Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Pengamat Dedi Alamsyah: Ketua Golkar Sulsel ke Depan Tak Boleh Baperan

Pengamat politik Dedi Alamsyah berpandangan Ketua Golkar Sulsel tak boleh baperan atau terlalu melibatkan perasaan dalam pengambilan keputusan

Editor: Ari Maryadi
Tribun Timur
MUSDA GOLKAR - Pengamat politik dari PT Duta Politika Indonesia (DPI) Dedi Alamsyah Mannaroi. Dedi berpandangan ketua Golkar Sulsel ke depan tidak boleh beperan. 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR — DPD I Partai Golkar Sulsel akan menggelar Musyawarah Daerah (Musda) untuk memilih pengurus baru Agustus mendatang. 

Musda ini diharapkan akan menghasilkan ketua baru yang akan memimpin Golkar mengembalikan kejayaan di Sulsel.

Pengamat politik dari PT Duta Politika Indonesia (DPI) Dedi Alamsyah Mannaroi menegaskan, sosok yang dibutuhkan Golkar sebagai nakhoda mereka adalah yang bisa mengakomodir seluruh elemen. 

Tidak boleh baperan atau terlalu melibatkan perasaan dalam pengambilan keputusan.

Menurutnya, sikap baperan pemimpin hanya akan menjadi bibit konflik internal.

Dan kata Dedi, itu sangat tidak bagus bagi partai, khususnya terkait respons publik.

“Partai kalau terlalu sering konflik, rakyat malas. Ini harusnya jadi catatan tersendiri bagi Partai Golkar. Kenapa kalah dari Nasdem? Berarti ada yang salah. Yang salah siapa? Yang salah imamnya lah,” kata Dedi Alamsyah Mannaroi dalam podcast di Tribun Timur Selasa 10 Juni 2025.

Dedi menjelaskan, salah satu syarat untuk menjadi pemimpin yang baik adalah harus bisa mengontrol dan mengelola perasaan serta emosi.

Karena jika pemimpin sering baper alias membawa perasaan, dia akan merusak keutuhan parpol.

“Pimpinan yang baik adalah dia tidak boleh terlalu baper. Inikan susah kalau ketua DPD sedikit sedikit baper, sedikit sedikit baper. Saya tidak suka sama si A, saya tidak suka sama si B. Non-aktifkan ini, non-aktifkan ini, sudah tidak enak,” ujarnya. 

Bagi Dedi, pimpinan partai itu punya tanggung jawab besar yang ia ibaratkan seperti tong sampah.

Keluhan, kritik, dan ide semua pengurus harus bisa diterima untuk perbaikan organisasi.

“Pimpinan itu ibarat tong sampah, menampung semua kotoran atau semua caci maki. Curhatan para pengurus, dia yang memilah. Jangan dia yang jadi tong sampah lalu dia menjadi sampah itu sendiri,” tegasnya.

“Nah ke depan, Golkar jangan sampai memilih yang baperan. Politisi, pimpinan kalau punya karakter baperan, selesai. Maka yang akan ada di situ adalah orang-orang yang dia sukai,” lanjutnya.

Karakter baperan kata dia membuat potensi kader menjadi terabaikan.

Sumber: Tribun Timur
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved