TRIBUN-TIMUR.COM - Ketua DPR RI Setya Novanto tak gentar dengan bukti-bukti yang dihadirkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di sidang Praperadilan, Senin (25/9/2017).
Novanto menggugat status tersangka dugaan korupsi proyek KTP elektronik dari KPK melalui Praperadilan.
Baca: Mulai Tahun 2020 Tak Ada Lagi Pelajaran Matematika. Kabar Gembira atau Kabar Buruk?
Sidang praperadilan hari keempat yang diajukan Ketua DPR RI Setya Novanto mengagendakan mendengar keterangan ahli dari pihak pemohon.
Rencananya, tim pengacara Novanto akan menghadirkan empat atau lima ahli hukum dalam sidang hari ini, Selasa (26/9/2017).
Baca: Terungkap! Pengakuan Istri, Ternyata Bos Nikahsirri.com Sudah Begini Sejak Kalah Pilkada!
"Mungkin lebih dari empat, lima (ahli), bisa jadi," ujar pengacara Novanto, Ketut Mulya Arsana.
Ketut enggan membeberkan siapa ahli yang akan dihadirkan. Yang jelas, kata dia, para ahli tersebut punya kompetensi di bidang hukum pidana dan administrasi negara.
"Akademisi karena kita akan uji dari sisi teori. Yang pasti pakar hukum pidana, administrasi negara," kata Ketut.
Dalam sidang sebelumnya, baik pihak Novanto maupun KPK telah memperlihatkan barang bukti kepada hakim tunggal praperadilan Cepi Iskandar.
Baca: CPNS 2017 - Pelamar 1,1 Juta Orang. Wow! Ada Instansi 1 Formasi Cuma Diperebutkan 2 Pelamar
Setya Novanto mengajukan gugatan praperadilan atas penetapan tersangka oleh KPK pada kasus korupsi pengadaan KTP elektronik atau e-KTP.
Dia ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 17 Juli 2017 lalu. Ketua Umum Partai Golkar itu diduga menguntungkan diri atau orang lain atau korporasi dan menyalahgunakan kewenangan dan jabatan, pada kasus e-KTP.
Novanto sewaktu menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR diduga ikut mengatur agar anggaran proyek e-KTP senilai Rp 5,9 triliun disetujui oleh anggota DPR. Selain itu, Novanto diduga mengondisikan pemenang lelang dalam proyek e-KTP. Bersama pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong, Novanto diduga ikut menyebabkan kerugian negara Rp 2,3 triliun.
Majelis Hakim Pernah Tolak Hary Tanoe
Sidang praperadilan terhadap penetapan tersangka Setya Novanto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan akan dipimpin hakim tunggal Cepi Iskandar.
Kepala Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Made Sutrisna menyatakan, alasan pengadilan memilih Hakim Cepi lantaran yang bersangkutan dinilai pas sehingga dipilih menjadi hakim yang akan memimpin sidang praperadilan Novanto.
Saat ini, kebetulan Cepi Iskandar sedang kosong dan dapat memimpin sidang. Selain itu, Hakim Cepi juga dinilai cukup senior di PN Jaksel.
"Ya memang kosong dan pas. Artinya bahwa Pak Cepi hakim senior di sini, ya itulah pimpinan punya pilihan," kata Made, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (12/9/2017).
Hakim Cepi disebut sudah tiga tahun berada di PN Jakarta Selatan. Salah satu rekam jejaknya, lanjut Made, yakni menangani perkara praperadilan penetapan tersangka CEO MNC Group Hary Tanoesoedibjo melawan Bareskrim Polri.
Hakim Cepi pada saat itu menolak praperadilan Hary Tanoe.
"Ya pernah HT. (Putusan perkara) HT itu ditolak itu ya. Ya artinya (Hakim Cepi) sudah terujilah untuk penanganan kasus-kasus praperadilan yang besar seperti kasus Hary Tanoe. Ya sudah ditangani secara baik dan keputusannya juga tidak menimbulkan gejolak apa pun," ujar Made.
Demikian juga kasus Novanto, yang menurut Made, termasuk kasus besar. Dia menilai Cepi memiliki kompetensi dan pengalaman untuk menghadapi sorotan publik.
"Ya mudah-mudahan lah pengalaman-pengalaman itu dapat diterapkan dalam kasus ini," ujar Made.
Tidak hanya perkara praperadilan, tambah Made, semua hakim di PN Jaksel mendapat tugas menangani perkara yang merata. Ada kasus pidana pencurian, penipuan, pembunuhan, perkara perdata, perbuatan melawan hukum, atau kasus wanprestasi, dan lainnya.
"Itu dibagi secara merata oleh pimpinan. Jadi pengalamannya sama semuanya," ujar Made.(*)