TERINGAT pada suatu sore, awal Juni 2016, di Karebosi Link, Makassar, Robert Alberts diperkenalkan kepada media oleh CEO PSM Munafri Arifuddin. Itulah hari pertama bagi Alberts menangani kembali PSM sebagai pelatih kepala.
Waktu itu, Alberts menyatakan ia kembali ke PSM karena ingin menuntaskan tugasnya yang tidak selesai sebelumnya. Alberts memang bukan orang baru bagi PSM.
Ia pernah menangani Tim Juku Eja itu dalam kompetisi sebelumnya, namun karena satu dan lain hal ia pergi, dan kemudian menangani Arema FC. Ia membawa keberuntungan bagi tim kota Malang itu, mengantarnya juara.
Kini tugas Albert sebagai pelatih kepala sudah hampir tuntas. PSM tinggal memainkan dua sisa laga, melawan Bali United dan Madura United. Menuntaskan tugas bukan sekadar menyelesaikan sisa dua laga tersebut.
Selain menyelesaikan dua sisa pertandingan, memenangkannya dan memanen gol juga penting untuk mengantar PSM juara liga tahun ini.
Tentu kita tidak berharap PSM juara tanpa mahkota. Kita merindukan PSM juara, menyempurnakan selebrasi 102 tahun usia PSM sebagai klub tertua di Asia.
Bawalah piala dan kehormatan itu ke Makassar. Itulah sebuah kerinduan yang sudah lama dan amat dalam terpendam pada sanubari para pencinta PSM. PSM terakhir juara pada 17 tahun silam.
Kita berharap Alberts membuktikan pernyataannya di awal bergabungnya kembali ke PSM. Ia datang kembali untuk menuntaskan tugasnya.
Kita tidak meragukannya untuk berbuat yang terbaik demi kehormatan PSM dan menjaga kredibilitasnya. Ia mempertaruhkan reputasinya.
Tentu saja kemenangan sebuah tim tidak terletak di pundak seorang saja, pelatih Alberts.
Tetapi sebagai pelatih kepala, dialah yang bertanggung jawab mengatur strategi dengan pertimbangan banyak faktor, internal maupun eksternal. Sasarannya adalah mematahkan perlawanan lawan.
Sebagai tim, semua komponen memang harus bergerak satu arah secara mekanis dan otomatis. Bagai roda-roda gila yang saling terkait antara satu dan lainnya. Keterkaitan itu pula memerlukan keharmonisan, bergerak bersama dalam kecepatan yang sama pula.
Itulah semua yang kita harapkan dapat ditonton dalam dua sisa pertandingan di stadion "maut" Mattoanging.
Kepercayaan diri pemain, kerja sama tim, koordinasi antarlini, fokus pada tujuan, adalah sederet catatan. Di atas semua itu adalah mental juara harus kuat, tidak kalah sebelum masuk lapangan.
Maka bernyanyi dan menarilah terus para "pemain nomor punggung 12" di luar lapangan. Nyanyikan lagu rindu tentang kejayaan masa itu.
Teruslah menabuh genderang perang menyemangati para pahlawan "pasukan Ramang" yang dipimpin Robert Albert.
Pesta kemenangan menanti laskar-laskar pasukan Ramang di puncak persembahan terbaik, di usia yang sudah 102 tahun. Mengangkat tinggi piala demi sebuah pembuktian, martabat, dan kehormatan.*
Andi Suruji, Pemimpin Umum Tribun Timur