OPINI

OPINI - Bahasa Bugis yang Terancam Hilang

Editor: Jumadi Mappanganro
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Arif Balla

Oleh: Arief Balla
Kandidat MA Program Double Major TESOL dan Linguistics Southern Illinois University, Amerika Serikat/ Penerima Beasiswa Fulbright Asal Sulsel

SELAMAT ulang tahun ke-455 Kabupaten Sinjai. Tanah kelahiran saya. Usia 455 tahun sudah sangat tua.

Tentu saja. Amerika Serikat –tempat saya studi saat ini- bahkan baru akan berulangkan tahun ke-243 tahun di tahun 2019 ini. Jauh tertinggal dua abad lamanya dalam urusan tua-menua.

Dalam setiap ulang tahun, refleksi adalah bagian inti perayaan. Pak bupati dan segenap jajarannya akan sibuk memaparkan refleksi pembangunan dan keberhasilan Kabupaten Sinjai tercinta.

Saya cukup yakin bahwa bahasa –Bugis dialek Sinjai- tidak akan menjadi bagian dari refleksi pemerintah. Mungkin karena tidak cukup waktu.

Mungkin juga karena dianggap tidak penting. Mungkin juga karena tidak pernah dipikirkan dan dipedulikan.

Itulah sebabnya saya menulis artikel ini untuk sejenak merefleksikan bahasa Bugis Sinjai di dalam masyakarat dan penuturnya sendiri.

Untuk itu, saya memiliki kabar. Bukan kabar baik memang.

Tetapi jika kita ingin berubah/memperbaiki/melestarikan, kabar burukpun harus diterima untuk menjadi landasan berefleksi.

Syukur-syukur ditindak lanjuti dengan kebijakan. Kabar itu datang dari hasil studi yang dilakukan oleh Madeamin dkk (2015).

Baca: Fintech dan Jebakan Setan Online

Baca: Apakah Avtur Pemicu Harga Tiket Mahal?

Hasil studi mereka menunjukkan bahwa telah terjadi pengalihan bahasa (language shifting) dari bahasa Bugis ke bahasa Indonesia pada masyarakat Bugis di Sulawesi Selatan.

Di kota, tingkat pengalihan bahasa cukup tinggi, 46.73 persen. Sedangkan di kampung mencapai 25.20 persen. 

Studi tersebut diadakan di empat kabupaten yang dianggap merepresentasikan bahasa Bugis, yaitu Bone, Sinjai, Sidrap, dan Parepare.

Sinjai mencetak angka pengalihan bahasa cukup tinggi dibandingkan Bone dan Sidrap, dan hanya berada di bawah Pare-Pare.

Di Sinjai, persentasi pengalihan bahasa di kota mencapai 49.26 persen dan 37.32 persen di desa-desa. Sebuah angka yang cukup tinggi untuk tidak menyebutnya mengancam kelestarian bahasa Bugis.

Halaman
1234

Berita Terkini