Makassar Penuh Sampah

Soal Sampah, Ini Analisa Sensitif Mantan Lurah Gunungsari ke Kadis Kebersihan

Penulis: Thamzil Thahir
Editor: Ina Maharani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sampah di jalan Mallengkeri depan kampus Universitas Negeri Makassar (UNM) Parangtambung juga tampak masih menumpuk dan belum diangkut, Sabtu (2/1/2015).

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Dua pekan terakhir, sampah jadi promblema pelik Kota Makassar.

Setelah jalan akses ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Tamangapa, Antang, berlumpur dan tak bisa dilalui 189 truk sampah warga dari 14 kecamatan, akhir pekan lalu terungkap, supir truk arm rool mogok kerja, dengan dalih uang operasional tak dibayarkan.

Wali Kota Makassar Danny Pomanto melalui Kadis Kebersihan dan Pertamanan Kota Abdul Azis Wahab, pun mengeluarkan ultimatum.

Selain ancaman memecat para supir dan beberapa pejabat otoritas kebersihan kota, pemerintah kota juga akan melibatkan aparat TNI - Polri untuk mencari provokator aksi mogok kerja.

Mulai Senin (4/1/2016) pagi tadi, aksi mogok tuntas. Armada Truk kontainer hijau kembali bekerja. Volume sampah kota yang rata-rata sehari mencapai 700 ton hingga 820 ton, mulai diangkut ke TPA.

Baca: Setelah 16 Hari Sampah Tabaria Akhirnya Diangkut, Pakai 8 Truk dan 1 Escavator http://makassar.tribunnews.com/2016/01/04/setelah-16-hari-sampah-tabaria-akhirnya-diangkut-pakai-8-truk-dan-1-escavator

Apakah sebenarnya masalah persampahan di kota Makassar hanya persoalan jalan akses dan infrastruktur di TPA Antang, serta administrasi manajemen keuangan di jawatan dinas?

Mantan Lurah Gunungsari, Kecamatan Rappocini, Makassar M Yasin (57) ternyata punya analisa khas tentang potensi masalah kebersihan kota.

Menurut pejabat eselon III purnabakti Pemkot Makassar ini, kadis kebersihan juga harus tahu karakter pegawai honorer mayoritas di jawatan yang berkantor di Gabungan Dinas Jl Urip Sumiharjo, Makassar itu.

"Sejak jamannya Pak Patompo wali kota, pegawai dinas kebersihan, supir, dan honorernya mayoritas didominasi orang dari beberapa kecamatan di Sinjai dan Bulukumba," katanya.

Dia mengakui ini isu sensitif, jika disandingkan dengan nasuonalisme. Namun karena di dinas ini dari 500 lebih pekerja di sana, mereka adalah pegawai lepas, honorer . Bukan PNS.

Dominasi sumber daya manusia dari satu daerah ini, kata dia, adalah tantangan tersendiri. "Kalau kepala dinas dan stafnya tak tahu memberdayakan potensi ini, juga bisa jadi masalah besar.," katanya.

Berita Terkini