OPINI

Opini Aswar Hasan: Kolom Kosong Rasa Petahana

Editor: Jumadi Mappanganro
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Komisi Informasi Publik (KIP) Sulawesi Selatan (Sulsel) Aswar Hasan

Pasti ada sesuatu yang bersifat prinsipal sehingga partai yang tadinya menyemut ke DP, tiba-tiba ramai berhijrah ke Appi-Cicu.

Apakah telah terjadi ketersinggungan psikologis politis partai, akibat tindakan komunikasi politik yang buruk, sehingga partai ‘melarikan diri?

Ataukah karena kalah menawar harga mahar politik untuk mendapatkan kendaraan politik?

Jika melihat LHK (Laporan Hasil Kekayaan) DP, maka rasanya-rasanya untuk kesanggupan membayar mahar politik, DP bisa saja berkompetisi untuk mendapatkan partai.

Dalam hal tersebut, partai-partai juga patut dipertanyakan komitmennya dalam menyajikan pilihan demokrasi kepada masyarakat.

Sebab, jika partai tidak membuka ruang terjadinya akumulasi hegemoni politik partai, maka partai tidak akan hanya berkumpul pada hanya satu paslon. Meski pun alternatif jalur non partai (perorangan alias independen) tersedia.

Faktor lainnya, bisa saja karena DP memang tak berhasrat menjadikan partai sebagai kendaraan politik.

Ini karena lebih memilih dan percaya diri maju lewat jalur perorangan/independen dengan perhitungan sebagai wali kota, dapat dengan mudah mendapatkan dukungan kartu tanda penduduk (KTP) yang kemudian direpresentasikan sebagai bentuk pilihan rakyat?

Agak sulit memang menyimpulkannya, karena ada banyak faktor yang memungkinkan sebagai variabel.

Alhasil, ketika terjadi duel politik dalam oposisi biner antara DIAMI (petahana tanpa partai sebagai pengusung) melawan penantangnya Appi-Cicu yang diusung koalisi partai , terjadi sengketa hukum.

DP digugat atas tuduhan menyalahgunakan kewenangannya sebagai wali kota atas tiga hal pokok.

Pertama, menggunakan tagline yang telah menjadi milik Pemkot Makassar, dua kali tambah baik. Kedua, bagi-bagi ponsel ke RT/RW.

Ketiga, memanfaatkan tenaga kontrak untuk kepentingan politik pilwalkot.

Proses sengketanya panjang berliku hingga ke Mahkamah Agung (MA). Hasilnya, DIAMI dinyatakan terdiskualifikasi.

Maka pupuslah harapan DIAMI untuk kontestasi Walikota. Tampaknya, hal tersebut menjadi pukulan berat secara politik dan hukum yang sulit diterima di pihak DP.

Halaman
123

Berita Terkini