TRIBUN-TIMUR.COM-- Pentolan Aremania, Yuli Sumpil dihukum tak bisa masuk stadion seumur hidup.
Ini merupakan imbas dari aksi Yuli Sumpil yang masuk ke lapangan dan memprovokasi pemain Persebaya.
Dengan begitu, tamat sudah karir Yuli Sumpil didunia Suporter Indonesia.
Lantas siapakah Yuli Sumpil?. Berikut ulasannya.
1. Nama Asli Yuli Sugianto
Mengutip dari akun facebook Jiwa Arema, 14 Juli 2013 yang mengutip situs Wearemania.net, dirangkum sosok Yuli Sumpil.
Nama aslinya Yuli Sugianto atau tenar dengan nama Yuli Sumpil, demikian lajang kelahiran 14 Juli 1976 itu biasa dipanggil rekan-rekannya sesama Aremania, suporter fanatik Arema Indonesia.
Sumpil adalah nama kampung tempat tinggalnya, tepatnya di Jalan Sumpil Gang I, RT 3/RW 4 Kelurahan Purwantoro, Kecamatan Blimbing, Kota Malang, Jawa Timur.
Penampilan dengan style nyentrik sudah lama jadi ciri khasnya.
Topi yang tak pernah lepas dari kepalanya, tindikan di kedua telinganya, serta kaus dan jaket Aremania yang selalu melekat di tubuhnya seolah sudah jadi pemandangan wajar di tiap penampilannya.
Atribut tersebut menurutnya makin bikin dia semangat kala mendukung Arema di stadion ataupun dalam kehidupan sehari-hari.
2. Jadi Aremania Sejak Kecil
Sejak masih di bangku kelas 5 SD Yuli sudah menjadi sosok Aremania.
Dirinya selalu hadir di stadion untuk mendukung Arema yang kala itu masih berkompetisi di Galatama.
Saat diminta flash back ke masalalunya, Yuli pun bercerita tentang trik 'nakal'nya jika ingin nonton Arema tapi tak punya uang untuk membeli tiket.
Dia tetap datang ke Stadion Gajayana Kota Malang dan mengekor penonton dewasa yang bertiket saat masuk ke stadion. Hal demikian dilakoninya hingga SMP.
Ketika beranjak remaja, Yuli semakin berani dan bersemangat
Perlahan tapi pasti dia tumbuh menjadi sosok suporter sebenarnya. Dia rela ngamen di jalanan atau menjualkan kue dagangan ibunya, asal dapat uang untuk membeli tiket.
Yang penting baginya bisa mendukung Arema dengan tanpa gratisan lagi seperti masa kecilnya dulu.
Yuli berkisah sudah sejak remaja dia selalu berusaha melakukan apa saja demi menonton pertandingan Arema.
Bahkan kala laga away dia bersiap sejak pagi, menunggu truk di pinggir jalan raya.
Begitu ada truk atau mobil angkutan barang lainnya yang mau mengangkutnya, Yuli langsung melompat ke dalam bak mobil menuju kota tujuan.
3. Jadi Dirigen dan Pemersatu Aremania
Seorang dirigen, layaknya seorang konduktor dalam pertunjukan orkestra, adalah orang yang memimpin para suporter untuk menyanyi dan menari dalam sebuah pertandingan sepakbola.
Lagu apa yang harus dinyanyikan dan gerakan tubuh macam apa yang mesti dilakukan semua keputusan ada di tangan dirigen.
Semakin kreatif sang dirigen, maka semakin atraktiflah gerakan para Aremania yang mengikutinya.
Di era ligina saat Arema masih bermain di Stadion Gajayana, Aremania punya dua dirigen. Selain Yuli juga ada sosok Yosep, yang biasa dipanggil El Kepet.
Menurut pendapat mayoritas Aremania, seseorang dipilih menjadi dirigen karena penampilannya yang menarik, ceria, dan nyentrik, dan lain-lain.
Seorang dirigen juga wajib memiliki kemampuannya berkomunikasi dengan suporter lain, dan yang tak kalah pentingnya adalah kemampuan membangkitkan semangat suporter untuk terus memotivasi tim yang didukung.
4. Bintang Film The Conductors
Kiprahnya sebagai seorang dirigen sempat membuat seorang insan perfilman tertarik untuk mengangkatnya dalam sebuah film.
Akhirnya dibuatlah sebuah film dokumenter berjudul 'The Conductors' yang digarap oleh Andi Bachtiar Yusuf.
The Conductors berusaha untuk mengungkap sisi lain dari Addie MS (Twilite Orchestra), AG Sudibyo (Paduan Suara Mahasiswa UI) dan Yuli Sumpil (Aremania). Menampilkan kiat dan semangat dari anak manusia yang sangat mencintai profesinya tersebut.
Film yang telah diputar pada ajang Jakarta International Film Festival (JiFFest) 2007 lalu tersebut merupakan karya dokumenter kedua pria yang lebih akrab dipanggil "Ucup" setelah The Jak (2007).
Setelah premiere di Jakarta, film tersebut juga diputar di Bandung, Malang, Semarang, Yogyakarta, Jember, Purwokerto, bahkan sampai Pusan (Korea Selatan).
"Cita-cita saya, pagar besi pembatas tribun dengan lapangan nanti tidak perlu ada lagi. Jadi kita menonton sepakbola dengan enak, tidak ada perkelahian, tidak ada suporter yang mengganggu pemain.
Saya juga ingin semua golongan bisa bersatu di sini. Kaya atau miskin, laki-laki atau perempuan, Cina atau bukan Cina, pejabat atau orang biasa, Islam atau Kristen, di sini semuanya bisa sama, kata Yuli tentang harapannya untuk Aremania ke depannya.
5. Soal Rivalitas dengan Bonek
Seperti kebanyakan pemuda kota yang tinggal di kampung padat dan miskin, Yuli gemar sepakbola dan sering terlibat tawuran (perkelahian massal) antarkampung. Kala itu kelompok suporter di Malang sebelum ada Aremania adalah kelompok gank-gank yang selalu rusuh di tiap usai pertandingan, apapun hasil di lapangan.
"Buat saya dulu tawuran adalah bagian dari sepakbola. Sepakbola nggak ada tawuran seperti sepakbola banci," kata Yuli.
Soal rivalitas antara Aremania dan Bonek, Yuli tak hanya sekali dua kali terlibat langsung di dalamnya. Tak terhitung jumlahnya Yuli berada dalam satu medan tempur kala Aremania diserang oleh oknum berseragam hijau-hijau tersebut.
Bagi Yuli, itu adalah sebuah pembelajaran bagaimana jadi sosok suporter yang tak mau mencari musuh, namun ketika ketemu musuh tak lari.
Satu di antara kisah dramatisnya bertempur melawan Bonek dalam rangka membela diri, adalah ketika beberapa tahun lalu, sebelum menjadi dirigen, bersama 30 orang Aremania lainnya Yuli datang ke Jakarta untuk melihat Arema bertanding.
Dia berangkat dari rumah dengan menyiapkan sebilah pedang.
"Waktu itu, ini perlengkapan standar," kata Yuli sambil mengenang.
Di Jakarta ia terlibat bentrokan dengan kelompok Bonek di depan Stasiun Pasar Senen.
Mula-mula hanya saling melempar batu, tapi kemudian menjadi saling kejar, memukul dengan potongan kayu atau besi, bahkan hingga sabetan pedang.
"Yang saya ingat, keesokan harinya saya baca di koran ternyata ada 3 orang Bonek yang mati. Sementara kami semua selamat," kata Yuli mengisahkan.
Yuli kini ingin melupakan masa lalunya. Dia sadar tak selamnya suporter harus seperti itu. Suporter itu mendukung tim kebanggaannya, bukan bertindak anarkis, perkecualian untuk membela diri ketika diserang duluan.
Di ruang tamu rumahnya yang sempit, ia memasang fotonya ketika bersalaman dengan mantan Ketua PSSI, Agum Gumelar.
Di foto itu, Yuli yang masih berambut gondrong berkaus Arema warna biru, tampak tersenyum bangga.
"Saya diundang di acara pembukaan Liga Indonesia dan dikirimi tiket pesawat untuk hadir mewakili suporter" tuturnya.
6. Yuli dengan Berjuta Kisah Cintanya
Di sebuah blog milik seorang Aremanita dia juga pernah mengungkapkan bahwa dia punya mantan sebanyak 78 orang. Entah itu benar atau tidak, yang jelas Yuli mengaku dirinya bukan playboy.
Dalam sebuah penampilannya di acara Kick Andy Metro TV dia pernah mengungkap satu dari sekian banyak kisah percintaannya dengan wanita yang pernah dipacarinya.
Kisah tersebut terjadi di pertengahan tahun 2010, tepatnya saat detik-detik Arema mengunci gelar juara ISL 2009/2010. Saat itu Yuli mengaku akan bertunangan dengan seorang wanita pujaannya.
Kala itu 26 Mei 2010, Arema harus bertandang ke markas PSPS Pekanbaru untuk menentukan status juara yg selangkah lagi dalam genggaman.
Arema hanya butuh satu poin saja dari hasil imbang maka juara ISL 2009/2010 dipastikan dibawa pulang ke Malang.
Tak mau melewatkan momentum berharga tersebut, Yuli pun berniat ikut away tour ke Pekanbaru bersama sejumlah Aremania lainnya.
Namun apa mau dikata, sang dirigen tak punya cukup biaya untuk sekedar membeli tiket bus menuju ke sana.
Yuli pun teringat pada cincin tunangan yang akan diberikan pada kekasihnya. Demi cintanya pada Arema akhirnya dia gadaikan cincin tersebut dan uangnya dipakai untuk ongkos tour ke Pekanbaru.
"Setelah kejadian itu dia mutusin saya. Kami tak jadi bertunangan," komentar Yuli sambil tertawa kecil ketika ditanya oleh Andy sang presenter mengenai kelanjutan nasib pertunangannya kala itu.
Kendati demikian, Yuli sangat senang dan bangga karena menjadi saksi penentuan juara secara langsung di hadapan kedua matanya.
Kebetulan pada waktu itu laga antara PSPS vs Arema tak disiarkan oleh antv yang memiliki hak siar ISL.
8. Prestasi Sebagai Suporter
Selama memimpin Aremania Yuli Sumpil mendapat banyak penghargaan. Diantaranya The Best Suporter pada Ligina VI tahun 2000 bersama Aremania, The Best Supporter Piala Indonesia 2006 bersama Aremania, dan Film Dokumenter Terbaik (The Conductors).
Berkat Yuli Sumpil, Aremania menjadi suporter yang terkenal dan disegani hingga luar negeri dan pernah memenangi penghargaan sebagai suporter terbaik dari PSSI.
Berkat Yuli juga, banyak bermunculan dirigen-dirigen suporter di Indonesia.