Lipsus Sampah Antang
Ancaman Bau Busuk TPA Antang
Bau busuk Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Tamangapa, Kecamatan Manggala, masih jadi masalah.
TRIBUN-TIMUR.COM - Bau busuk Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Tamangapa, Kecamatan Manggala, masih jadi masalah.
Warga sekitar, bahkan yang cukup jauh dari TPA terpaksa menghirup aroma tak sedap dari tumpukan berjuta ton sampah di sana.
Syarhrul Marzuki, warga Kompleks Unhas Antang, Kecamatan Manggala, Kota Makassar, mengeluhkan bau menyengat tersebut.
Hampir setiap hari ia dan warga sekitarnya mencium aroma tidak sedap. Aroma itu cukup mengganggu aktivitas dan kenyamanan mereka di rumah.
“Sampai malam pun masih terasa baunya. Kami sudah terbiasa, tapi tetap saja tidak nyaman,” katanya, Kamis (1/8/2025).
Ia mengaku, jika bau tersebut selalu dirasakannya karena jarak dari rumahnya ke TPA Antang sangat dekat.
Terlebih lagi, saat hujan turun atau angin bertiup ke arah pemukiman, bau sampah semakin terasa.
“Kami minta perhatian pemerintah. Sudah lamami kaya begini. Masa tidak ada solusi,” jelasnya.
Warga di kawasan Minasaupa, Kecamatan Rappocini, juga mengaku masih mencium bau tak sedap, terutama saat musim hujan.
Seperti dirasakan Wahyu Wardiman, yang mengaku masih sering mencium bau sampah dari TPA Antang.
“Padahal disini sama itu (TPA) Antang jauh, tapi masih kentara baunya,” katanya, Jumat (1/8/2025).
Menurut Wahyu, fenomena ini sudah sering terjadi dari tahun ke tahun.
Namun, kata dia, belum ada solusi konkret benar-benar bisa menghilangkan sumber bau tersebut.
Baca juga: Keluhan Bau Sampah TPA Antang Kian Meluas, Warga Minasaupa Resah
Tak sekadar busuk, bau sampah jugta mengancam kesehatan warga yang terus menerus menghirupnya.
Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin (FKM Unhas) Prof Aminuddin Syam mengungkapkan, bau menyengat dari TPA Antang berpotensi menimbulkan berbagai penyakit seperti, Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA).
Tingginya kandungan nitrogen dan banyaknya zat kimia bisa menjadi racun bagi tubuh. Kemudian mengakibatkan penyakit kulit, dermatitis serta penyakit mata.
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Makassar masih mencari solusi tepat atasi bau busuk itu.
Selama ini penanganan terhadap bau sampah menggunakan cairan Eco-Enzim.
Eco-Enzim adalah cairan serbaguna dihasilkan dari fermentasi limbah organik seperti sisa buah dan sayuran, gula, dan air.
Proses fermentasi ini menghasilkan cairan berwarna coklat dengan aroma asam manis khas, kaya akan enzim, asam organik, dan garam mineral.
Eco-Enzim dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, satu di antaranya dapat membantu menetralisir udara dan mengurangi bau tidak sedap.
Eco-Enzim disiram ke kolam lindi setiap pekan dengan bantuan masyarakat setempat.
Kolam lindi adalah kolam digunakan untuk menampung dan mengolah air lindi, yaitu cairan dihasilkan dari proses perembesan dan pembusukan sampah di tempat pembuangan akhir.
Selain penyiraman ke kolam lindi, Eco-Enzim juga disemprot ke rumah-rumah pemulung. Termasuk di gunungan atau tumpukan sampah TPA.
Penyiraman ini membutuhkan bantuan Dinas Pemadaman Kebakaran agar bisa menjangkau seluruh area TPA.
Biasanya, 10 liter Eco-Enzim dicampur ke tangki Damkar dengan kapasitas empat hingga enam kubik.
Hanya saja upaya itu belum memberi hasil maksimal. Bau busuk sampah masih kerap tercium, ke mana arah angin membawanya.
Masalah tak sampai di situ, pembuatan Eco-Enzim butuh waktu lama. Biasanya proses pembuatan memakan waktu sekitar tiga bulan, diproduksi langsung oleh komunitas masyarakat yang ada di lingkungan TPA.
Untuk itu, DLH sedang mencari solusi efektif dan mudah dijangkau guna menghilangkan bau tak sedap TPA.
Kepala Bidang Persampahan dan Limbah B3 DLH Kota Makassar, Bau Asseng mengatakan, Eco-Lindi dianggap sebagai salah satu treatment yang mampu mengentaskan bau busuk sampah.
Berbeda dengan Eco-Enzim, Eco-Lindi adalah cairan yang dibuat dari air lindi (cairan sisa dari sampah organik) yang dicampur dengan bahan tambahan seperti asam sulfat, molase, dan EM4 (biokatalis).
Cairan ini diformulasikan untuk menetralkan bau sampah dan juga dapat berfungsi sebagai pupuk cair.
"Sekarang kami coba cari terobosan baru dengan mencoba buat Eco-Lindi. Kita sedang diskusikan apakah kita ambil di Surabaya atau kita buat sendiri," katanya kepada Tribun Timur, Jumat (1/8/2025).
Produksi Sampah Menurun
Meskipun TPA Antang makin busuk, namun sejatinya sampah yang masuk cenderung menurun.
Bau Asseng menyebut, rata-rata produksi sampah harian di Kota Makassar semakin berkurang.
Pada Desember 2024 lalu, rata-rata timbulan sampah per hari mencapai 940 ton. Kemudian mengalami penurunan selama 2025.
DLH mencatat, rata-rata harian pada Januari 923,5 ton, Februari 838,6 ton, Maret 752,9 ton, dan April 644,3 ton.
Kecamatan Biringkanaya penyumbang sampah terbesar dengan meyumbang total 2.277.130 kg sampah selama satu bulan.
Disusul Kecamatan Panakkukang dengan 2.365.410 kg, lalu kecamatan Tamalate dengan 2.285.530 kg
Bau Asseng menilai ada pergerakan positif dari produksi sampah di Makassar.
Masyarakat sudah mulai sadar melakukan pemilahan dan pengolahan sampah di lingkungan masing-masing.
Masing-masing kelurahan menerapkan Tempat Pengolahan Sampah dengan prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle) atau TPS3R.
TPS3R melibatkan peran aktif masyarakat dalam pengelolaan sampah, mulai dari pengumpulan, pemilahan, hingga pengolahan.
Apalagi, Wali Kota Makassar Munafri Arifuddin telah mengimbau masyarakat untuk menanam lubang biopori, membuat eco enzim hingga maggot.
Produk-produk tersebut diambil dari sampah rumah tangga, khusunya sampah organik.
Dari kegiatan tersebut, Bau Asseng meyakini produksi sampah bisa berkurang hingga 50 persen.
"Nanti kalau progam pak wali jalan satu RT/RW harus ada lubang bioporinya, ecoenzim, maggot, artinya sampah organiknya tidak lagi ke TPA," jelasnya.
"Nanti sampah kita setengahnya berkurang. Karena 50 persen sampah berasal dari sampah organik," sambungnya.
Sampah olahan tersebut bisa dimanfaatkan oleh masyarakat, misalnya Eco-Enzim untuk menyiram got agar tidak berbau hingga difungsikan sebagai cairan pembersih lantai.
Kata Bau Asseng, jika masyarakat belum mampu mengolah, paling tidak mereka bisa memilah.
Sampah hasil pilihan dikumpulkan dan disetor atau ditimbang di Bank Sampah agar bernilai ekonomis.
"Nanti kami ada penggumpalan di bank sampah terdekat. Sampah bernilai ekonomi dan sampah B3 nanti akan diambil oleh dinas," katanya.
Bau Asseng juga mengingatkan masyarakat tidak membuang minyak bekas atau jelantah ke saluran air. Minyak jelantah bisa dijual dan menghasilkan pendapatan.
Ia harap semua masyarakat bisa berlangganan atau menjadi nasabah bank sampah.
"Kalau bisa semua warga masuk sebagai nasabah bank sampah supaya bisa terdistribusi sampah dengan baik dan dapat uang," tuturnya. (*)
Lipsus Tribun Timur
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.