Kisah Anak Tukang Batu jadi Polisi Membekas di Hati Kepala SPN Batua

Penulis: Darul Amri Lobubun
Editor: Anita Kusuma Wardana
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kepala (KA) SPN Batua, Komisaris Besar (Kombes) Fajaruddin.

Laporan Wartawan Tribun Timur, Darul Amri Lobubun

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Kisah sedih Bripda Asrul (20) yang baru-baru ini lulus dari Sekolah Polisi Negara (SPN) Batua, mengharukan banyak orang.

Bahkan kisah Asrul, anak dari seorang tukang batu itu seakab membekas di benak seorang Kepala (KA) SPN Batua, Komisaris Besar (Kombes) Fajaruddin.

Menurut Kombes Pol Fajaruddin, kisah Asrul mengingatkan dia saat mengikuti tes masuk sekolah Akademi Kepolisian (Akpol) di tahun 1990, 28 tahun silam.

"Kisah Asrul ini tidak beda jauh dengan saya dulu sebelum sekolah Akpol, saya dulu dagang keliling," kata Fajaruddin di Mapolda Sulsel, Kamis (8/3/2018).

Dia seakan mau nangis dengar ceritanya Asrul yang harus bersusah sebelum lulus di SPN. Dia menagaku sama, karena dia harus bantu ayahnya berdagang keliling.

Kisah Asrul yang lulus di SPN, ia harus menjadi kuli bangunan, bahkan menjadi tukang batu ikuti ayahnya, Syamsuar. Ia resmi jadi polisi, Selasa (6/3/2018) lalu.

Usai dilantik di halaman SPN Batua, Jl Urip Sumoharjo, kota Makassar. Asrul langsung berlutut dan lalu kemudian mencium kedua kaki Syamsuar (45).

Peristiwa tersebut membekas di kepala Fajaruddin. Karena saat itu, dia juga merasakan suasana haru biru diselimuti kesedihan dari kedua orang tua Asrul.

Kombes Fajaruddin menceritakan, ia sangat yakin kisahnya tidak jauh beda dengan Asrul. Karena terlahir sebagai polisi dari latar keluarga pas-pasan.

"Asrul tes masuk polisi pakai uangnya sendiri, fotokopi berkas dan transportasi. Sama seperti saya dulu, orangtua saya tidak punya uang juga," cerita Fajaruddin.

Kombes Pol Fajaruddin, lahir di Medan, Sumatera Utara, pada 20 Oktober, tahun 1967. Sekarang menjabat sebagai KA. SPB Batua, Kota Makassar, Sulsel. 

Anak Pemecah Batu

Kepala Polisi Daerah (Polda) Sulsel Irjen Pol Umar Septono, Selasa (6/3) pagi, mengukuhkan 600 siswa pendidikan pembentukan (Diktuk) Bintara Polri Tugas Umum (Gasum) Tahun Anggaran 2017 Angkatan XLII di Sekolah Polisi Negara (SPN) Batua Polda Sulsel, Jl Urip Sumiharjo, Makassar.

Mereka dinyatakan lulus setelah dididik disiplin, ilmu kesamaptaan, kurikulum polisi di asramakan selama hampir 200 hari, sejak September 2017.

Sejatinya, saat penerimaan ada 601 siswa. Namun, di tengah perjalanan, satu siswa asal Gowa, disersi. Dia tak tabah.

Bripda Asrul (20) langsung mencium kedua kaki ayahnya, Syamsuar (45) usai resmi jadi polisi, Selasa (6/2/2018). Anak dari pekerja pemecah batu itu tersungkur didepan ayahnya setelah mengikuti pelantikan Brigadir muda di SPN Batua, Makassar. (TRIBUN TIMUR/DARUL AMRI)

Dari sekitar 1000-an orangtua yang hadir, dan sekitar 1500-an orang, ada momen mengharukan yang sempat terekam kamera.

Bripda Asrul (20), jadi perhatian banyak siswa dan undangan. Asrul memang siswa yang sudah dua kali mencoba jadi polisi, namun baru lulus tahun 2018.

Warga BTN Batara Ogi, Daya, Kecamatan Biringkanaya, timur Makassar ini adalah anak bungsu sepasang buruh bangunan, dan pemecah batu gunung di Biringkanaya.

Ayahnya, Syamsuar (54) dan ibunya, Sitti Rusnah (51) datang khusus menyaksikan momen naiknya status sosial keluarganya, menjadi keluarga besar Kepolisian Republik Indonesia.

Ratusan Siswa Bintara Polri melakukan simulasi pengamanan pilkada yang didramtisir bentrok usai mengikuti upacara Penutupan Pendidikan Pembentukan di Sekolah Polisi Negara (SPN) Batua, Jl Urip Sumoharjo, Makassar, Sulsel, Selasa (6/3/2018). (SANOVRA JR)

Syamsuar pun dapat perhatian khusus sang kepala sekolah, Kombes Pol Fajruddin. Dia diwawancara khusus dan dipertemukan khusus dengan anaknya pas usai yudisium.

Momen mengharukan itu, sarat air mata. Tidak si anak, ayah, ibu, dan beberapa burung bangunan yang kerap jadi ‘mentor” Asrul sepulang belajar di SMA Negeri 18, Mangga Tiga, Makassar.

Saat melihat ayahnya, Asrul langsung mencium kedua kaki ayahnya. “Tetta, jadi polisi kodong. Bukan meki lagi tukang batu, tapi bapak polisi.”

Asrul tak peduli, sepatu lusuh dan berdebu alas kaki ayahnya.

Mata kepala SPN berkaca-kaca. Belasan orang yang ada di lokasi, juga terharu. Jujur, mata wartawan Tribun juga basah.

Asrul menangis. Dia tak kuasa menahan emosi. Suaranya parau dan keringat yang mengucur usai simulasi pengamanan Pilkada, kian membuat suasana jadi hening.

"Minta maaf pak, kalau ada salahku. Ini saja yang bisa saya kasih, jadi polisi," kata Asrul yang langsung berdiri dan memeluk erat ayahnya, Syamsuar.

Usai ‘sesi’ cium kaki sang ayah, Asrul mengatakan itu spontan. “Itumi terima kasihku sama bapakku. Dia kasi sekolahka sejak SD dari hasil tukang batuji.”

Suasana haru biru itu menjadi perhatian keluarga Brigadi polisi baru yang lain, bahkan ada beberapa dari mereka yang terus-menerus menyeka air matanya. Sitti Rusnah, ibu kandung Asrul, menyebut anaknya penyabar.

Syamsuar didampingi istrinya, Rusnah. Menyebutkan, anaknya gigih, Asrul harus membantunya untuk bekerja.

"Ini anakku sabar, karena sekolah polisi ini dia yang biayai dirinya sendiri. Saya ini hanya tukang pecah batu, ada uang tabungannya dia pakai," kata Syamsuar.

Asrul butuh tiga tahun untuk mendapatkan pangkat bripda. “Sejak SMA cita-citanya jadi polisi ji.”

Asrul memang ikut tes masuk SPN Batua di 2016, tak lulus. Tahun yang sama dia ikut tes Akmil dan Bintara TNI juga tak lulus. Juni 2017 dia daftar lagi, dan alhamdulillah lulus Maret, dan segera akan ditugaskan akhir Maret ini.

"Alhamdulillah, saya selalu berdoa agar tidak putus asa. Tahun ini saya diterima dan lulus di SPN, saya merasa sudah angkat derajat orang tua," ujar Asrul terus menyeka air mata.

 Asrul sadar, orangtuanya tidak mampu untuk membayar untuk masuk SPN. Tapi karena ada tabungannya, dia mampu untuk daftar pakai uang tabungan jadi kuli bangunan sejak SMP.

Syamsuar tidak menyangka, anaknya bisa lulus seleksi sekolah Bintara muda ditengah keterbatasan mereka. Bahkan Syamsuar tegaskan tidak bayaran.

Seorang pemecah batu, Syamsuar (45) mengaku anaknya jadi seorang anggota polisi, tanpa harus menyogok polisi. (DARUL AMRI)

"Anak saya ini lulus bersih kasihan, kalau mau bayar sampai jutaan rupiah, itu saya dapat uang dari mana, saya ini pekerja batu, buruh harian," jelas Syamsuar.

Sebelum lulus bintara, Asrul yang saat libiran sehari ke rumah, kata Syamsuar, dia selalu selalu membantunya untuk belerja serabutan, seperti buruh harian.
"Ini anak kalau ada libur satu hari, sering membantu angkat bata, aduk semen dan bantu tantenya jual ikan di pasar, itu dia dapat uang untuk tabung," katanya.

Pesan Kapolda

Setelah mengikuti upacata pelantikan, 600 Brigadir muda ini tidak langsung bisa pulang. Karena akan ada prosesi Yudisium untuk penempatan satuan.

Kapolda Sulsel Irjen Pol Umar Septono (darul/tribuntimur.com)

Irjen Umar Septono, berpesan kepada masyarakat yang anaknya akan ikuti tes masuk SPN Batua ditahan 2018 ini, agar tidak usah percayai Calo polisi SPN.

"Saya berpesan ke masyarakat pada waktu penerimaan Polri tahun ini dan tahun depan agar tidak selalu ingat, ini sekolah Polri tidak bayar," tegas Umar.

Bahkan, Umar, mantan Kapolda NTB ini menekan agar masyarakat jangan terlalu percaya dengan orang yang mengaku mau luluskan, karena itu penipuan.

"Saya tekankan lagi, masyarakat jangan percaya dengan orang yang janjikan agar anaknya masuk polisi, kalau ada yang pakai uang itu bodoh" jelas Umar

Berita Terkini