Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Pengangguran Sulsel

Pengangguran di Maros Sulsel Capai 8.295 Orang, Sarjana Paling Banyak

Jumlah pengangguran terbuka di Maros mencapai 8.295 orang. Didominasi usia muda dan lulusan perguruan tinggi. Ranperda Ketenagakerjaan mulai digodok.

Penulis: Nurul Hidayah | Editor: Sukmawati Ibrahim
NURUL HIDAYAH/TRIBUN TIMUR
RANPERDA KETENAGAKERJAAN - Pemerintah Kabupaten Maros mengajukan rancangan peraturan daerah (Ranperda) tentang Ketenagakerjaan dalam rapat paripurna DPRD Maros, Selasa (8/7/2025). Ranperda tersebut diserahkan langsung oleh Bupati Maros, Chaidir Syam, sebagai bentuk komitmen daerah membangun sistem ketenagakerjaan yang adil, inklusif, dan berpihak pada peningkatan kualitas tenaga kerja lokal. 

TRIBUNMAROS.COM, MAROS – Jumlah pengangguran terbuka di Kabupaten Maros, Sulawwesi Selatan saat ini mencapai 8.295 orang.

Kepala Badan Perencanaan, Penelitian, dan Pengembangan Daerah (Bapelitbangda) Maros, Sulaiman Samad, menyebut mayoritas pengangguran berasal dari kalangan terdidik.

“Dari angka itu, lulusan perguruan tinggi atau sarjana menyumbang angka tertinggi, yakni sebanyak 5.826 orang,” ujarnya.

Sulaiman menambahkan, kelompok usia muda, khususnya rentang usia 18–25 tahun, juga mendominasi angka pengangguran di Maros.

Untuk menekan angka pengangguran, Pemkab Maros tengah menyusun rancangan peraturan daerah (Ranperda) tentang Ketenagakerjaan.

Ranperda ini mulai dibahas dalam rapat paripurna DPRD Maros, Selasa (8/7/2025).

Bupati Maros, Chaidir Syam, mengatakan perda tersebut akan menjadi dasar hukum penting untuk menyiapkan generasi muda menghadapi dunia kerja.

“Perda ini dimaksudkan untuk menyiapkan pemuda kita agar memperoleh pengetahuan, ruang, dan skill yang sesuai dengan kebutuhan lapangan kerja,” katanya.

Ia menjelaskan, ruang lingkup perda mencakup perencanaan ketenagakerjaan terpadu, pelaksanaan kebijakan sistem latihan kerja nasional, hingga peningkatan produktivitas daerah.

Selain itu, perda juga mengatur pemberdayaan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi, serta menjamin hak dan kewajiban para pekerja.

“Kita ingin mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan daerah dan nasional, termasuk memberikan perlindungan dan meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya,” jelas Chaidir Syam

Ia berharap, perda ini dapat berjalan seiring masuknya investasi ke Maros agar mampu menyerap lebih banyak tenaga kerja lokal.

“Kita juga siapkan strategi pelatihan dan pembekalan keahlian bagi masyarakat, khususnya anak muda, agar mereka siap bersaing di pasar kerja,” tambahnya.

Chaidir turut menekankan pentingnya aspek perlindungan tenaga kerja, baik secara hukum maupun sosial.

Menurutnya, keberadaan perda akan menjadi pedoman resmi pemerintah dalam menjalankan kebijakan ketenagakerjaan.

“Kalau sudah jadi perda, artinya kita semua, termasuk pemerintah, harus tunduk dan patuh terhadap aturan tersebut,” tegasnya.

Ia berharap, dengan adanya payung hukum ini, angka pengangguran di Maros bisa ditekan secara signifikan.

Sementara itu, anggota DPRD Maros, Arie Anugrah, menyoroti tingginya angka pengangguran di daerahnya.

Menurutnya, upaya Pemda sebenarnya sudah cukup baik, namun masih terkendala sistem yang belum terpadu.

“Saya melihat yang masih menjadi kendala utama adalah sistem yang digunakan belum terpadu. Akibatnya, banyak program yang terlambat dan tidak tepat sasaran,” kata legislator PAN ini.

Ia menyebut minimnya pelatihan bersertifikat, sulitnya akses informasi lowongan kerja, serta terbatasnya keterbukaan bantuan bagi pelaku UMKM.

“Masyarakat masih kesulitan mencari informasi lowongan kerja di perusahaan-perusahaan ada di Maros. Keterbukaan informasi juga sangat minim, termasuk bantuan bagi pelaku UMKM,” jelasnya.

Arie juga menyoroti isu kesejahteraan pekerja yang menurutnya belum menjadi perhatian serius.

“Kalau kita lihat dari beberapa demonstrasi yang terjadi, artinya ada persoalan serius soal kesejahteraan tenaga kerja. Ini membuat banyak pekerja tidak betah dan tingkat turnover tinggi,” ujarnya.

Ia berharap Perda Ketenagakerjaan yang sedang dibahas bisa memperbaiki sistem secara menyeluruh.

“Saya berharap, dengan disahkannya Perda Ketenagakerjaan nanti, Pemda bisa lebih maksimal menyusun sistem yang terpadu dan menjalankan program pengentasan pengangguran secara optimal,” ucapnya.

Arie juga mengkritisi belum adanya pengganti mediator ketenagakerjaan yang telah pensiun.

“Mediator yang menjadi penengah antara pekerja dan perusahaan itu sudah pensiun, tapi belum ada penggantinya sampai sekarang. Ini membuat penanganan berbagai persoalan ketenagakerjaan menjadi lamban,” katanya.

Tak hanya itu, ia juga menyoroti belum terbentuknya LKS Tripartit karena minimnya anggaran.

“Katanya masih dalam proses, tapi anggarannya juga minim. Artinya ini tidak menjadi prioritas,” tambah Arie.

Terkait kelembagaan, ia menyebut Pemda kurang siap saat memisahkan Dinas Ketenagakerjaan dari Dinas PTSP.

“Pemda kita masih terkesan kaget-kagetan. Setelah dipisah, anggarannya belum siap, dan kepala dinasnya juga masih Plt. Padahal saat ini semua harus serba cepat dan adaptif,” jelasnya.

Ia menilai sistem pengawasan dan pengaduan belum maksimal, dan pola job fair juga perlu diperbarui.

“Saya pikir pola job fair seperti sekarang sudah perlu diubah. Kenapa tidak dibalik saja? Perusahaan proaktif mengirimkan lowongan ke sistem yang terpadu. Tidak perlu tiap tahun bikin job fair yang itu-itu saja,” tuturnya.

Menurut Arie, jika sistem ketenagakerjaan dibangun lebih terpadu dan terbuka, berbagai masalah bisa cepat direspons.

“Kalau sistemnya benar-benar terpadu, aduan ketenagakerjaan bisa dibuka secara luas, dan semua pihak baik perusahaan, pekerja, maupun pemerintah bisa terlibat aktif menyelesaikan masalah,” tutupnya. (*)

 

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved