PPP
Amir Uskara: Putusan MK Menguntungkan PPP, Pisahkan Kepentingan Nasional dan Daerah
Amir Uskara, menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemisahan jadwal pemilu nasional dan daerah.
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR – Wakil Ketua Umum DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Amir Uskara menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemisahan jadwal pemilu nasional dan daerah sebagai langkah yang menguntungkan, baik dari sisi kepentingan politik maupun struktur partai.
Hal itu dia sampaikan setelah pembukaan Musyawarah Kerja Wilayah (Muskerwil) IV Partai Persatuan Pembangunan Sulawesi Selatan ( PPP Sulsel ) di Four Point by Sheraton Hotel, Kota Makassar, Sabtu (28/6/2025).
Dalam pernyataannya, Amir menjelaskan bahwa putusan MK tersebut bersifat final dan mengikat.
Implikasi dari keputusan tersebut berpotensi memperpanjang masa jabatan anggota DPRD provinsi, kabupaten, dan kota di seluruh Indonesia hingga 2 sampai 2,5 tahun, menyesuaikan dengan jadwal baru pemilu daerah.
“Putusan MK itu langsung final dan mengikat. Jadi ada peluang masa jabatan teman-teman DPRD provinsi, kabupaten, dan kota diperpanjang sampai 2 atau 2,5 tahun. Ini karena pemilu daerah akan digelar setelah jeda waktu, paling cepat enam bulan dari sekarang,” ujarnya.
Amir juga menilai bahwa keputusan tersebut memberi keuntungan strategis bagi PPP.
Ia menjelaskan bahwa selama ini penyatuan pemilu nasional dan daerah cenderung merugikan suara-suara lokal.
Dengan dipisahnya Pilpres dan Pileg pusat dari Pileg dan Pilkada daerah, aspirasi politik lokal dapat lebih diutamakan.
“Selama ini, kepentingan nasional terlalu menonjol karena disatukan dengan kepentingan daerah. Akibatnya, isu dan kepentingan daerah sering terabaikan. Kalau sekarang, Pilpres akan berdiri sendiri dengan politik nasional, sementara Pileg dan Pilkada fokus pada kepentingan daerah. Ini menguntungkan kita di PPP,” tegas Amir.
Pemilihan Umum (Pemilu) nasional dan daerah akan digelar terpisah mulai 2029.
Pemilu nasional yaitu Pemilihan Presiden (Pilpres), DPR, dan DPD.
Sementara Pemilu daerah mencakup pemilihan anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota serta gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota.
Sehingga Pemilu serentak yang selama ini dikenal memililih lima kotak suara tak lagi berlaku 2029.
Pelaksanaan Pemilu nasional dan daerah akan ada jeda selama 2 tahun atau paling lama 2 tahun 6 bulan.
Hal itu diputuskan oleh MK dalam sidang pembacaan putusan, Kamis (26/6/2025) hari ini.
Tertuang dalam Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
Dilansir situs MK, Mahkamah juga mempertimbangkan bahwa hingga saat ini pembentuk undang-undang belum melakukan perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) sejak Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 55/PUU-XVII/2019 yang diucapkan tanggal 26 Februari 2020.
Kemudian, secara faktual pula, pembentuk undang-undang sedang mempersiapkan upaya untuk melakukan reformasi terterhadap semua undang-undang yang terkait dengan pemilihan umum.
“Dengan pendirian tersebut, penting bagi Mahkamah untuk menegaskan bahwa semua model penyelenggaraan pemilihan umum, termasuk pemilihan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota yang telah dilaksanakan selama ini tetap konstitusional,” tegas Wakil Ketua MK Saldi Isra.
Pemilih Jenuh dan Tidak Fokus
Dari sisi pemilih, MK mempertimbangkan bahwa waktu penyelenggaraan pemilihan umum anggota DPR, anggota DPD, presiden/wakil presiden, dan anggota DPRD yang berdekatan dengan waktu penyelenggaraan pemilihan kepala daerah, juga berpotensi membuat pemilih jenuh dengan agenda pemilihan umum.
Bahkan, lanjut Wakil Ketua MK Saldi Isra, jika ditelusuri pada masalah yang lebih teknis dan detail, kejenuhan tersebut dipicu oleh pengalaman pemilih yang harus mencoblos dan menentukan pilihan di antara banyak calon dalam pemilihan umum anggota DPR, anggota DPD, presiden/wakil presiden, dan anggota DPRD yang menggunakan model 5 kotak.
“Fokus pemilih terpecah pada pilihan calon yang terlampau banyak dan pada saat yang bersamaan waktu yang tersedia untuk mencoblos menjadi sangat terbatas. Kondisi ini, disadari atau tidak, bermuara pada menurunnya kualitas pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam pemilihan umum,” ujar Saldi.
Pemilu dan Pilkada Serentak
Seperti diketahui pada Pemilu dan Pilkada sebelumnya dilakukan serentak.
Soal Pemilu (Pemilihan Umum) diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, penyelenggaraan pemilihan umum baik Presiden, Wakil Presiden, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dilakukan secara serentak.
Hal ini merupakan tindak lanjut Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 14 Tahun 2013 untuk memperkuat sistem presidensial.
Pada 2024 lalu, Pilkada juga dilakukan serentak dimana pemilihan kepala daerah baik gubernur maupun wali kota dan bupati bersamaan waktunya.
Pilkada serentak 2024 lalu dilangsungkan serentak di 37 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota.
Soal Muktamar PPP
Menanggapi pertanyaan mengenai agenda Muktamar PPP, Amir menyebut bahwa proses pemilihan dalam Muktamar dikendalikan oleh suara dari ketua-ketua DPW, DPC, dan fraksi.
Ia menegaskan bahwa DPP hanya memiliki satu suara kolektif, meskipun terdiri dari banyak struktur di dalamnya.
“Yang punya suara itu DPW, DPC, dan fraksi. DPP cuma satu suara saja di Muktamar, dari majelis sampai PH semua disatukan. Total suara yang akan diperebutkan sebanyak 672 suara,” jelasnya.
Terkait apakah pemilihan nanti akan berlangsung aklamasi atau melalui pemungutan suara, Amir mengatakan hal itu masih dinamis.
“Apakah bisa aklamasi atau tidak, nanti kita lihat perkembangan jelang Muktamar.”
Lebih lanjut, Amir Uskara juga mengonfirmasi bahwa Ketua Umum PPP dijadwalkan hadir di Makassar pada pukul 18.00 WITA.
“Insyaallah Ketua Umum mau datang ke Makassar jam enam,” ucapnya singkat(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.