TRIBUN-TIMUR.COM, SUNGGUMINASA - Langkah pencabutan laporan perusakan Museum Balla Lompoa Gowa rupanya menuai pro kontra dari kalangan keluarga kerajaan Gowa.
Pihak Lembaga Adat Kerajaan Gowa menolak upaya pencabutan laporan atas insiden tiga tahun silam ini. Sejumlah pihak dalam lembaga tersebut memberikan ketidaksetujuan.
DPMPTSPTK Barru Mulai Rancang Mall Pelayanan Publik
Tokoh Bulukumba Dukung Pengusaha Konstruksi Indonesia Timur Maju di Pilkada
Juru bicara Lembaga Adat Kerajaan Gowa, Andi Hasanuddin mengatakan pencabutan tersebut menimbulkan kekecewaan oleh masyarakat adat maupun perangkat adat.
"Ini langkah pengkhianatan dalam lembaga kerajaan. Masyarakat adat maupun sejumlah gallarang tidak setuju," kata Hasanuddin kepada Tribun, Kamis (4/7/2019).
Menurut Hasanuddin, pihaknya bukannya tidak menginginkan perdamaian. Akan tetapi, insiden pembobolan dan perusakan dinilai mesti diusut tuntas dan memberikan hukuman kepada pelaku.
Selain itu, kata Hasanuddin, upaya pencabutan tersebut tidak dilakukan melalui musrawarah mufakat. Namun dilakukan secara sepihak tanpa penyampaikan kepada lembaga adat kerajaan.
"Oleh karena itu perangkat kerajaan meminta pemangku adat melakukan pertemuan. Dan disepati tiga keputusan," imbuhnya.
Keputusan pertama, penolakan pencabutan laporan perusakan Museum Balla Lompoa. Kedua pencabutan mandat pelaksana tugas Raja Gowa ke-37, serta ketiga pengeluaran oknum-oknum yang mencoba mencabut dari lembaga adat.
"Jadi kisruh dipicu penarikan laporan polisi pembongkaran dan pembobolan tempat pusaka Kerajaan Gowa, keputusan diambil berdasarkan hasil rapat," katanya.
Andi Masualle Sebut Laporan Balla Lompoa Dicabut Demi Perdamaian
Andi Masualle Petta Ago mengatakan pencabutan laporan perusakan Balla Lompoa dilakukan demi mewujudkan perdamaian.
Menurutnya, konflik antara pihak Kerajaan Gowa dan Pemerintah Kabupaten Gowa yang pernah terjadi tahun 2016 lalu mesti diakhiri.
Untuk itulah Andi Masualle membawa tim menyambangi Mabes Polri di Jakarta. Tim kerajaan Gowa berjumlah lima orang.
"Ini murni dorongan dari dalam diri saya untuk selesaikan konflik ini. Kita akhiri police line," kata Andi Masualle ketika dikonfirmasi Tribun, Senin (17/6/2019) lalu.
Andi Masualle menyebut, sudah tiga tahun lamanya kasus tersebut tak kunjung menemui titik terang.
Belum lagi, Istana Kerajaan Balla Lompoa yang masih dipasangi garis polisi menjadi menghambat pelestarian budaya.
"Kita kebingungan, sudah tiga tahun lamanya, tidak pernah diangkat garis polisi itu. Kita tidak tahu bagaimana kasus di sana," imbuhnya.
Ia juga menyebut pencabutan laporan tersebut murni atas inisiatif dirinya dan bukan arahan Plt Raja Gowa Andi Kumala Andi Idjo.
Pertama-tama, Andi Masualle menyampaikan niat tersebut kepada Dewan Adat Tinggi Andi Makmum Bau Tayang.
Setelah direstui, dirinya menghadapat ke Plt Raja Gowa Andi Kumala Andi Idjo sebagai bentuk perhormatan.
Meski demikian pertemuan dengan Andi Kumala Idjo hanya sebatas untuk menyampaikan niatnya ke Jakarta.
"Raja Gowa Andi Kumala tidak terlibat. Tapi inisiatif sendiri, itu keliru kalau Andi Kumala disalahkan, bukan dia," kata Andi Masualle.
Ia juga menyebut anggota tim yang berangkat yakni Didis Abdi Abubaeda dan Andi Kosasi sebagai pelapor.
Ada pula anggota kerajaan yang berperan sebagai saksi, yakni Andi Agung dan Efendi Ismail.
Sementara Kapolres Gowa AKBP Shinto Silitonga disebutkan ikut mendampingi sebagai pimpinan kepolisian pada locus delicti di Kabupaten Gowa.
Ada pula dari Pemerintah Kabupaten Gowa yakni Wakil Bupati Abd Rauf Malayanni, serta Kepala Inspektorat Gowa.
"Jadi kami berangkat hari Kamis, dan Minggu malam kami pulang ke Kabupaten Gowa," tandasnya.
Laporan Wartawan Tribun Gowa @bungari95
Langganan Berita Pilihan
tribun-timur.com di Whatsapp
Via Tautan Ini http://bit.ly/watribuntimur
Follow akun instagram Tribun Timur: