TRIBUNTAKALAR.COM, MANGARABOMBANG - Ganrang atau gendang tradisional setengah jadi berjejer di bale bambu rumah Suharto Dg Nojeng (38).
TribunTakalar.com berkunjung ke rumahnya di Dusun Bolo, Kecamatan Mangarabombang, Kabupaten Takalar, Rabu (6/3/2019) sore.
Tangannya terampil menyelesaikan tahap demi tahap pembuatan gendang. Semua gerakannya seperti sudah di luar kepala.
Baca: Disaksikan Menteri Pertanian, Warga Wajo Perebutkan Kambing Bantuan
Baca: Hari Libur, Ini Yang Dilakukan Bupati, Wabup, Sekda dan Dandim 1425 Jeneponto
Baca: Mulai April, Pemkot Palu Mengaku Tidak Mampu Lagi Tanggung Jadup Pengungsi
"Saya belajar membuat gendang sejak usia 10 tahun," kata Dg Nojeng.
Di tahun 2000-an, tak lama setelah tamat Sekolah Menengah Atas, ia memberanikan diri menjadi pengerajin gendang tradisional. Kala itu, modal awalnya hanya 500.000.
Belasan tahun sudah ia menggeluti usahanya ini.
"Saya mulai buka usaha sendiri tahun 2000-an. Waktu itu modal saya hanya 500.000," tambah pria dengan lima anak ini.
Selain berprofesi sebagai nelayan, ia pemasukan utama Dg Nojeng berasal dari keterampilannya mengubah kayu cendana dan kulit kambing jadi gendang tradisional (ganrang) khas Bugis-Makassar bernilai seni tinggi.
Sebulan ia bisa menghasilkan sekitar 20 buah gendang pakarena dan gendang pamancak.
Gendang pakarena berukuran sedang. Panjangnya sekitar 75 centimeter. Sedangkan gendang pamancak panjang dan diameternya lebih kecil.
Meski membuat dua jenis gendang tersebut, pesanan terbanyak adalah gendang pakarena.
"Tergantung cuaca pak. Kalau dalam sebulan cerah, saya bisa menghasilkan 20 buah gendang pakarena dan gendang pamancak. Karena gendang ini masih dikerjakan dengan tangan manusia dan beberapa proses mengandalkan sinar matahari, maka kami masih bergantung kondisi alam," tambahnya.
OMSET
Gendang tradisional dulunya hanya dipakai di acara adat, pesta pernikahan dan sunatan.
Tapi sekarang, gendang pakarena dan gendang pamancak buatan Dg Nojeng dipakai juga oleh sanggar-sanggar seni di Takalar.
Omset gendang Daeng Nojeng bisa mencapai belasan juta rupiah sebulan.
Gendang pakarena dijual berpasangan. Itu lantaran gendang ini dimainkan dalam dua tabuhan. Tabuhan depan dan tabuhan belakang.
Sepasang gendang pakarena dibanderol 3.000.000 rupiah. Sedangkan sepasang gendang pamancak dibanderol 2.000.000-2.500.000.
"Tidak tentu. Tapi belasan sampai puluhan juta rupiah bisa saya dapat sebulan kalau sedang ramai. Pembelinya ada yang di sekitar sini, ada dari luar Takalar, luar Sulawesi Selatan, bahkan luar negeri," terangnya kepada TribunTakalar.com, Rabu (6/3/2019) sore.
"Karena keterbatasan pengetahuan tentang pemasaran, bukan saya yang menjual langsung ke luar. Saya jual ke perantara. Nah, perantara ini yang jual kembali. Terakhir saya dengar, gendang saya sudah sampai di negara tetangga dan Eropa," tutup Dg Nojeng.
Laporan Wartawan TribunTakalar.com, @syahrul_padli
Jangan Lupa Subscribe Channel Youtube Tribun Timur :
Jangan Lupa Follow akun Instagram Tribun Timur:
A