Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Nasib Apes Menimpa Irjen Muhammad Iqbal, Masalah Baru Muncul Setelah Dilantik Jadi Sekjen DPD

Menurut Ray, Pasal 28 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri dengan jelas mengatur, polisi aktif menduduki jabatan non-kepolisian.

Editor: Ansar
Tribunnews.com
SEKJEN DPD - Sosok dan profil Irjen Pol Muhammad Iqbal menjadi sorotan setelah dilantik menjadi Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPD RI di Gedung DPD RI, Jakarta Pusat, Senin (19/5/2025). (Istimewa) 

TRIBUN-TIMUR.COM - Nasib apes menimpa Irjen Pol Muhammad Iqbal.

Masalah baru muncul setelah Irjen Muhammad Iqbal dilantik jadi Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI.

Pelantikan mantan Kapolda Riau itu pada Senin, 19 Mei 2025 itu menuai polemik.

Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima) Indonesia, Ray Rangkuti menegaskan Irjen Iqbal harus memilih mundur dari jabatannya di DPD atau dari Kepolisian.

Kini posisi Iqal dinilai melanggar undang-undang.

Menurut Ray, Pasal 28 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri dengan jelas mengatur, polisi aktif menduduki jabatan non-kepolisian.

di luar 11 jabatan yang diperbolehkan, wajib mundur dari institusi Polri.

"Oleh karena itu, pilihan bagi Irjen Pol Muhammad Iqbal adalah mundur dari Kepolisian atau mundur dari jabatannya di DPD kembali ke Kepolisian," kata Ray kepada Kompas.com, Selasa (20/5/2025).

Ray juga mendesak Kapolri untuk segera menertibkan anggotanya yang aktif dan menduduki jabatan sipil, di luar daftar instansi atau lembaga negara yang diperkenankan oleh undang-undang.

Ia mengkritik praktik rangkap jabatan perwira aktif di jabatan non-kepolisian yang dinilai sudah terlalu banyak dan terjadi pembiaran,

JABATAN BARU- Irjen Pol Muhammad Iqbal, perwira tinggi Baharkam Polri
JABATAN BARU- Irjen Pol Muhammad Iqbal, perwira tinggi Baharkam Polri mendapat jabatan baru sebagai Sekjen DPD RI. (Instagram @moh.iqbal.91)


khususnya sejak periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo.

"Praktik rangkap jabatan perwira aktif di jabatan non Kepolisian ini sudah terlalu banyak.

Telah terjadi pembiaran sedemikian rupa, khususnya sejak masa periode kedua Jokowi. Sudah semestinya saat ini dikoreksi," tegas Ray.

Ia menambahkan bahwa Pasal 28 UU Polri sudah sangat jelas dan tidak memerlukan interpretasi lain.

Pelantikan Irjen Iqbal sebagai Sekjen DPD RI dilaksanakan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 79/TPA Tahun 2025 tentang Pemberhentian dan

Pengangkatan dari dan dalam Jabatan Pimpinan Tinggi Madya di Lingkungan Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Daerah RI.

Meskipun Ketua DPD RI, Sultan Bachtiar Najamudin, menyatakan bahwa pergantian, promosi, atau mutasi pejabat adalah hal biasa untuk optimalisasi dan penyegaran kinerja, status Irjen Iqbal sebagai polisi aktif memicu perdebatan.

Selain UU Polri, hal ini juga dinilai menyalahi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).

Pasal 28 ayat (3) UU Polri berbunyi, "Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian."

Sementara itu, Pasal 414 ayat (2) UU MD3 menyatakan,

"Sekretaris jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada dasarnya berasal dari pegawai negeri sipil profesional yang memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Polemik ini menyoroti kembali pentingnya kepatuhan terhadap aturan perundang-undangan terkait rangkap jabatan bagi anggota Polri.

Sebelumnya, pelantikan Irjen Muhammad Iqbal dikritik keras pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto.

Bambang mengatakan, penempatan Iqbal dalam struktur DPD RI berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).

Namun, Bambang menilai DPD memahami UU tersebut secara tidak utuh dan membuat adanya 'pembelokan' substansi.

"Penempatan personel tersebut berdasarkan UU ASN 2023. Padahal membaca UU ASN-nya harus lengkap, tidak bisa dipotong-potong yang 'sengaja' membelokkan substansi," kata Bambang kepada Tribunnews.com, Selasa (20/5/2025).

Bambang menduga DPD tidak memahami secara utuh soal bunyi dari Pasal 19 Ayat 3 UU ASN.

Di mana dalam pasal tersebut, pengangkatan jabatan ASN tertentu seperti dari anggota Polri harus merujuk kepada UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Hal tersebut, sambungnya, juga berlaku ketika ada prajurit TNI diangkat untuk mengisi jabatan ASN.

Adapun ketentuan yang dimaksud yaitu harus mengundurkan diri atau pensiun dini jika menjabat di luar struktur TNI maupun Polri.

"UU Polri sudah jelas, personel yang menjabat di luar struktur harus mengundurkan diri atau pensiun dini."

"UU TNI juga harus mundur atau pensiun dini, diperkecualikan untuk sembilan lembaga yang masih berhubungan dengan bidang pertahanan dan sudah diubah menjadi 15 lembaga di luar TNI melalui (revisi) UU TNI," jelas Bambang.

Dia menegaskan adanya UU ASN seharusnya tidak membuat UU lain seperti UU TNI dan UU Polri ditiadakan.

Sehingga, berkaca dari pelantikan Iqbal selaku anggota Polri aktif menjadi Sekjen DPD, Bambang tegas mengatakan sudah melanggar UU Polri.

Di sisi lain, Bambang menduga adanya personel Polri di luar struktur seperti Iqbal ini karena tafsir penjelasan dari Pasal 28 Ayat 3 UU Polri yang berbunyi:

"Anggota Kepolisian Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian."

Namun, Bambang mengungkapkan pasal tersebut biasanya dijadikan landasan terbitnya perintah Kapolri terkait penugasan personel di luar struktur.

Padahal, berdasarkan Pasal 100 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Bambang mengatakan hanya pasal-pasal dalam batang tubuh peraturan perundang-undangan yang mengandung suatu norma.

Sedangkan, penjelasan hanya memberikan tafsiran resmi pada pasal-pasal tersebut. 

Dengan adanya hal semacam itu, Bambang mengatakan marak jenderal polisi memiliki jabatan di luar struktur seperti di kementerian.

"Jadi jangan kaget bila saat ini ada jenderal polisi Kementerian Perdagangan, Pertanian, Perhubungan, Kesehatan, Imigrasi dan pemasyarakatan, Dalam Negeri dan lain-lain. Apakah ada sangkut paut tugas kementerian tersebut dengan kepolisian?" jelasnya.

DPR Pembiaran

Bambang mengatakan awetnya salah kaprah dalam memahami Pasal 28 Ayat 3 UU Polri itu juga disebabkan adanya pembiaran dari DPR.

Dia menduga pembiaran tersebut karena ada kepentingan politik di parlemen.

"Problemnya, salah kaprah tersebut berlangsung sudah sangat lama dan DPR yang memiliki fungsi kontrol dan pengawasan juga melakukan pembiaran. "

"Mengapa? Indikasinya “multi fungsi” Polri yang tidak sesuai dengan Pasal 28 UU 2/2002 tersebut dibiarkan tentunya tak lepas dari kepentingan politik Parlemen," katanya.

Dengan adanya kepentingan politik di DPR, maka Bambang berharap agar Koalisi Masyarakat Sipil melakukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atau mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Harusnya tak perlu ada gugatan bila fungsi DPR sbg pengawas itu maksimal," jelasnya.

Pelantikan Iqbal Jadi Sekjen DPD RI

Mantan Kapolda Riau, Irjen Pol Muhammad Iqbal dilantik menjadi Sekjen DPD RI di Gedung DPR RI, Jakarta, pada Senin (19/5/2025) kemarin.

Adapun pelantikan itu sesuai dengan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 79/TPA Tahun 2025 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan dari dan dalam Jabatan Pimpinan Tinggi Madya di Lingkungan Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Daerah RI.

"Kesatu dan seterusnya, kedua, mengangkat saudara Irjen Polisi Muhammad Iqbal sebagai Sekretaris Jenderal DPD RI terhitung sejak saat pelantikan. Dan kepadanya diberikan tunjangan jabatan struktural eselon IA sesuai dengan peraturan perundang-undangan," begitu bunyi petikan Keppres yang dibacakan saat pelantikan.

Ketua DPD RI, Sultan Bachtiar Najamudin mengatakan, pergantian, promosi, ataupun mutasi pejabat pada kementerian/lembaga merupakan hal yang biasa. 

Tujuannya, untuk optimalisasi dalam rangka penyegaran sehingga mencapai kinerja seiring dengan dinamika perkembangan baik internal maupun eksternal. 

"Jabatan Sekretaris Jenderal DPD ini merupakan jabatan strategis dan memainkan penanganan kunci dalam melaksanakan tugas, menyelenggarakan dukungan administrasi dan keahlian terhadap kelancaran pelaksanaan wewenang dan tugas DPD," beber dia. 

Menurut dia, latar belakang Iqbal sebagai personel Polri, telah menunjukkan dedikasi dan profesionalisme yang tinggi dalam menjalankan tugas-tugasnya. 

Oleh karenanya, ia percaya pengalaman dan keahlian Iqbal akan bermanfaat bagi DPD RI dalam menjalankan tugas-tugas profesionalnya.

Sekaligus, sambungnya, membawa proses terbaru meningkatkan kinerja dan efektivitas lembaga. 

"Sebagai pimpinan DPD RI kami juga meminta seluruh jajaran pejabat dan pegawai di lingkungan sekretariat jenderal DPD RI untuk mendukung dan bersinergi dengan saudara Muhammad Iqbal sebagai Sekretaris Jenderal yang baru yang baru saja dilantik," ujar dia. 

Sebagai informasi, Iqbal sebelumnya menjabat sebagai Perwira Tinggi Baharkam Polri dengan penugasan di DPD RI sejak Maret 2025.

Kapolda terkaya

Kekayaan Melebihi Kapolri Sebelumnya pada 2024, Irjen Iqbal dikenal sebagai salah satu pejabat kepolisian dengan kekayaan paling mencolok di Indonesia.

Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) mencatat nilai asetnya mencapai Rp 23,8 miliar, menjadikannya kapolda terkaya di tanah air.

Angka ini bahkan melampaui harta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

Kekayaan Iqbal sebagian besar berasal dari aset berupa tanah dan bangunan.

Data LHKPN menunjukkan nilai tanah dan bangunan yang dimilikinya mencapai Rp 18,8 miliar.

Beberapa properti utamanya berada di Surabaya, Sidoarjo, Jakarta Utara, dan Pekanbaru.

Sebuah tanah seluas 1.162 meter persegi di Surabaya tercatat bernilai Rp 8,2 miliar, menjadikannya aset terbesar dalam daftar.

Selain properti, Iqbal juga memiliki berbagai kendaraan bermotor.

Mobil Toyota Alphard keluaran 2019 senilai Rp 907 juta menjadi salah satu koleksinya.

Ada pula sepeda motor Honda CB 650 buatan 2018 seharga Rp 227 juta, Vespa Sprint iGet 150 ABS tahun 2020, serta Toyota Innova Venturer 2.4 A/T.

Total nilai kendaraan mencapai Rp 1,5 miliar.

Karier Kepolisian

Iqbal lahir pada 4 Juli 1970 di Tanjung Sakti, Lahat, Sumatera Selatan.

Ia merupakan lulusan Akademi Kepolisian pada 1991 dan berasal dari Korps Lalu Lintas.

Berikut karier kepolisian Irjen Iqbal sebelum menjabat sebagai Sekretaris Jenderal DPD Sekretaris Jenderal DPD RI (2025)

Kapolda Riau (2021)

Kapolda Nusa Tenggara Barat (2020)

Kadiv Humas Polri (2018)

Wakapolda Jawa Timur (2018)

Karopenmas Divhumas Polri (2017)

Kapolrestabes Surabaya Polda Jatim (2016)

Analis Kebijakan Madya Bidang Dalops Sops Polri (Dalam Rangka Dik Lemhanas) (2016)

Kabid Humas Polda Metro Jaya (2015)

Kapolres Metro Jakarta Utara Polda Metro Jaya (2013)

Kepala SPN Lido Polda Metro Jaya (2011)

Wakapolwiltabes Surabaya Polda Jatim (2011)

Kapolres Sidoarjo Polda Jatim (2010)

 Kapolres Gresik Polda Jatim (2009)

Kasat Lantas Polwiltabes Surabaya Polda Jatim (2008)

Koorspri Kapolda Jatim (2005) Koorspri Kapolda Riau (2004)

Wakapolresta Dumai Polda Riau (2003)

Kasat Lantas Poltabes Pekanbaru Polda Riau (2000)

Guru Muda I Pusdik Lantas Polri Serpong Tangerang (1996)

Kasat Lantas Polres Kota Baru Polda Kalselteng (1994)

Wakasat Lantas Polresta Banjarmasin Polda Kalselteng (1993)

Pamapta Polresta Banjarmasin Polda Kalselteng (1992).

Sebagian artikel ini telah tayang di Tribun-Medan.com dengan judul Padahal Baru Dilantik, Irjen M Iqbal Diminta Mundur dari Sekjen DPD RI atau Kepolisian, Alasannya

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved