Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Aswar Hasan Wafat

Forum Dosen: Jangan Biarkan Aswar Hasan Pergi Tanpa Arti

Aswar Hasan meninggal dunia di RS Primaya, Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), Rabu (13/8/2025) pukul 20.21 Wita.

Penulis: Renaldi Cahyadi | Editor: Saldy Irawan
TRIBUN-TIMUR.COM/KASWADI
FORUM DOSEN - Mantan Wakil Dekan III FISIP Unhas Hasrullah dan jurnalis senior Mulawarman. Keduanya hadir sebagai pembicara di dialog Forum Dosen digelar Tribun Timur bersama Forum Dosen dengan tema Mengenang Almarhum Dr Aswar Hasan Msi di Ruang Redaksi Lantai 2 Kantor Tribun Timur, Jl Opu Dg Risadju, Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), Selasa (19/8/2025) sore. 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR – Sudah enam hari kepergian Ketua Komisi Informasi Publik (KIP) Sulawesi Selatan periode 2011-2015 dan 2015-2019 Aswar Hasan.

Aswar Hasan meninggal dunia di RS Primaya, Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), Rabu (13/8/2025) pukul 20.21 Wita.

Meninggalnya Aswar Hasan masih membekas dan memberikan kenangan bagi orang terdekat, baik keluarga, sahabat, kerabat.

Hal ini dirasakan sahabat seperjuangan almarhum Aswar Hasan yang juga mana Wakil Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Hasanuddin III (FISIP Unhas) Hasrullah.

Hasrullah dan Aswar Hasan seangkatan masuk di FISIP Unhas tahun 1982.

Makanya, banyak momen tak bisa dilupakannya  bersama Aswar Hasan.

Sewaktu kuliah, ia sering berboncengan dengan Aswar Hasan menuju kampus.

Ia juga menyebut, Aswar Hasan sosok antik.

Pasalnya, ada waktu Aswar Hasan pakaian muslim lalu menyenter semua orang di tempat Mata Kuliah Umum (MKU).

“Jadi ada semacam keunikan yang dimiliki, sehingga saya menganggap dia sahabat sejati,” katanya saat Dialog Forum Dosen digelar Tribun Timur bersama Forum Dosen di Lantai 2 Ruang Redaksi Tribun Timur, Jl Opu Dg Risadju No 430, Kota Makassar, Selasa (19/8/2025).

Dialog Forum Dosen mengangkat tema Mengenang Almarhum Aswar Hasan.

Momen lain tak bisa dilupakan Hasrullah ketika bersama Aswar Hasan bergaul dengan seniornya yang handal menulis, yakni Pak Anwar, Kak Anno dan Pak Muis.

Apalagi, Pak Muis tulisannya selalu terbit di media Kompas.

Hal ini mendorongnya dengan Aswar Hasan untuk menulis.

“Itu menginspirasi saya dan beliau sehingga bisa menulis seperti itu,” ungkapnya.

Menurut Hasrullah, sulit menemukan sosok seperti Aswar Hasan lagi.

Pasalnya, dalam keadaan sakit pun, Aswar Hasan tetap menulis.

“Di kuburan (mengantar jenazah) saya kasih tau Pak Ali Ngabalin, barangkali tidak ada di antara kita yang bisa seperti Pak Aswar. Dalam keadaan sakit apapun juga, bisa nulis,” tuturnya.

Warisan menulis ini diharapnya menurun kepada anak almarhum Aswar Hasan.

Ia melihat sahabat sejatinya itu memberikan contoh dalam mengkader,

Apalagi sekarang, menciptakan kader seorang penulis tidak gampang.

“Kita ini mau meninggal siapa mau diwariskan (menulis), menulis itu pekerjaan intelektual,” sebut pria kelahiran Donggala, Sulawesi Tengah ini.

Selain itu, tambah Hasrullah, Aswar Hasan mempunyai kepemimpinan yang kuat.

Dia aktif berorganisasi. Salah satu diikuti Pelajar Islam Indonesia (PII).

“Saya pikir bersentuhan dengan PII pasti keras, tapi saya lihat orang sangat unik dan susah ditaklukkan sama penguasa,” ucapnya.

Terakhir, Hasrullah mengajak semua orang mendoakan Aswar Hasan. Semoga apa yang dilakukan semasa hidup menjadi amal jariyah.

Ia juga berpesan kepada anak almarhum Aswar Hasan untuk mengikuti jejak ayahnya yang rajin menulis.

“Pekerjaan paling berat adalah menulis. Semoga jadi amal jariyah. Saya berpesan, adek (anak almarhum Aswar Hasan, Ahmad Ashari) tolong lanjutkan kebaikan bapak, supaya bisa berkelanjutan,” tutupnya.

Sementara jurnalis senior Mulawarman memuji tulisan Aswar Hasan.

Ia menyebut, tulisan dosen FISIP Unhas itu selalu jujur, polos dan objektif. Bahkan, menjaga rasionalitas  masyarakat Sulsel.

“Kita kehilangan satu orang yang suka menjaga rasionalitas masyarakat,” ucapnya.

Mulawarman pun meminta agar pikiran-pikiran Aswar Hasan tetap dijaga.

Caranya dengan membuat kegiatan membahas sosok Aswar Hasan.

Bisa melalui pameran mengenang 100 hari kepergian Aswar Hasan, pembacaan puisi, tulisan-tulisannya dijadikan buku dan lain-lainnya.

“itu cara merawat pikiran Aswar Hasan supaya menjadi amal jariyah,” pintanya. 

Mulawarman melanjutkan, Forum Dosen perlu menjadi wadah menjaga rasionalitas.

Sebab, sekarang sangat sulit menemukan tempat untuk jaga rasionalitas.

Forum Meja Bundar sudah tidak ada, diskusi, seminar di kampus jarang.

Sisa promosi doktor dan guru besar jadi pemikiran menjaga rasionalitas.

“Jangan biarkan Aswar Hasan pergi tanpa arti. Kita harus merawat dan abadikan pikiran-pikirannya. Minimal kalau menulis, kita mengutip tulisannya yang menginspirasi,” imbau alumnus Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unhas ini. (*)

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved