TRIBUN-TIMUR.COM - Tausiyah maulid Nabi Muhammad SAW yang disampaikan Habib Jindan di Istana Bogor semalam menjadi penyejuk di tengah maraknya isu-isu sektarianisme atas nama agama.
Habib Jindan berharap dengan momentum kelahiran Nabi Muhammad SAW, umat Islam bersatu dan meneladani akhlak mulia Nabi dalam kehidupan sehari-hari.
Presiden Joko Widodo menggelar acara peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW Tahun 1439H/2017 M bersama sejumlah ulama dan pejabat negara di Istana Kepresidenan Bogor, Kamis (30/11/2017) malam.
Baca: Heboh Video Panggung 212 Roboh di Monas. Ini Penjelasan Resmi Panitia
Baca: Warga Jeneponto Ini Rela Sumpah Pocong Agar Sapinya Kembali
Baca: Bondan Winarno Agama - Sesuai Agama Dianut, Bondan Winarno Minta Jenazahnya Tidak Dikubur
Pantauan Tribunnews.com, acara dimulai sekitar pukul 20.00 WIB, dimana Presiden menggunakan baju koko warna putih dibalut dengan jas berwarna hitam duduk dan menggunakan peci hitam.
Sebelum dimulainya peringatan Maulid, lagu kebangsaan Indonesia Raya dikumandangkan dan selanjutnya pembacaan ayat suci oleh salah satu santri.
Adapun yang memberikan Hikmah Peringatan Maulid Nabi Besar Muhammad SAW yaitu Habib Jindan Bin Jindan Bin Novel Bin Salim Bin Jindan.
Sejumlah pejabat negara yang hadir yaitu Menko Polhukam Wiranto, Menteri Agama Lukman Hakim Saifudin, Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo.
Amar Ma’ruf dengan Cara Ma’ruf
"Nabi menjawab, dalam situasi perang, 'saya diutus Allah bukan untuk jadi tukang caci maki. Aku, walaupun perang, diutus untuk memberi rahmat'," kata Habib Jindan di Istana Bogor, Kota Bogor, Jawa Barat, Kamis (30/11/2017) malam.
"Allah menyatakan, 'sesungguhnya dengan rahmat Allah engkau bersikap lemah lembut'," imbuh Habib Jindan.
Menurutnya, Nabi Muhammad SAW selama berdakwah selalu mendapat halangan dari para penolaknya. Tetapi hal itu bahkan tak membuat Rasulullah berlaku kasar kepada mereka.
Bahkan, kata dia, Nabi Muhammad selalu berpesan kepada panglima perangnya untuk tidak mengejar musuh yang sudah berpaling.
Sementara bila musuh menyerang, jangan pula langsung menyerang.
"Ajak mereka dalam agama Islam. Tawarkan mereka ajaran Islam hingga mereka berhenti memerangi kita," kata Habib Jindan.
Nabi Muhammad selalu bertutur kata lembut dan memiliki suara yang merdu, kata Habib Jindan. Sehingga dirinya tak pernah mencaci orang lain.
"Agama Islam tidak dibela dengan cacian, makian. Agama Islam dibela dengan rahmat, kasih sayang dan kegigihan," tutur Habib Jindan.
Sementara menurut dia, masih ada orang yang berdalih mengamalkan 'amar maruf nahi munkar' dan membuat mereka mencaci maki. Namun itu disebut Habib Jindan merupakan hal salah.
"Kita harus melakukan amar maruf dengan cara yang maruf, menyampaikan kebaikan dengan cara yang baik. Juga nahi munkar dengan cara yang maruf. Bukan melakukan amar maruf dengan cara yang munkar," ujar dia.
Berikut fakta-fakta yang dirangkum tribun-timur.com tentang Habib yang dikenal dengan tausiahnya yang sejuk itu:
1. Keturunan Singa Podium Betawi
Habib Jindan bin Novel bin Salim Jindan lahir di Sukabumi 21 Desember 1977 atau bertepatan dengan 10 Muharram 1398 Hijriah.
Habib Jindan adalah da'i, ulama, dan pimpinan Yayasan Al Fachriyah, Tangerang, Banten.
Dia adalah cucu dari Habib Salim bin Ahmad bin Jindan, seorang pejuang dakwah di Betawi pada tahun 1906-1969 yang berjuluk "Singa Podium".
2. Jadi trending topic di twitter
Ceramahnya yang sejuk membuat jadi pembicaraan warganet.
3. Kerap dibanding-bandingkan dengan Habib Rizieq
Warganet menyayangkan Presiden Jokowi mengundang Habib Jindan. Seharusnya yang diundang adalah Habib Rizieq
4. Pakai seragam Banser, ormas NU
5. Alumnus ‘Tanah Abang’
Dilansir wikipedia, Jindan bin Novel pernah bersekolah di SD Islam Meranti, kemudian melanjutkan ke Madrasah Jam’iyatul Khair Tanah Abang, dan kemudian ke Darul Musthafa di Tarim, Hadramaut.
Sejak muda, sepulang sekolah, Habib Jindan selalu belajar pada habib dan ulama di Jakarta, seperti di madrasah Tsaqafah Islamiyah yang diasuh oleh Habib Abdurrahman bin Ahmad Assegaf dan puteranya, Ustadz Abu Bakar Assegaf.
Habib Jindan juga pernah belajar bahasa arab di Kwitang (Senen, Jakarta Pusat) di tempat Habib Muhammad bin Ali Al-Habsyi, dengan guru-guru setempat.
Selain itu, pada sorenya ia sering mengikuti Rauhah yang digelar oleh Majelis Ta’lim Habib Muhammad Al Habsyi.
Di majelis itu, banyak habib dan ulama yang menyampaikan pelajaran-pelajaran agama, seperti Habib Abullah Syami’ Al-Athas, Habib Muhammad Al Habsy. Ustadz Hadi Assegaf, Habib Muhammad Mulachela, Ustadz Hadi Jawwas, dan lain-lain.(*)
Baca: Jawaban Apa Agama Bondan Winarno Bikin Sujiwo Tedjo Punya Utang Rasa. Mari Doakan Pramugari. Loh?
Baca: Heboh Video Panggung 212 Roboh di Monas. Ini Penjelasan Resmi Panitia
Baca: Warga Jeneponto Ini Rela Sumpah Pocong Agar Sapinya Kembali