Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Komunitas Ojol di Makassar Tolak Rencana Merger Grab dan GoTo

Sebelumnya, Koalisi Ojol Nasional atau KON juga menyatakan penolakannya terhadap wacana merger Grab-GoTo.

Editor: Ina Maharani
Handover
Komunitas ojek online yang tergabung dalam Driver Online Bersatu Bergerak (Dobrak) Makassar menolak wacana merger dua perusahaan ride-hailing terbesar di Indonesia yakni Grab dan GoTo, yang membawahi Gojek. 

Makassar, Tribun - Komunitas ojek online yang tergabung dalam Driver Online Bersatu Bergerak (Dobrak) Makassar menolak wacana merger dua perusahaan ride-hailing terbesar di Indonesia yakni Grab dan GoTo, yang membawahi Gojek.

Koordinator Dobrak Makassar, Eeng, mengatakan wacana merger GoTo dengan Grab, perusahaan teknologi yang berbasis di luar negeri, khususnya Singapura ini, bukan hanya persoalan bisnis, melainkan ancaman kedaulatan ekonomi digital nasional. Bahkan, ini mengarah pada bentuk baru penjajahan oleh pelaku kapitalisme global ke dalam ekonomi rakyat.

Imbasnya,penguasaan ini akan membuat para ojek online juga akan terdampak signifikan dari rencana penggabungan ini.

Dia mengatakan, GoTo merupakan perusahaan yang telah melibatkan jutaan pelaku ekonomi kecil dan menengah, dari mitra driver, ojek daring sampai UMKM.

“Banyak dari mereka sebelumnya adalah pengangguran yang secara status sosialnya adalah kaum yang terpinggirkan, kaum marginal, saat ini mendapat ruang, minimal bisa mengangkat status sosial yang sangat sederhana, sebelumnya tidak memiliki pendapatan. Hari ini sudah memberi jaminan hidup, asap dapur aman dan hak hidup layak,” katanya dilansir dalam rilis, Minggu (11/5/2025).

Mewakili aspirasi komunitas ojol wilayahnya, Eeng menegaskan para ojol yang tergabung dalam Dobrak terus menyerukan serta menagih jiwa nasionalisme pemerintah.

Sebelumnya, Koalisi Ojol Nasional atau KON juga menyatakan penolakannya terhadap wacana merger Grab-GoTo.

Ketua KON, Andi Kristiyanto, menyatakan akan terjadi ledakan pengangguran jika merger benar-benar terjadi.

“Pemerintah harus segera hadir sebagai regulator dan sebagai pengawas untuk menyelamatkan penyelenggaraan bisnis transportasi online ini agar tidak terjadi ledakan pengangguran akibat dari merger Grab-Gojek. Tidak hanya itu merger ini membuat kesejahteraan dan pendapatan driver berkurang,” ungkap Andi, Jumat (9/5).

Pekan ini, wacana merger antara dua raksasa industri ride-hailing Grab-GoTo marak diperbincangkan. Grab diketahui tengah menyiapkan dana sebesar Rp33 triliun untuk menguasai GoTo.

Menanggapi aksi ini Tirza Munusamy, Chief of Public Affairs Grab Indonesia, dikonfirmasi terpisah mengatakan, pihaknya memahami bahwa ada banyak spekulasi yang beredar terkait hal ini. 

"Namun, informasi tersebut tidak berdasar, sehingga kami tidak dapat menanggapinya. Fokus utama kami mengedepankan pelaku ekonomi kecil dengan membuka peluang luas bagi masyarakat untuk memperoleh penghasilan tambahan secara mandiri dan berkelanjutan, bahkan menjadi sumber pendapatan yang dapat diandalkan di masa transisi atau saat menghadapi tantangan ekonomi," ujarnya.

“Mengingat fakta bahwa jutaan mitra telah menggantungkan hidupnya pada ekonomi digital, menurut studi ITB (2023), industri ride-hailing berkontribusi sebesar Rp382,62 triliun atau 2 persen dari PDB Indonesia, serta 1 dari 4 orang Indonesia bergantung pada industri ini. Kami percaya penguatan ekosistem digital melalui kolaborasi dan inovasi tetap menjadi kunci pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan," pungkasnya.

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved