Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

1 Muharram 1447 H

Menag Sebut Peringati 1 Muharram Bukan Bid’ah: Kalau Paham Konsep Ekoteologi, Sulit untuk Musyrik

Pesan dari ekoteologi sejatinya selaras dengan pesan 1 Muharram, karena di waktu itu, kita dilarang berperang, dilarang membuat konflik, . . . .

Editor: Sakinah Sudin
Kemenag/ Firman
1 MUHARRAM - Menteri Agama Nasaruddin Umar beri arahan saat Ngaji Budaya di Auditorium HM Rasjidi, Kemenag, Jakarta, Senin (23/6/2025). Menag menyebut memperingati 1 Muharram ini bukan melestarikan bid’ah. 

TRIBUN-TIMUR.COM - Menteri Agama Nasaruddin Umar menyampaikan, peringatan 1 Muharram bukan sekadar rutinitas tradisi, melainkan momentum untuk melakukan kontemplasi dan pensucian diri, baik lahir maupun batin.

“Memperingati 1 Muharram ini bukan melestarikan bid’ah. Justru kalau paham konsep ekoteologi, sulit untuk musyrik," kata Menteri Agama Nasaruddin Umar, dilansir Tribun-Timur.com dari laman Kemenag.

"Pesan dari ekoteologi sejatinya selaras dengan pesan 1 Muharram, karena di waktu itu, kita dilarang berperang, dilarang membuat konflik, dan diminta untuk melakukan introspeksi,” imbuhnya.

Hal itu diungkap Menteri Agama Nasaruddin Umar dalam Ngaji Budaya dengan tema “Tradisi Muharram di Nusantara: Pesan Ekoteologi dalam Perspektif Kearifan Lokal” di Auditorium HM Rasjidi, Kemenag, Jakarta, Senin (23/6/2025). 

Kegiatan yang digelar Kementerian Agama ini menjadi bagian dari rangkaian kegiatan bertajuk Peaceful Muharram yang diselenggarakan Kemenag dalam menyambut tahun Baru Islam.

Giat ini menghadirkan budayawan dan pemikir kebangsaan, dengan Kiyai Sastro Al Ngatawi, sebagai narasumber utama.

Menurut Menag Nasaruddin Umar, tradisi peringatan 1 Muharram ini merupakan apresiasi terhadap waktu. 

Menurutnya setiap waktu dan tempat memiliki kesakralannya sendiri.

“Tidak semua tempat dan waktu sama. Contohnya, solat di depan Ka'bah bernilai seratus ribu kali lipat. Shalat di Masjid Nabawi bernilai dua puluh ribu kali lipat,” ucapnya.

“Momen peringatan 1 Muharram ini adalah sarana penajaman hati nurani. Akal kita mungkin sudah tajam, tapi belum tentu batin kita," kata Nasaruddin Umar.

"Maka kita berkumpul di sini, duduk di lantai, tanpa kursi, sebagai bentuk kekuatan simbolik. Ini penting sebagai shock therapy untuk membangkitkan kesadaran jiwa,” tegasnya.

Dalam berbagai agama dan budaya, lanjut Menag, terdapat penghormatan terhadap waktu dan tempat suci sebagai sarana mendekatkan diri kepada Tuhan. Melalui konsep ekoteologi, kita diajak menyadari bahwa manusia adalah bagian dari alam, dan sebaliknya.

Menag juga mengajak untuk menumbuhkan semangat ekoteologis, yakni mencintai ciptaan sebagai bagian dari diri sendiri, dan memperlakukan alam dengan kasih dan hormat.

“Orang yang menyatu dengan alam tidak hanya mencintai bunga yang mekar, tapi juga bunga yang layu dan gugur. Karena dalam pandangan ekoteologi, semua fase kehidupan memiliki makna dan layak dicintai,” jelasnya.

Ngaji Budaya

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved