Mantan Ketua DPRD Enrekang Jaminkan Istri

Penulis: Hasan Basri
Editor: Imam Wahyudi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mantan Ketua DPRD Enrekang, Haji Banteng Kadang

Laporan wartawan Tribun Timur Hasan Basri

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Mantan Ketua DPRD Enrekang, Banteng Kandang, mengajukan permohonan pengalihan status penahanan dirinya kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Makassar.

Banteng bermohon menjadi tahan kota.

Banteng ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas 1 Makassar atas kasus dugaan korupsi kegiatan bimbingan teknis (Bimtek) DPRD Kabupaten Enrekang tahun anggaran 2015 -2016.

Baca: RESMI DIBUKA Pendaftaran PPPK 2019 di sscasn.bkn.go.id Bukan sscn.bkn.go.id, Cek Formasi dan Panduan

Baca: Benarkah Syahrini dan Reino Barack akan Menikah 22 Februari 2019? Ini Bocoran dari Kerabat

Baca: Rekrutmen PPPK Resmi Dibuka Hari ini, Portal sscasn.bkn.go.id Bisa Diakses Mulai Pukul 16.00 WIB

Baca: Komentar Luna Maya Saat Dijodohkan dengan Gading Marten oleh Melaney Ricardo, Serius atau Bercanda?

"Surat permohonan kami sudah sampai di meja hakim. Kami berharap hakim mempertimbangkan permohonan kami dengan bijaksana," kata kuasa hukum Bantaeng, Aliyas Ismail.

Terdakwa diminta dialihkan penahananya karena masih ada tugas negara yang seharusnya dijalankan. Banteng Kadang saat ini  masih aktif sebagai anggota DPRD Enrekang meski bukan lagi ketua.

"Sebagai penjamin dalam permohonan ini istri terdakwa," sebutnya.

Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPu) Abdullah sebelumnya dibacakan menyebutkan pelaksanaan kegiatan bimbingan teknis (bimtek) tahun anggaran 2015-2016 yang dilakukan terdakwa  sebagian fiktif.

Pasalnya, kegiatan bimtek di tujuh kota di Indonesia  tak memenuhi syarat yang diwajibkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri).

Selain itu, jenis kegiatan bimtek yang dijalankan para terdakwa  juga dinyatakan tak ada rekomendasi dari Badan Diklat Kementerian Dalam Negeri. Sehingga kegiatannya tak memenuhi syarat dan tak memiliki legalitas.

"Jadi mereka tidak mengikuti aturan dan surat edaran Pemendagri. Sehingga kegiatan yang dilaksanakan tidak sah," kata JPU Mudatsir kepada wartawan.

Para tersangka diduga melanggar Permendagri Nomor 57 Tahun 2011 berubah menjadi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2013 tentang pedoman orientasi dan pendalaman tugas anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota.

Berdasarkan hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sulsel ditemukan adanya kerugian negara dalam kegiatan bimtek senilai Rp 855.095.650 dari total anggaran kegiatan yang digunakan sebesar Rp 3,6 miliar.

JPU Mudatsir menambahkan  kegiatan  Bimtek yang dilaksanakan anggota DPRD selama dua tahun. Tahun 2015 ada 24 kegiatan dan semuanya fiktif. Kemudian 2016 ada 22 kegiatan dan fiktif 13. Total Bimtek fiktif dilaksakanan 37 paket kegiatan.

"Jadi total kerugianya ada sekitar Rp 3 miliar. Tapi sudah dilakukan pengembalian-pengembalian," kata JPU Mudatsir .

Ada 46 kegiatan Bimtek di tujuh kota di Indonesia dengan menggunakan biaya negara. Diantaranya, Makassar, Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Bali dan lombok.

Sekedar diketahui dalam kasus ini menyeret tujuh terdakwa. Enam tersangka lainnya adalah Wakil Ketua 1 DPRD Arfan Renggong, Wakil Ketua II Mustiar Rahim.

Serta  Sekretaris Dewan (Sekwan), Sangkala Tahir dan tiga penyelenggara proyek Gunawan, Nawir, dan Nurul Hasmi.

Ini Kata Pengacara Terdakwa

Eks Ketua DPRD Enrekang, Banteng Kadang kembali menjalani sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Makassar, Kamis (7/2/2019) dengan agenda pembacaan eksepsi.

Terdakwa mengajukan eksepsi atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang mendakwa terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi dana bimbingan teknis (Bimtek) DPRD Kabupaten Enrekang senilai Rp 3 miliar.

Baca: Ketua DPRD Makassar: Semoga Tribun Timur Terus Berinovasi

Kuasa Hukum terdakwa Banteng Kadang, Aliyas Ismail mengatakan dakwaan JPU di dalam persidangan sebelumnya untuk klienya tidak sah dan harus batal dengan hukum.

Adapun alasanya sebagaimana dalam materi eksepsi yang dibacakan kuasa hukum terdakwa di muka persidangan antara lain.

Pertama, dakwaan JPU bertentangan dengan asas persamaan dimata hukum lantaran karena hanya tiga unsur pimpinan DPRD Enrekang saja yang dijadikan tersangka atau terdakwa.

Baca: Spesial Valentine, Hotel Dalton Tawarkan Paket Berdua Hanya Rp 300 Ribu

"Kegiatan Bimtek ini diikuti 30 anggota DPRD, kenapa hanya tiga orang saja dijadikan terdakwa," kata Aliyas Ismail dengan tegas.

Kedua adalah tentang perhitungan kerugian negara yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangun (BPKP).

Baca: Polisi Bentuk Satgas Pengawas Dana Bansos di Bajeng Gowa

Kata Aliyas yang berwenang melakukan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BKP) sebagaimana diatur dalam pasal 23E undang udang 1945 yang dipertega dalam uu nomor 16 tahun 2006.

Oleh karena itu, Aliyas Ismail memohon kepada Majelis Hakim yang dipimpin langsung Agus Rusianto untuk membebaskan terdakwa dari tahanan.

Baca: TRIBUNWIKI: Ini Sejarah dan Profil Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unhas

Sekedar diketahui dalam kasus ini menyeret tujuh terdakwa. Mereka adalah Wakil Ketua 1 DPRD Arfan Renggong, Wakil Ketua II Mustiar Rahim.

Serta  Sekretaris Dewan (Sekwan), Sangkala Tahir dan tiga penyelenggara proyek Gunawan, Nawir, dan Nurul Hasmi.

Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPu) Abdullah sebelumnya dibacakan sebelumnya menyebutkan pelaksanaan kegiatan bimbingan teknis (bimtek) tahun anggaran 2015-2016 yang dilakukan terdakwa  sebagian fiktif.

Baca: Adu Gaya Istri-istri Bos Stasiun Televisi Indonesia, Dari Surya Paloh hingga Chairul Tanjung

Pasalnya,  kegiatan bimtek di tujuh kota di Indonesia  tak memenuhi syarat yang diwajibkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri).

Selain itu, jenis kegiatan bimtek yang dijalankan para terdakwa  juga dinyatakan tak ada rekomendasi dari Badan Diklat Kementerian Dalam Negeri. Sehingga kegiatannya tak memenuhi syarat dan tak memiliki legalitas.

"Jadi mereka tidak mengikuti aturan dan surat edaran Pemendagri. Sehingga kegiatan yang dilaksanakan tidak sah," kata JPU Mudatsir kepada wartawan.

Baca: TRIBUNWIKI: Ini Sejarah dan Profil Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unhas

Para tersangka diduga melanggar Permendagri Nomor 57 Tahun 2011 berubah menjadi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2013 tentang pedoman orientasi dan pendalaman tugas anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota.

Berdasarkan hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sulsel ditemukan adanya kerugian negara dalam kegiatan bimtek senilai Rp 855.095.650 dari total anggaran digunakan sebesar Rp 3,6 miliar.

Baca: Mentan Andi Amran Sulaiman Beberkan Solusi Kemitraan Petani Jagung dan Peternak Unggas

JPU Mudatsir menambahkan kegiatan Bimtek yang dilaksanakan anggota DPRD selama dua tahun. Tahun 2015 ada 24 kegiatan dan semuanya fiktif.

Kemudian 2016 ada 22 kegiatan dan fiktif 13. Total Bimtek fiktif dilaksakanan 37 paket kegiatan.

"Jadi total kerugianya ada sekitar Rp 3 miliar. Tapi sudah dilakukan pengembalian," kata JPU Mudatsir.

Ada 46 kegiatan Bimtek di tujuh kota di Indonesia dengan menggunakan biaya negara. Diantaranya, Makassar, Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Bali dan lombok.

Semua Anggota Dewan Ikut Bimtek, Kenapa Cuma 3 Pimpinan Tersangka?

Sebelumnya, Tim Kuasa Hukum untuk terdakwa eks Ketua DPRD Enrekang, Banteng Kadang memastikan akan mengajukan eksepsi atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum terhadap klienya.

Dakwaan JPU dianggap disusun tidak sesuai dengan fakta yanh sesungguhnya sebagaimana dalam berita acara pemeriksaan di Kepolisian.

"Pasti kami akan ajukan eksepsi atas dakwaan JPU," kata Tim Kuasa Hukum terdakwa, M Alyas Ismail di Pengadilan Negeri Makassar usai pembacaan dakwaan, Kamis (31/01/2019).

Baca: Ahli Komisi Pemberantasan Korupsi: Rekaman Suara Rawan Dimanipulasi

Baca: VIDEO: Polres Enrekang Olah TKP Kios Pedagang Kaki Lima di Kulinjang Enrekang

Alasan mengajukan eksepsi juga karena dalam kegiatan Bimtek 2015 dan 2016 diikuti seluruh anggota dewan baik unsur pimpinan maupun 30 anggota dewan.

"Kalau itu dipersoalkan kenapa cuma ketiga unsur pimpinan ini yang dijadikan tersangkan," tegasnya.

Selain itu, Kata M Aliyas Ismail dari 46 kegiatan Bimtek Enrekang banyak penyelenggara. Faktanya, jaksa hanya menyeret tiga orang penyelenggara.

"Kami melihat ini tidak adil dan melanggar hukum sendiri terutama dalam persamaan dimata hukum," tuturnya.

Sekedar diketahui Polda Sulsel menetapkan tujuh tersangka dalam kasus Bimtek Enrekang dan enam diantaranya sudah dilimpahkan ke Pengadilan.

Mereka Mantan Ketua DPRD Enrekang Banteng Kadang, Wakil Ketua 1 DPRD Arfan Renggong, Wakil Ketua II Mustiar Rahim.

Baca: Catat Tanggalnya! Beli Rumah di PI Property Expo 2019, Bunga KPR Hanya 5%

Serta Sekretaris Dewan (Sekwan), Sangkala Tahir dan tiga penyelenggara proyek Gunawan, Nawir, dan Nurul Hasmi.

Mereka terseret dalam kasus ini karena karena diduga tidak memenuhi syarat yang diwajibkan dalam Permendagri, tentang orientasi dan pendalaman tugas anggota DPRD (tidak ada MoU).

Serta tidak ada rekomendasi badiklat kemendagri. Penyelanggaraanya juga tidak penuhi syarat dan tidak memiliki legalitas). Sehingga kuat dugaan bahwa kegiatan Bimtek anggota DPRD Enrekang itu hanya fiktif.

Akibat temuan itu, para tersangka diindikasi menyalagunakan anggaran negara sebanyak Rp 855 juta pada aggaran pengadaan Bimtek 2015 sebesar Rp 3,6 miliar.

Ada 49 kegiatan Bimtek di tujuh kota di Indonesia dengan menggunakan biaya negara. Diantaranya, Makassar, Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Bali dan lombok.(tribun-timur.com)

Baca: RESMI DIBUKA Pendaftaran PPPK 2019 di sscasn.bkn.go.id Bukan sscn.bkn.go.id, Cek Formasi dan Panduan

Baca: Benarkah Syahrini dan Reino Barack akan Menikah 22 Februari 2019? Ini Bocoran dari Kerabat

Baca: Rekrutmen PPPK Resmi Dibuka Hari ini, Portal sscasn.bkn.go.id Bisa Diakses Mulai Pukul 16.00 WIB

Baca: Komentar Luna Maya Saat Dijodohkan dengan Gading Marten oleh Melaney Ricardo, Serius atau Bercanda?

Berita Terkini