BPN Pangkep
BPN Pangkep Genjot Sertifikasi Elektronik, Sasar Aset Daerah-Lahan di Pulau-pulau Demi PAD
Kantor ATR/BPN Kabupaten Pangkep mendorong percepatan penerbitan sertifikat elektronik di wilayah pesisir dan pulau.
TRIBUN-TIMUR.COM, PANGKEP- Kantor Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kabupaten Pangkep mendorong percepatan penerbitan sertifikat elektronik.
Termasuk terhadap aset-aset milik pemerintah daerah dan lahan di pulau-pulau yang ada di wilayah pesisir dan kepulauan.
Program ini sekaligus untuk membantu Pemkab Pangkep meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Selain itu, akan memberikan kepastian hukum terhadap aset strategis milik Pemda.
Kepala ATR/BPN Pangkep, Aksara Alif Raja, menegaskan pentingnya legalitas atas aset daerah, terutama pulau-pulau yang memiliki potensi besar untuk dikerjasamakan dalam bentuk investasi dan sektor pariwisata.
“Kalau tidak ada alas hak atau legal standing, maka itu bisa menjadi temuan BPK. Sertifikasi tanah dan pulau ini untuk memperjelas kepemilikan Pemda, sekaligus membuka peluang investasi tanpa merugikan kepentingan publik,” ujar Aksara dalam sosialisasi sertipikat elektronik di Kantor Bupati Pangkep, Selasa (17/6/2025).
Acara sosialisasi yang dihadiri para camat, lurah hingga kades ini juga memperkenalkan program “Pangkep Elektronik".
Program ini untuk mengubah seluruh sertifikat format fisik menjadi digital.
Hal ini juga bersinergi dengan target nasional Kementerian ATR/BPN dalam rangka menciptakan sistem pertanahan modern berbasis elektronik. Termasuk aset-aset pemerintah daerah.
“Tujuannya agar semua bidang tanah terdata dan terdaftar. Saat ini baru 40 persen bidang tanah di Pangkep yang terdaftar. Kita ingin mencapai 100 persen,” tegas Alif.
Salah satu wilayah yang menjadi contoh awal adalah Pulau Penambungan, yang kini tengah diproses menjadi aset bersertifikat Hak Pengelolaan (HPL).
Sertifikasi ini tidak untuk dijual, tetapi untuk dikerjasamakan secara legal dengan investor, melalui mekanisme Perjanjian Kerja Sama (PKS).
“Nanti dari HPL bisa lahir HGB (Hak Guna Bangunan) atas nama perusahaan yang berinvestasi, berlaku 20 sampai 30 tahun. Ini menjadi dasar hukum yang kuat untuk mereka mengakses pembiayaan ke lembaga keuangan. Investasi masuk, pembangunan terjadi, PAD meningkat,” jelas Alif.
Hal ini dinilai strategis mengingat banyak pulau di Pangkep memiliki potensi ekonomi tinggi namun belum memiliki legalitas resmi. Tanpa status hukum yang jelas, pulau-pulau tersebut sulit untuk dikelola, dikembangkan, atau dijaga dari sengketa pihak ketiga.
Untuk mendukung percepatan ini, BPN Pangkep juga memperkenalkan aplikasi Lontara, sebuah platform digital yang dikembangkan di tingkat desa dan kelurahan. Aplikasi ini memuat peta bidang tanah dan memudahkan warga dalam proses pendaftaran, sehingga mereka tak perlu bolak-balik ke kantor pertanahan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.