husain Syam membuka secara resmi Musyawarah Besar Lembaga Kemahasiswaan Majelis Permusyawaratan Mahasiswa ke 18, di ballroom menara Phinisi UNM, Selasa (28/5/2019). (dok humas unm)

Karena menurutnya kebijakan ini sangat tidak pas bagi pelajar yang memiliki prestasi.

“Sebaiknya tetap diberi ruang yang besar bagi pelajar berprestasi yang akan masuk ke sekolah favoritnya,” lanjut guru besar bidang pertanian ini.

Mantan dekan FT UNM dua periode ini menyebut, penerapan sistem zonasi tidak bisa dipertanggung jawabkan secara akademik.

Baca: Kalahkan Tim Futsal FIK, Tim Kantor Pusat UNM Raih Juara Futsal Peringatan Dies Natalis UNM ke-58

Baca: UNM Latih 683 Guru Peserta Program Profesi Guru atau PPG 2019, Mereka Disebar di 8 Prodi, Apa Saja?

Karena tidak ada argumentasi yang muncul saat pendaftaran sisba baru selain hanya faktor kedekatan calon siswa dengan sekolah.

“Tapi kalau menggunakan zonasi sebagai ruang afirmasi itu boleh dilaksanakan," ujarnya.

"Khususnya bagi putera-puteri bangsa yang tidak mampu bersaing secara kualitas pendidikan,” tambah Husain.

Rektor UNM Prof Husain Syam saat meninjau pelaksanaan sesi terakhir Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) 2019, yang berlangsung di Menara Pinisi UNM, Makassar, Minggu (26/5/2019). (dok humas unm)

Diketahui, sistem zonasi tidak menekankan pada nilai dari calon peserta didik, namun pada jarak atau radius antara rumah siswa dengan sekolah.

Siswa yang rumahnya paling dekat dengan sekolah itulah yang dirasa memiliki hak untuk menjadi peserta didik dari sekolah tersebut.

Sistem zonasi untuk penerimaan siswa baru ini merupakan bentuk penyesuaian kebijakan dari sistem rayonisasi.

Baca: TRIBUNWIKI: Pengajiannya Dibubarkan, Hanan Attaki Jadi Trending Google, Siapa Dia? Ini Profilnya

Baca: OPINI - Nikah Sedarah, Potret Degradasi Moral

Dengan menerapkan sistem ini diharapkan anak-anak yang memiliki kecerdasan yang cukup tidak hanya berkumpul di satu sekolah saja.

Sehingga pemerataan pendidikan dapat dilakukan dan menghilangkan paham-paham sekolah favorit dan sekolah buangan.

FPMP Juga Tak Sepakat

Terkait sistem zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019, Forum Peduli Masyarakat Pendidikan (FPMP) Sulsel juga tak sependapat.

Sistem ini dinilai Forum Peduli Masyarakat Pendidikan (FPMP) Sulsel merugikan peserta didik, terutama calon siswa berprestasi.

"Kami melihat sistem zonasi yang ada sekarang ini sangat merugikan siswa," kata aktivis Forum Peduli Masyarakat Pendidikan (FPMP) Sulsel, Alita, Minggu (07/07/2019).

"Terutama siswa berprestasi namun tidak diuntungkan karena jarak rumah dengan sekolah sangat jauh," lanjutnya.

Menurutnya, pelaksanaan PPDB, khususnya di Makassar masih sangat carut marut.

Semenjak sistem diberlakukan, banyak keluhan atau pengaduan dari orangtua siswa, karena sistem zonasi mengutamakan jarak rumah terdekat dari sekolah tujuan dan mengabaikan hasil ujian nasional.

"Sudah ada 12 pengaduan yang kami terima dari masyarakat karena anaknya tidak bisa sekolah," ujarnya.

Alita mengakui penerapan sistem ini lebih banyak dampak negatifnya daripada dampak positifnya.

Karena telah mematikan keadilan dalam dunia pendidikan, serta mematikan nalar siswa yang bergenre tinggi nilai UN.

"Sistem ini lebih banyak minusnya daripada plusnya. Banyak anak-anak yang beprestasi bakal putus sekolah karena tidak mendapatkan sekolah favoritnya, mereka juga tidak bisa melanjutkan sekolah karena faktor biaya," ujarnya lagi.

Berbeda dengan tahun lalu, para calon siswa memiliki kesempatan diterima di sekolah negeri, meskipun jarak jauh lantaran prestasi yang dimiliki.

Sistem ini juga, kata Alita membuat sebagian orangtua berperilaku koruptik dan manipulasi data siswa dengan memindahkan kartu keluarga lebih awal supaya dekat sekolah yang dituju.

Dampak lain ditimbulkan adalah, sistem ini akan menggerus jatah siswa di sekolah swasta. Sekolah swasta kalah bersaing dengan sekolah negeri karena faktor kedekatan rumah dan sekolah.

Alita menyampaikan, atas sistem ini Forum Masyarakat Peduli Pendidikan bakal somasi Dinas Pendidikan Sulsel dan Kementerian Pendidikan untuk mempertimbangkan kembali program PPDB melalui jalur zonasi untuk diterapkan di seluruh SMA.

Ia meminta agar Menteri Pendidikan, Gubernur Sulsel, Komisi E DPRD Sulsel mencabut Permendikbud nomor 58 2018 yang menerapkan sistem zonasi 90 persen atas PPDB 2019.

"Kami juga rencana akan membuat posko pengaduan,"ujarnya.  (*)

Berita Terkini