7 Fakta Tentang Abu Hamzah, Ke 1, 2 & 4 Menyedihkan dan Lucu, yang 9 Mencengangkan

Penulis: Muhammad Fadhly Ali
Editor: AS Kambie
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Bos AbuTours, Muhammad Hamzah

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Bos Abutours, Hamzah Mamba alias Abu Hamzah, akhirnya dijadikan tersangka, Jumat (23/3/2018).

Pendiri dan penemu bisnis umrah sistem “multi level marketing” ini dinilai telah menggelapkan uang 86.720 orang senilai Rp 1,8 triliun.

Jamaah calon umrah Abutours yang tidak diberangkatkan itu berasal dari 15 provinsi. Mereka telah menyetor uang antara Rp 12 juta hingga Rp 16 juta per orang sejak tahun 2016.

Berikut tujuh fakta tentang Hamzah dan bisnisnya:

1. Yatim Piatu Sejak Usia 9 Tahun
Hamzah dilahirkan di keluarga sederhana di Takalar tahun 1982. Hamzah yatim piatu sejak di bangku kelas 4 SD.

Ibunya meninggal kala ia berusia 2 tahun, ayahnya tiada ketika usia Hamzah masih 9 tahun. Ia pun dibesarkan oleh saudara ayahnya.

2. Masuk di UNM, SAg di YAPTI Jeneponto
Tahun 2001, Hamzah Mamba jadi mahasiswa baru (maba) di Jurusan Mesin Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar (UNM).

Hamzah kuliah saat mulai berbisnis. “Dia yunior saya di Fakultas Teknik UNM.Tapi jarang sekali saya lihat di kampus dulu, dia jarang masuk kampus karena sibuk bisnis,” ujar seorang alumnus Fakultas Teknik UNM, Muhlis.

Hamzah tak menyelesaikan kuliah di UNM. Maba di UNM, Hamzah Sarjana Agama (SAg) di Sekolah Tinggi Agama Islam YAPTI Jeneponto.

3. Lima Tahun Misterius
Sejak 2015, Hamzah jadi buah bibir, khususnya di kalangan pengelola travel umrah dan haji. Tarif umrah super murah yang dia berlakukan menghentak mulai mengusik travel lainnya. Jamaah Aburtours membeludak, sementara travel lain kesulitan mencari calon jamaah.

Tahun 2011, Abutours hanya mematok tarif Rp 10,5 juta, saat travel lain sudah menawarkan harga di kisaran Rp 14 juta hingga Rp 15 juta.

Sejak itu, Hamzah jadi misterius. Hanya namanya yang selalu disebut, khususnya oleh agen Abutours. Ada yang menyebutnya Pak Haji, ada menyebut Pak Abu.

“Pak Haji sangat low profile. Beliau tidak suka publikasi dan tidak mau muncul di media,” kata beberapa petinggi Abutours ketika coba dilobi untuk mempertemukan dengan Sang Bos.

Hamzah baru muncul ke publik usai wawancara khusus dengan Tribun Timur pada hari Selasa, 19 September 2017 malam.

Dalam sesi wawancara khusus itu, Hamzah menegaskan lagi kepribadiannya. Dia mengaku low profile, tidak ingin diekspos publik. Media lokal hingga nasional, media cetak hingga elektorik antre mewancaranya. Namun ditolaknya.

“Insyallah, kita aman-aman saja. Kami tetap akan memberangkatkan jamaah sesuai jadwal, “ katanya kepada Tribun, di lantai 3 Silverhawk, kafe miliknya di Jl Mappaoddang, Mamajang, Makassar, Selasa (19/9/2017) malam.

Itulah kali pertama, Hamzah berbicara terbuka kepada media massa, setelah rangkaian verifikasi oleh otoritas haji dan umrah provinsi, Kementerian Agama Wilayah Sulsel (Kemenag) Sulsel, dan Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi Sulsel terdiri dari 7 lembaga pemerintah; Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Polda Sulsel, Kejati Sulsel, Dinas Koperasi Sulsel, Dinas Kominfo Sulsel, dan Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah.

Didampingi Manager Distrik Abutours and Travel Wilayah Timur Elan Suherlan, dan sejumlah petinggi kelompok usaha ini, Abu Hamzah beberapa kali menegakskan, akan memberangkatkan jamaah, mulai Oktober 2017.

4. Jadi Tukang Cuci Piring di Pizza
Hamzah mengaku jiwa enterpreneurship dalam dirinya mulai tumbuh setelah menjadi tukang cuci piring di salah satu restoran cepat saji, Pizza Hut, di Mal Panakkukang, Makassar.

"Setahun lebih saya di sana. Kerjaanya jadi tukang cuci piring. Di Pizza saya banyak belajar. Salah satunya sistem dan pengembangan usahanya," kata Hamzah dalam sesi wawancara khusus dengan Tribun Timur tersebut.

5. Jatuh Bangun Jualan Es Teler
Tak dijelaskan tahun berapa Hamzah jadi tukang cuci piring di Pizza. Dia mengaku resign dari Pizza karena ingin mengembangkan diri, apalagi usianya masih muda. Ia ingin berwirausaha sendiri.

"Modal saya dari gaji saat bekerja di Pizza Hut. Saya jualan es teler saat itu. Buat gerobak dan jualan ke sana kemari. Alhamdulillah untungnya bisa buat makan sehari-hari," katanya.

Namun, usahanya berbuah manis, kala Ramadan tiba. Temannya sewaktu kecil, ia panggil dengan nama Aan. Menawarkan tempat untuk dia stay berjaualan.

"Waktu itu Aan menawarkan saya tempat untuk berjualan di Pantai Losari. Saya bilang kan biasa penjual di situ digusurki. Tetapi karena ini semacam bazzar sampai 30 hari makanya saya terimaki," kata Hamzah sapaan kerabatnya.

Sehari, ia bermodalkan Rp 50 ribu bisa untung Rp 250 ribu. Daganganya cepat habis sebelum buka puasa tiba kala Ramadan 2006 silam.

"Hingga 30 hari, untung saya hingga Rp 60 juta. Saya sujud syukur. Allah memberi jalan, Alhamdulillah," ujarnya.

Ia pun memutuskan menikah, dengan teman SMA-nya dulu di SMA Tamalate Jl Tanggul Patompo Makassar.

6. Jual Coto Makassar Hingga ke Yogyakarta
Di puncak bisnis es telernya, Hamzah mencoba bisnis baru. Tahun 2006, uang hasil dagang es teler itu diputarnya kembali. Ia membuka usaha Coto Makassar.

Usaha kuliner Coto Makassar yang dirintisnya awal 2007 di Kota Daeng hanya seumur jagung. Di bulan ketiga, usaha Coto Makassar, modal hasil dagang es teler Rp 60 juta, tutup. Dari Rp 60 juta hasil jual es teler, tersisa Rp 1,3 juta.

"Alhamdulillah tiga bulan buka, usaha saya bangkrut. Hanya menyisahkan Rp 1,3 juta saja. Saya tidak down. Saya berdoa kepada Allah untuk dibukakan pintu rezeki," katanya.

Hamzah bangkrut. Coto Makassar yang dia rintis tutup.
"Saya dan istri pun berniat hijrah. Jakarta menjadi pelabuhan saya. Meski saya tidak tahu bakal tinggal dimana di sana. Namun keyakinan untuk berhijrah pun saya lakukan bersama istri dan anak saya yang pertama berusia 12 hari," katanya.

Tekad Hamzah sudah bulat. Uang Rp 1,3 dia gunakan membeli dua tiket kapal laut, Rp 500 ribu. Sisanya dipakai untuk sewa kontrakan dan makan nantinya di ibu kota negara.

"Dua hari dua malam kami di kapal. Hanya makan dan minum pembagian dari kapal untuk kelas ekonomi," ujar lelaki yang tidak tamat di jurusan Teknik Mesin UNM itu.

Singkat cerita, ia dan istri sampai di pelabuhan Tanjung Priok. Ketika turun, keduanya bingung mau ke mana.
"Alhamdulillah, pas turun dari kapal, saya dan istri duduk sebentar di terminal penumpang. Tiba-tiba saya ingat teman sekolah di SMA Tamalate di Makassar, namanya Alfian yang berprofesi sebagai juru parkir," jelas Hamzah.

Hamzah menelepon Alfian. Syukur ada respons. "Halo Alfian di manako, Kawan? Waduh adaka di Jakarta ini, samaka istriku, mauka ke tempatmu nah. Sekalian saya cari-cari kerjaan di sana," kata Hamzah menirukan perbicangannya via handphone kala itu.

Alfian pun mengajak ke rumahnya yang berada di daerah Pasar Ikan Morangke. Hal lucu, ketika ia melewati kanal menuju rumah temannya dengan kendaraan bajai super ribut.

"Ta'bangai itu istriku pas lewat kanal, duh rantasanya di sana, baunya lagi. Istiriku bilang, ini mi Jakarta ayah? Ka lebih bagus di Makassar meki," ujarnya dengan logat Makassar kental.

Sesampai di rumah Alfian, ia inap di rumah yang ukurannya kecil. Cukup untuk lima orang saja. Namun, temannya itu mempersilakan Hamzah, istri, dan bayinya tinggal.

Muh Hamzah Mamba hanya sepekan jual ikan di Muara Angke, Jakarta, 2007. Bukan“bau pesing” membuat Hamzah “angkat basket” dari bekas perkampungan yang didirikan Arung Palakka dan pasukan Bugis dari Kerajaan Gowa itu.

Hamzah, yang baru sepekan hijrah ke Jakarta dari Makassar setelah jualan Coto Makassar, tidak tahan jual ikan karena tak tega berebut pelanggan. Hati kecilnya tak terima jika hanya gegara uang Rp 50 ribu saja saja seperti harus merelakan nyawa memperebutkan pembeli.

"Saat itu saya menjual es teler kembali. Hahaha back to es teler lagi deh. Luar biasa perjuangan kala itu, bayangkan saya jualan dari Morangke ke Masjid Istiqlal. Saya dorong itu gerobak. Namun Alhamdulillah omzet bisa Rp 100 ribu per hari," jelas Hamzah.

Namun hidup dengan uang segitu di Jakarta cuma cukup makan dan biaya kontrakan. Apalagi ia merasa tidak enak dengan temannya yang rumahnya dihinggapi.

"Enam bulan saya jualan es teler dengan gerobak. Namun tidak sengaja saya lewat di markas TNI AL Marinir Cilandak. Saya bertemu keluarga yang seperti saudara kandung saya sendiri," ujar anak tunggal itu.

Hamzah panggil dia kakak, anggota TNI berpangkat Kopral merasa tersentuh melihat kerjaannya kala itu. Ia pun memberi jalan keluar, dengan meminjamkannya modal sekitar Rp 10 juta.

"Alhamdulillah kakak saya itu memberi modal untuk berjualan di dekat markas TNI. Lebar lokasinya 3 meter kali 3 meter. Tidak susah lagi saya mendorong gerobak. Usahanya tetap es teler," beber anak yatim piatu diusia 9 tahun itu.
Ia pun pamit dengan Alfian sahabatnya. Dan mencari kontrakan di dekat lokasi usahanya.

"Kakak saya itu meminjamkan uang Rp 10 juta dari koperasi. Sebulan saya harus bayar Rp 1 juta. Termasuk sewa tempatnya," katanya.

Gerobak yang menemaninya selama ini dibongkar. Kayu, papan, kaca, alat-alat es teler pun dilengkapi menjadi lemari penyimpan bahan. terpal dilebarkan, tempat duduk kayu diadakan.

"Alhamdulillah, tidak sampai lima bulan, usaha bangkrut lagi. Saya pun bingung harus membayar hutang koperasi ke kakak saya bagaimana," katanya.

Hamzah sangat beruntung, kopral yang dipanggil kakak itu tidak mempermasalahkannya. "Gajinya Rp 3 juta, bayar cicilan Rp 1 juta. Ia ikhlas memberi, namun biaya kontrakan tetap saya yang bayar. Kakak saya bilang, urusmi dirimu, Dik, tidak bisa meka bantuki," katanya menirukan sang Kopral.

Ia pun berserah diri kembali kepada Allah. "Tunjukkanlah jalan keluar untukku ya Allah. Tidak ada lagi apa-apa yang saya punya. Selepas itu saya ke warnet masih Rp 2 ribu sejam itu hari. Saya cari loker, eh yang ketemu poster pameran di Yogyakarta," katanya.

Ia berniat ke Yogyakarta, namun tidak memiliki uang. Ia pun balik ke kakaknya yang berpangkat kopral itu untuk memberi pinjaman terakhir kalinya. "Alhamdulillah dikasi Rp 1,1 juta itu hari. Saya pun naik kereta ke Yogyakarta, bersama adek ipar saya yang datang dari Makassar ke Jakarta membantu saya jualan es teler," katanya.

7. Punya 9 Perusahaan
Di bawah bendera Abu Corp, Hamzah mengendalikan bisnis umrah, haji, kuliner, production house, percetakan, dan yayasan amal sekolah tahfidz dan pesantren anak yatim. Kini memiliki 34 kantor cabang di 14 provinsi.

Hingga Agustus 2017, Abutours sudah memberangkatkan 51 ribu lebih jamaah. Lewat paket promo dan reguler, animo warga berumrah bersama perusahaan ini meningkat dua kali lipat dari tahun ke tahun.

Abutours mulai memberangkatkan jamaah umrah pada tahun 2011. Awalnya, hanya 100 orang. Setahun kemudian meningkat menjadi 500. Bahkan pada tahun 2013 sudah memberangkatkan 1.500 orang, dan naik 100 persen menjadi 3.000 orang pada tahun 2014. Lonjakan signifikan terjadi pada tahun 2015, 7.000 orang.

Abutours seakan tak terbendung. Lewat agen hingga pelosok desa, Abutours terus panen jamaah. Pada tahun 2016, dilaporan memberangkatkan 14 ribu jamaah. Hingga bulan ke-7 2017, Hamzah sudah memberangkatkan 25 ribu lebih jamaah.

Bisnis utamanya Abu Tours and Travel. Ini ditunjang bisnis lain seperti Al Haram Media Group yang bergerak di usaha cetak, online, dan radio.

Ada juga Alabaik Group yang mengelola kafe dan resto. Silverhawk Alabaik Café mengelola empat usaha, Alabaik Resto, Lobby Cafe & Resto, CHOPPER Eatery & Coffee, dan UBOX Foodcourt.

Hamzah juga sudah merambah dunia pendidikan. Lewat Lembaga pendidikan Yayasan Pesantren Islam Al Ikram, dia memiliki tiga unit usaha, Alika Printing, Almira Travel, dan Amanah Plus.(*)

Berita Terkini