Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Jusuf Kalla

Jusuf Kalla: Setiap Konflik Bisa Selesai dengan Dialog, Tak Mesti Perang

Jusuf Kalla atau JK mengungkapkan bahwa setiap konflik bisa diselesaikan dengan dialog dan tidak mesti berakhir perang.

Editor: Muh Hasim Arfah
dok tim JK
TAK MESTI PERANG- Wakil Presiden RI ke 10 dan 12, Jusuf Kalla atau JK menghadiri Martti Ahtisaari Legacy Seminar "The Future of Peace Mediation" di Mayapada Tower Jakarta, Senin (30/6/2025). Menurut JK, setiap konflik bisa diselesaikan dengan dialog dan tidak mesti berakhir perang. 

TRIBUN-TIMUR.COM, JAKARTA- Wakil Presiden RI ke 10 dan 12, Jusuf Kalla atau JK mengungkapkan bahwa setiap konflik bisa diselesaikan dengan dialog dan tidak mesti berakhir perang.

Hal tersebut disampaikan JK usai menghadiri Martti Ahtisaari Legacy Seminar "The Future of Peace Mediation" di Mayapada Tower Jakarta, Senin (30/6/2025).

"Ini adalah untuk mengenang presiden Martti Ahtisaari, sekaligus menjadi pembelajaran bahwa sebuah konflik bisa diselesaikan dengan dialog. Tidak perlu perang," kata JK kepada wartawan. 

Tokoh perdamaian konflik Aceh, Poso dan Ambon juga mengungkapkan bahwa setiap konflik juga bisa dicarikan solusi atau jalan keluar. Namun dengan beberapa catatan seperti pentingnya sosok seorang mediator.

"Kalau seorang mediator itu sarat  pertamanya adalah trust (kepercayaan). Kedua bagaimana membuat kehormatan untuk semua," kata JK lagi.

"Jadi jangan sampai ada yang merasa kalah dan ada yang dipermalukan" imbuhnya.

Pada kesempatan sama, ia juga menyinggung soal konflik antara Israel dan Palestina yang seakan tak berujung bahkan telah melibatkan Iran dan Amerika Serikat.

Menurut JK, sosok utama yang menjadi penentu selesainya konflik tersebut adalah Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu.

Untuk diketahui, Martti Ahtisaari merupakan mediator damai Aceh dan pemerintah RI. Mantan Presiden Finlandia itu bahkan mendapat penghargaan Nobel Perdamaian pada tahun 2008 atas upayanya menyelesaikan konflik internasional, khususnya di Namibia, Kosovo, dan Aceh, Indonesia. 

Komite Nobel mengakui kontribusinya yang signifikan terhadap mediasi perdamaian selama lebih dari tiga dekade, yang mencakup beberapa benua.

Gencatan Senjata 

Saat ini, Iran dan Israel memilih untuk gencatan senjata pasca 12 hari perang. 

Perang kedua negara ini berlangsung 13–24 Juni 2025. 

Kesepakatan ini dimediasi oleh Amerika Serikat dan Qatar, dengan dukungan PBB serta negara-negara mitra seperti Turki dan Prancis.

Meski gencatan senjata sempat dilanggar pada menit-menit awal oleh serangan rudal Iran ke Be’er Sheva yang menewaskan lima warga sipil Israel, namun secara umum situasi sejak saat itu mulai stabil.

Aktivitas sipil, penerbangan komersial, dan layanan publik di wilayah yang sebelumnya lumpuh mulai kembali normal secara bertahap.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan bahwa operasi militer tersebut adalah “kemenangan strategis” dan membuka jalan bagi perluasan perjanjian damai Abraham Accords dengan negara-negara Arab.

“Kami telah menunjukkan bahwa Israel tidak akan tinggal diam terhadap ancaman eksistensial,” ujarnya dalam konferensi pers, 27 Juni lalu.

Sementara itu, pemerintah Iran memberlakukan pengetatan keamanan besar-besaran di dalam negeri. Ratusan orang ditangkap karena dianggap mengkritik pemerintah selama perang.

Di wilayah Kurdi, terjadi bentrokan antara pasukan pemerintah dan kelompok oposisi bersenjata.

Amnesty International dan Human Rights Watch mengecam langkah ini sebagai pelanggaran HAM berat.

Presiden Amerika Serikat Donald Trump (periode kedua) mengumumkan bahwa pembicaraan diplomatik antara Washington dan Teheran akan dimulai “dalam minggu ini.” Ia juga menyatakan keyakinannya bahwa tidak akan ada eskalasi lebih lanjut. Namun para pengamat menilai situasi masih rapuh, dan setiap insiden kecil berpotensi memicu kembali konflik besar.

12 Hari Perang
Konflik dipicu oleh tuduhan Israel bahwa Iran mempercepat program senjata nuklirnya dan terlibat langsung dalam mendukung serangan roket dari Hizbullah ke wilayah utara Israel.

Dalam responsnya, militer Israel meluncurkan serangan udara ke beberapa situs penting militer dan nuklir di Iran, termasuk fasilitas di Natanz dan Isfahan.

Iran membalas dengan meluncurkan lebih dari 100 drone dan puluhan rudal balistik ke wilayah Israel. Beberapa rudal dan drone berhasil dicegat oleh sistem pertahanan udara Israel dan sekutunya. Namun, sejumlah target sipil dan militer tetap terkena dampak, menimbulkan korban jiwa di kedua pihak.

Badan Energi Atom Internasional (IAEA) melaporkan bahwa serangan terhadap fasilitas nuklir Iran menyebabkan kerusakan serius, tetapi belum menimbulkan kebocoran radiasi besar. 

Meski demikian, para analis menyebut program nuklir Iran kemungkinan hanya tertunda selama beberapa bulan.(*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved