TRIBUN-TIMUR.COM - Gunung Api Bromo dikabarkan masih pada level II atau waspada. Hal itu dinyatakan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS).
Status tersebut mengacu pada data yang diupdate Pusat Vulkanologi dan Mitigas Geologi (PVMBG) pada Rabu (20/2/2019) pagi.
"Berdasarkan data PVMBG, status Gunungapi Bromo hingga pagi ini masih level II yaitu waspada," kata Humas TNBTS, Syarif Hidayat diikutip dari suryamalang.com.
Ia menambahkan, status tersebut sama seperti hari-hari biasanya. Pada Selasa (19/2/2019) pagi, Gunung Api Bromo mengalami erupsi dengan tinggi kolom abu sekitar 600 meter di atas puncak.
Data PVMBG menyebut abu teramati berwarna putih hingga cokelat dan mengarah ke arah barat.
"Status waspada itu sama seperti hari-hari biasanya. Begitu juga kemarin, status Gunung Bromo juga masih waspada," ujarnya.
Meski demikian, Syarif mengimbau masyarakat tidak mendekat wisatawan yang sedang berkunjung tidak mendekat hingga radius 1 km dari bibir kawah.
Himbauan tersebut disampaikan melalui media sosial dan spanduk yang telah dipasang di lokasi.
"Spanduk yang dipasang itu mempertegas himbauan-himbauan yang sudah kami lakukan itu," ucapnya.
Gunung Berapi Aktif
Dilansir dari wikipedia.org Gunung Bromo diambil dari bahasa Sanskerta: Brahma, salah seorang Dewa Utama dalam agama Hindu) atau dalam bahasa Tengger dieja "Brama", adalah sebuah gunung berapi aktif di Jawa Timur, Indonesia.
Gunung ini memiliki ketinggian 2.329 meter di atas permukaan laut dan berada dalam empat wilayah kabupaten, yakni Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Lumajang, dan Kabupaten Malang.
Gunung Bromo terkenal sebagai objek wisata utama di Jawa Timur. Sebagai sebuah objek wisata, Bromo menjadi menarik karena statusnya sebagai gunung berapi yang masih aktif.
Gunung Bromo termasuk dalam kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.
Bentuk tubuh Gunung Bromo bertautan antara lembah dan ngarai dengan kaldera atau lautan pasir seluas sekitar 10 kilometer persegi.
Gunung Bromo mempunyai sebuah kawah dengan garis tengah ± 800 meter (utara-selatan) dan ± 600 meter (timur-barat). Sedangkan daerah bahayanya berupa lingkaran dengan jari-jari 4 km dari pusat kawah Bromo.
Sejarah Letusan
Selama abad 20 dan abad 21, Gunung Bromo telah meletus sebanyak beberapa kali, dengan interval waktu yang teratur, yaitu 30 tahun. Letusan terbesar terjadi 1974, sedangkan letusan terakhir terjadi pada 2015-sekarang.
Gunung Bromo meletus pada tahun 2015-2016, 2011, 2010, 2004, 2001, 1995, 1984, 1983, 1980, 1972, 1956, 1955, 1950, 1948, 1940, 1939, 1935, 1930, 1929, 1928, 1922, 1921, 1915, 1916, 1910, 1909, 1907, 1908, 1907, 1906, 1907, 1896, 1893, 1890, 1888, 1886, 1887, 1886, 1885, 1886, 1885, 1877, 1867, 1868, 1866, 1865, 1865, 1860, 1859, 1858, 1858, 1857, 1856, 1844, 1843, 1843, 1835, 1830, 1830, 1829, 1825, 1822, 1823, 1820, 1815, 1804, dan 1775.
Gunung Suci
Bagi penduduk sekitar Gunung Bromo, suku Tengger, Gunung Bromo/Gunung Brahma dipercaya sebagai gunung suci.
Setiap setahun sekali masyarakat Tengger mengadakan upacara Yadnya Kasada atau Kasodo. Upacara ini bertempat di sebuah pura yang berada di bawah kaki Gunung Bromo dan dilanjutkan ke puncak Bromo.
Upacara diadakan pada tengah malam hingga dini hari setiap bulan purnama sekitar tanggal 14 atau 15 di bulan Kasodo (kesepuluh) menurut penanggalan Jawa.
Wisata Bromo
Perjalanan melalui pintu barat dari arah Pasuruan yaitu masuk dari desa Tosari untuk menuju ke pusat objek wisata (lautan pasir) terbilang berat. Karena medan yang harus ditempuh tak bisa dilalui oleh kendaraan roda empat biasa ini dikarenakan jalan turunan dari penanjakan ke arah lautan pasir sangatlah curam.
Kecuali kita menyewa mobil jeep yang disediakan oleh pengelola wisata, jadi wisatawan banyak yang berjalan kaki untuk menuju ke pusat lokasi.
Namun apabila kita melalui pintu utara dari arah sebelum masuk Probolinggo yaitu pada daerah Tongas, kita akan menuju desa Cemoro Lawang sebelum turun menuju lautan pasir maka tidaklah terlalu berat dikarenakan turunan dari lerengnya tidaklah terlalu curam sehingga sepeda motor pun dapat melaluinya.
Kebanyakan para wisatawan yang ingin mudah mencapai lautan pasir melewati jalur ini. Namun bila anda ingin menyaksikan matahari terbit yang sering ditampilkan di foto-foto, yang banyak difoto dari puncak penanjakan maka lebih praktis melewati jalur pintu barat.
Namun bila anda mempunyai jiwa petualang maka anda dapat mencoba jalur perjalanan yang jarang dilalui wisatawan. Yaitu melalui kota Malang anda masuk melalui kota kecil tumpang kemudian masuk kota Pronojiwo. Lalu akan melalui cagar alam yang sangat indah dari sini anda akan menjumpai pertigaan jalan di mana ke arah selatan akan memasuki Ranu Pane (ke arah Gunung Semeru) dan ke arah utara anda memasuki lautan pasir Bromo yang berada di punggung Gunung Bromo sebelah selatan.
Pertigaan tersebut bernama Jemplang. Perjalanan diawali dengan menuruni bukit yang kemudian disambut dengan padang rumput yang lama kelamaan berganti menjadi lautan pasir.
Jalan ini akan mengitari Gunung Bromo melewati lautan pasir selama kurang lebih 3 jam. Jalur ini sebenarnya tidak terlalu curam dan dapat dilalui sepeda motor, namun memerlukan jiwa petualang karena jalurnya yang masih jarang dilewati dan tidak ada satupun persinggahan maupun rumah penduduk.
Kita akan benar- benar disuguhkan dengan perjalanan yang sangat menantang. Namun anda akan diganjar dengan rahasia Bromo yang lain, yang sangat jarang dilihat wisatawan, yaitu padang ruput sabana dan bunga yang sangat luas berada di balik Gunung Bromo.
Sungguh pemandangan yang berkebalikan pada sisi utaranya yang gersang dan berdebu. Namun perlu diingat, sebaiknya jangan melalui jalur ini pada malam hari dan atau dalam cuaca yang berkabut. Jalur tidak akan terlihat dalam kondisi seperti ini.
Lautan pasir adalah andalan wisata dari gunung Bromo, di alam pegunungan yang sejuk, kita dapat melihat padang pasir dan rerumputan yang luas.
Sedangkan yang paling ditunggu dari Gunung Bromo adalah sightview ketika matahari terbit dan terbenam karena memang akan kelihatan jelas sekali dan sangat indah.
Walaupun perjalanan ke Bromo sangat berdebu, tetapi tidak terasa, karena keindahan yang disuguhkan benar-benar luar biasa.
Berlibur menuju Bromo dapat dibilang praktis bila anda menyukai tipe traveller dan melalui jalur pintu utara. Anda dapat melakukan kunjungan dalam jangka waktu 12 jam saja. tentunya bila anda memulainya dari kota Surabaya, Malang, Jember dan sekitarnya.
Perjalanan dapat dimulai dari jam 12 malam sehingga anda akan sampai sekitar pukul 2-3 pagi. Di mana anda dapat beristirahat dahulu sebelum melihat matahari terbit.
Penjual makanan dan minuman di areal lautan pasir biasanya sudah buka menjelang pukul 3 pagi, sehingga anda sudah bisa bersiap-siap untuk melakukan pendakian melewati anak tangga puncak Bromo yang terkenal itu. nikmatilah pemandangan sampai jam 9 pagi dan anda pun dapat kembali sampai di kota keberangkatan anda sekitar 12 siang.
Sebagai catatan, apabila anda melakukan perjalanan di areal lautan pasir di tengah kegelapan malam, sebagai patokan menuju areal parkir sekitar Pura anda dapat melihat patok dari beton yang sengaja diberikan sebagai penunjuk menuju areal pura.