TRIBUN-TIMUR.COM - Ular piton sepanjang tujuh meter yang menelan Akbar (25) warga Desa Salubiro, Kecamatan Karossa, Kabupaten Mamuju Tengah, Sulbar, sempat jadi tontonan warga di lokasi kejadian.
Ular piton yang menelan Akbar, memiliki kulit bercorak batik kecoklatan.
"Kayak batik-batik kulitnya itu ular," kata keluarga dekat Akbar, Muh Sahid kepada TribunSulbar.com, Rabu (29/3/2017)
Ular tersebut merupakan jenis sanca kembang (Pythonidae) yang panjangnya bisa mencapai 8 meter.
Ular ini banyak ditemukan di Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi.
Sahid menyebutkan, ular tersebut ditemukan di bekas rawa, sekitar empat meter dari lokasi Akbar memanen sawit.
Saat menemukan ular dengan perut buncit dan sulit bergerak, warga kemudian ramai-ramai membunuhnya.
Warga memarangi kepala ular tersebut berkali-kali.
"Waktu didapatkan langsung diparangi ramai-ramai, kepalanya dihancurkan," ujarnya
Setelah itu perut ular tersebut dibelah. Dan benar saja ada jasad Akbar di lambungnya.
Sahid mengatakan, ular yang menelan Akbar telah dikuburkan. Tak ada warga yang mengambil kulit ular itu seperti yang sering terjadi ketika ular sanca ditemukan.
"Sudah dikubur itu ular. Tidak sampai hati kalau mau dijadikan tontonan," tutup Sahid.
Lihat foto-fotonya setelah perutnya dibelah:
menurut Polda Sulawesi Barat, ular piton di perkebunan sawit di Mamuju Tengah diyakini tak hanya satu, melainkan bisa mencapai tujuh ekor.
Warga sudah lebih dari tiga kali menangkap ular di kawasan kawasan itu.
Warga biasanya langsung melapor ke polisi bila menangkap ular.
Begini Cara Piton Memangsa
Seperti dikutip dari wikipedia, Sanca Kembang hidup di hutan-hutan tropis yang lembap.
Ular ini bergantung pada ketersediaan air, sehingga kerap ditemui tidak jauh dari badan air seperti sungai, kolam dan rawa.
Makanan utamanya adalah mamalia kecil, burung dan reptilia lain seperti biawak. Ular yang kecil memangsa kodok, kadal dan ikan.
Ular-ular berukuran besar dilaporkan memangsa anjing, monyet, babi hutan, rusa, bahkan manusia yang ‘tersesat’ ke tempatnya menunggu mangsa.
Ular ini lebih senang menunggu daripada aktif berburu, barangkali karena ukuran tubuhnya yang besar menghabiskan banyak energi.
Mangsa dilumpuhkan dengan melilitnya kuat-kuat (constricting) hingga mati kehabisan napas.
Beberapa tulang di lingkar dada dan panggul mungkin patah karenanya. Kemudian setelah mati mangsa ditelan bulat-bulat mulai dari kepalanya.
Setelah makan, terutama setelah menelan mangsa yang besar, ular ini akan berpuasa beberapa hari hingga beberapa bulan hingga ia lapar kembali.
Seekor sanca yang dipelihara di Regent’s Park pada tahun 1926 menolak untuk makan selama 23 bulan, namun setelah itu ia normal kembali.
Ular sanca termasuk ular yang berumur panjang, hingga lebih dari 25 tahun.
Ular-ular betina memiliki tubuh yang lebih besar. Jika yang jantan telah mulai kawin pada panjang tubuh sekitar 7-9 kaki, yang betina baru pada panjang sekitar 11 kaki. Dewasa kelamin tercapai pada umur antara 2-4 tahun.
Musim kawin berlangsung antara September hingga Maret di Asia. Berkurangnya panjang siang hari dan menurunnya suhu udara merupakan faktor pendorong yang merangsang musim kawin.
Namun, musim ini dapat bervariasi dari satu tempat ke tempat lain.
Shine et al mendapatkan bahwa sanca kembang di sekitar Palembang, Sumatera Selatan, bertelur antara September-Oktober; sementara di sekitar Medan, Sumatera Utara antara bulan April-Mei.
Jantan maupun betina akan berpuasa di musim kawin, sehingga ukuran tubuh menjadi hal yang penting di sini. Betina bahkan akan melanjutkan puasa hingga bertelur, dan sangat mungkin juga hingga telur menetas.
Sanca kembang bertelur antara 10 hingga sekitar 100 butir. Telur-telur ini ‘dierami’ pada suhu 88-90 °F (31-32 °C) selama 80-90 hari, bahkan bisa lebih dari 100 hari.