Munandar-Harun Didakwa Loloskan Puluhan Paket 'Siluman' di APBD Sulbar 2016

Penulis: Nurhadi
Editor: Imam Wahyudi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Munandar Wijaya menjalani sidang perdana pembacaan dakwaan perkara kasus dugaan korupsi di Pengadilan Tipikor Mamuju, Sulbar, Kamis (26/4/2018).

 Laporan Wartawan TribunSulbar.com, Nurhadi

TRIBUNSULBAR.COM, MAMUJU - Sidang perdana dua terdakwa kasus dugaan korupsi APBD Sulbar 2016, Munandar Wijaya dan H. Harun, kembali berlangsung di Pengadilan Tipikor Mamuju, Jl AP Pettarani, Kelurahan Binanga, Rabu (26/4/2018).

Munandar Wijaya dan H. Harun keduanya adalah mantan pimpinan wakil Ketua DPRD Sulbar. Mereka menjalani sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan didampingi seorang pengacara yang sama Hijrah Thalib.

Pembacaan surat dakwaan Legislator Gerindra dan PAN dilakukan dua orang Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi Sulselbar, yakni Mudassir dan Fajar Lahang.

Sidang dipimpin Ketua Pengadilan Negeri Kelas 1B Mamuju, Beslin Sihombing, selaku ketua majelis hakim didampingi dua anggota majelis hakim, Irawan Ismail dan Andi Adha.

Dalam pembacaan dakwaan JPU menyebutkan, Munandar Wijaya dan H. Harun, telah meloloskan puluhan paket pekerjaan 'siluman' tanpa melalui forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah (Musrenbang). Paket pekerjaan tersebut banyak direalisasikan di luar daerah pemilihan kedua terdakwa.

Disebutkan, Munandar Wujaya mengusulkan 77 paket pekerjaan dengan nilai Rp 15,1 miliar. Sementara H. Harun mengusulkan 79 paket pekerjaan dengan 17 miliar rupiah.

Dari puluhan paket pekerjaan tersebut tidak semua terealisasi, dikarenakan adanya rasionalisasi anggaran akibat pelaksanaan Pilgub Sulbar 2017 dan hasil asistensi Kemendagri yang mengisyaratkan penambahan 20 persen anggaran pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan.

Dari 77 peket yang diusulkan Munandar Wijaya, JPU menyebutkan hanya terealisasi sebanyak 14 paket yang terdapat di dua Organisasi Perangkat Daerah (OPD) masing-masing di Dinas PUPR 9 paket dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan 5 Paket dengan nilai Rp 2,6 miliar.

Sementara paket pekerjaan yang diloloskan H. Harun, JPU menyebutkan hanya terealiasi sebanyak 32 paket, Masing-masing 28 paket pada Dinas PUPR dan 4 paket pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dengan nilai Rp 5 miliar.

"Jadi 14 paket pekerjaan. Total dugaan kerugian negara untuk terdakwa Munandar Wijaya itu sekitar Rp 2,6 milyar. Sementara H. Harun 32 paket pekerjaan dengan nilai 5 miliar,"ujar Mudassir usai sidang.

Selain diloloskan tanpa melalui forum Musrenbang, puluhan paket pekerjaan tersebut dilaksanakan tanpa dilakukan peninjauan lokasi pekerjaan sehingga OPD yang bersangkutan tidak mengatahui sasaran dan manfaat dari puluhan paket pekerjaan tersebut.

Juga disebutkan bahwa puluhan paket pekerjaan tersebut dikerjakan oleh orang-orang terdekat para terdakwa. JPU menyebutkan perbuatan tersebut dilakukan secara berkelanjutan sehingga dinilai dinilai suatu perbuatan melawan hukum penyalahgunaan kewenangan atau jabatan yang ada pada terdakwah.

JPU Mudassir mengatakan, atas perbuatan Munandar dan Harun, didakwa melanggar pasal 12 huruf i Undang-undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Undang-undang RI Nomor 21 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 pemberantasan tindak pidana korupsi.

Kemudian Pasal 22 Jo Pasal 1 angka 5 Undang-undang RI Nomor 28 tahun 1999 tentang penyelenggara negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Selanjutnnya Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Undang-undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang tindak pidana pemberantasan korupsi.

Subsidair Pasal 3 Jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Undang-undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

Tak hanya itu, para terdakwa juga diduga melanggar peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia (Permendgri) Nomor 52 tahun 2015 tentang pedoman penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 tahun 2010 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah karena dinilai yang mengerjakan proyek tidak memiliki keahlian.

Berita Terkini