Joko Dipenjara Perkara Gelar Nobar di Warungnya, Ditagih Hak Siar Rp 25 Juta Uang Damai Rp 100 Juta
Joko sendiri adalah penggemar sepak bola dan ingin menonton bersama teman-temannya.
TRIBUN-TIMUR. COM - Joko (bukan nama sebenarnya) pemilih warung di Solo, Jawa Tengah (Jateng) berurusan dengan polisi.
Padahal Joko hanyalah pemilik warung kategori UMKM bermasalah soal hak siar.
Semua bermula dari Joko yang menggelar nonton bareng atau nobar di warungnya.
Ia kemudian disebut melanggar hak siar penayangan siaran sepak bola.
Di sisi lain, Joko juga ditawari uang damai sebesar Rp 100 juta.
Melansir dari TribunJateng, Joko yang membuka warung sejak tahun 2016 ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Jateng per 31 Juli 2025 tanpa ada mediasi dengan pihak pemegang hak siar.
Joko sendiri adalah penggemar sepak bola dan ingin menonton bersama teman-temannya.
Sejak memiliki warung, ia rutin menggelar nobar.
"Tahun 2016 saya punya warung sendiri."
"Rasanya lebih senang kalau nonton bola rame-rame. Banyak teman komunitas ikut nobar di tempat saya," ujarnya.
Namun, sejak 2019 Joko mulai mendapat surat somasi dari pihak yang mengaku pemegang hak siar.
Awalnya ia bingung karena mengira izin keramaian hanya perlu dari pemerintah atau kepolisian.
Belakangan ia sadar, ternyata ada aturan soal lisensi penyiaran.
Pada 2022, Joko akhirnya berlangganan lisensi ke pemilik hak siar.
Ia kemudian menanyakan harga untuk UMKM yang akhirnya disepakati sekitar Rp 13 juta termasuk PPN.
Nominal tersebut pun dicicil Joko dua kali.
Menurutnya, angka itu tetap berat karena kapasitas warungnya hanya 30-40 orang.
"Waktu ada paket UMKM Rp13 juta saja, hitungannya saya masih rugi," kata Joko.
Pada April 2024, ia kembali mendapat somasi.
Joko mengetahui harga lisensi nobar yang ditawarkan mencapai Rp25 juta per musim.
Pemilik hak siar melalui kuasa hukum meminta pembayaran lisensi Rp25 juta ditambah denda Rp25 juta.
"Total Rp50 juta, tidak mungkin saya bayar. Keuntungan saya dari tiket nobar hanya puluhan ribu," jelas Joko.
Masalah terbaru muncul pada April 2024.
Joko menerima surat somasi karena dianggap menayangkan pertandingan tanpa izin.
Ia mencoba bernegosiasi untuk memperpanjang lisensi, tetapi diminta membayar Rp25 juta ditambah denda Rp25 juta.
"Total Rp50 juta. Itu tidak mungkin saya bayar. Padahal keuntungan saya dari tiket nobar hanya puluhan ribu rupiah," jelasnya.
Karena tidak ada titik temu, kasus berlanjut ke ranah hukum.
Pada Juli 2025, status Joko resmi naik menjadi tersangka atas dugaan pelanggaran Pasal 25 UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Joko menyebut dirinya bukan satu-satunya yang terkena somasi.
Ia mendapat informasi bahwa ada 540 kasus serupa di seluruh Indonesia, mulai dari hotel hingga warung kecil.
Sejak ditetapkan sebagai tersangka, ia mulai mengedukasi pelaku UMKM lain agar tidak mengalami hal serupa.
Di Solo, ia mengetahui setidaknya ada lima tempat usaha yang sudah menerima somasi.
“Ada yang dituntut Rp100 juta sampai Rp350 juta."
"Bahkan ada yang langsung tutup usahanya karena takut berurusan dengan hukum,” katanya.
Menurut Joko, ada pemilik kafe yang sebenarnya hanya mencoba menyalakan TV untuk cek paket Pemilik hak siar dari Indihome, tetapi tetap dilaporkan.
Ada juga yang tidak memungut tiket nobar, namun tetap dianggap melanggar karena tayangan diputar di tempat komersial.
Menurut Joko, banyak pemilik warung tidak paham soal aturan lisensi.
Joko berharap pemerintah turun tangan memediasi kasus ini.
Menurutnya, UMKM masih berusaha bertahan setelah pandemi, sehingga biaya lisensi sebesar itu tidak sebanding dengan kondisi usaha kecil.
"Kalau Timnas Indonesia main, hampir semua warung pasti ingin nobar."
Kini Joko hanya bisa menunggu proses hukum berjalan.
Ia mengaku pasrah, tetapi berharap pengalamannya menjadi pelajaran bagi pelaku UMKM lain.
Ditawari Uang Damai
Joko sempat diberitahu oleh penyidik Polda Jateng bahwa pihak pemegang hak siar meminta Rp 100 juta agar bisa damai.
Mulanya, Joko dipanggil penyidik pada September 2024 untuk dimintai keterangan.
Ia pun mengikuti pemeriksaan dan membuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Namun, pada 31 Juli 2025 statusnya berubah menjadi tersangka.
"Padahal dulu polisi sempat bilang, 'Mas nanti tunggu aba-aba dari kita ya, nanti akan diadakan mediasi'. Tapi ternyata tidak ada mediasi, tiba-tiba status saya jadi tersangka," kata Joko, mengutip dari TribunJateng.
Ia mengaku kecewa karena merasa tidak diberi ruang untuk menyelesaikan masalah secara kekeluargaan.
Joko juga menyebutkan adanya tawaran dari pihak pemegang hak siar yang disampaikan lewat penyidik.
Menurut pengakuannya, ada ucapan bahwa kasus bisa selesai dengan membayar Rp100 juta kepada pemegang hak siar.
"Terus kata polisi, 'Ini kalau mau selesai bayar Rp100 juta.' Itu maksudnya dari pihak pemegang hak siar," ungkap Joko.
Joko menilai proses hukum yang dijalaninya tidak transparan.
Ia menyebut ada empat karyawan pemegang hak siar yang pernah ia hubungi untuk perpanjangan lisensi.
Akan tetapi keterangan mereka tidak dimasukkan dalam pemeriksaan.
"Saya kan tidak punya lisensi gara-gara empat karyawan ini."
"Saya minta mereka dipanggil. Katanya dipanggil, tapi tidak datang."
"Kok bisa keterangan mereka tidak ditampung, tapi saya langsung jadi tersangka?" keluhnya.
Kini, Joko hanya bisa menunggu proses selanjutnya.
Meski kecewa, Joko mengaku pasrah menghadapi kasus ini.
Ia sudah menyerahkan bukti percakapan dengan pihak pemegang hak siar kepada penyidik, tetapi proses tetap berjalan.
"Ya sudah, kalau mau sidang silakan."
"Bukti chat semua sudah saya kasih tahu ke polisi. Katanya mau diteruskan (proses hukumnya), ya sudah," ucapnya.
Artikel ini telah tayang di TribunJatim.com dengan judul Pemilik Warung Pasrah Didenda Rp 50 Juta karena TV Dipakai Nobar, Ditawari Uang Damai Rp 100 Juta, https://jatim.tribunnews.com/2025/08/20/pemilik-warung-pasrah-didenda-rp-50-juta-karena-tv-dipakai-nobar-ditawari-uang-damai-rp-100-juta?page=all#goog_rewarded.
Penulis: Ani Susanti | Editor: Mujib Anwar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.