VIDEO ON DEMAND

Begini Nasib Sesepuh Gunung Bawakaraeng 3 Pekan Usai Lebaran Idul Fitri

Penulis: Waode Nurmin
Editor: Thamzil Thahir
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Seorang pendaki dan penulis blog traveler, Muhammad Dagri Nizar, menggambarkan, Tata Mandong tinggal 'menyendiri' di sebuah rumah yang laiknya pos ronda.
"Kalau pos ronda ada lampunya di malam hari, rumah Tata Mandong ini hanya pelita minya, dan cahaya bulan,".

Tata Mandong (courtesy; mongabay.co.id)

Tata sudah bermukim di Lembah berdanau ini sejak awal dekade 1980-an. Banyak warga yang mempercainya menjadi penjaga ternak sapi.
Di dekade 1990-an, dia pernah menjadi buruh kontrak otoritas kehutanan pemerintah daerah untuk menanam bibit pohon hutan, di sekitar lembah, dan pegunungan.
Saat longsor di Lengkese, kaki gunung Bawakaraeng di timur, bersama warga lain, dia digaji Rp150 ribu sebulan untuk menyisir tebing dan lembah menanam bibit.

Pria asal pedalaman Jeneponto ini, sejatinya tak sendiri. Dia memiliki istri, Haniah dan seorang anak, Fatimah.

Namun, sejak akhir tahun 1980-an, istri dan putri semata wayangnya memilih tinggal dan menetap di Malino, sekitar 3 jam perjalanan kaki dari Ramma.

Berita Terkini