Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Wartawan Gadungan Beraksi, Cara Cek Jurnalis Asli atau Palsu

Wartawan gadungan inisial MA (35) akhirnya ditetap sebagai tersangka setelah memasuki kos-kosan perempuan dengan sajam.

Editor: Muh Hasim Arfah
ilustrasi by AI
WARTAWAN GADUNGAN- Ilustrasi by AI diibuat Kamis (8/5/2025), seorang wartawan gadungan ditangkap kepolisian. Ada enam tips untuk mengecek seorang wartawan asli atau palsu. 

TRIBUN-TIMUR.COM- Kabar terbaru, wartawan gadungan inisial MA (35) akhirnya ditetap sebagai tersangka. 

Bukan soal memasuki kos-kosan perempuan. 

Tapi, dia membawa senjata tajam.

Ia membawa badik saat masuk ke kamar perempuan di Bulukumba, Sulawesi Selatan, beberapa hari lalu.

"Oknum (wartawan) itu jadi tersangka karena membawa badik di kamar wisma," kata 

Kasat Reskrim Polres Bulukumba, Iptu Muh Ali, Kamis (8/5/2025).

Ia dijerat menggunakan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951. 

"Barang siapa yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperolehnya, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata pemukul, senjata penikam, atau senjata penusuk (slag-, steek-, of stootwapen), dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun."

Bukan hanya kali ini, MA beraksi menjadi wartawan gadungan

IPTU Muhammad Ali, mengatakan bahwa oknum wartawan tersebut juga pernah mengaku anggota Polri.

"Saat di Wisma, terduga pelaku ingin memasuki setiap kamar wisma yang dihuni oleh perempuan dengan alasan akan melakukan pendataan untuk bahan laporan ke Polres. Namun lagaknya tidak menyakinkan dan mencurigakan karena bersikap kasar dan memaksa," katanya.


Cara Cek Wartawan Asli 

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers ( UU Pers ) wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik, yang meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis uraian yang tersedia.

Berikut cara cek jurnalis asli atau palsu: 

  1. Cek ID card
    Seorang wartawan mempunyai ID card atau surat tugas dalam bertugas.
  2. Cek Media
    Seorang wartawan harus mempunyai media untuk bekerja yakni media cetak atau online.
  3. Cek maksud dan tujuan
    Seorang wartawan bertugas untuk meliput, mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar. Jika bukan urusan ini, maka narasumber bisa menolak.
  4. Verifikasi Dewan Pers 
    Seorang wartawan saat ini wajib memiliki verifikasi Dewan Pers. Persoalan verifikasi ini akan dibahas khusus di bagian bawah berita. Anda bisa mengecek seorang wartawan atau jurnalis terverifikasi melalui link di bawah ini: Sertifikasi Wartawan
  5. Media Wajib Verifikasi 
    Seorang wartawan profesional harus bekerja di media terverifikasi Dewan Pers. Anda bisa mengecek media terverifikasi melalui link di bawah ini: Media Tersertifikasi 

Wartawan Wajib Tersertifikasi

Selanjutnya, oleh karena dibutuhkan standar untuk dapat menilai profesionalitas wartawan, Dewan Pers mengatur standar kompetensi wartawan yang dituangkan dalam Peraturan Dewan Pers Nomor 1/PERATURAN-DP/II/2010 Tahun 2010 tentang Standar Kompetensi Wartawan (Peraturan Dewan Pers 1/2010).

Lampiran Peraturan Dewan Pers 1/2010 (hal. 6), diterangkan bahwa untuk mencapai standar kompetensi, seorang wartawan harus mengikuti uji kompetensi oleh lembaga yang telah diverifikasi Dewan Pers, yaitu perusahaan pers, organisasi wartawan, perguruan tinggi, atau lembaga pendidikan jurnalistik

Wartawan yang belum mengikuti uji kompetensi dinilai belum memiliki kompetensi sesuai standar kompetensi.

Dalam hal wartawan lulus uji kompetensi dengan hasil dinyatakan kompeten, maka ia berhak menerima sertifikat dan kartu kompetensi karyawan yang diberikan oleh lembaga uji kompetensi karyawan yang ditandatangani oleh ketua lembaga uji kompetensi karyawan bersama ketua Dewan Pers.

Sebagai informasi tambahan, nama beserta jenjang wartawan dapat dilihat di laman Sertifikasi Wartawan

Sedangkan nama lembaga uji kompetensi yang telah diverifikasi Dewan Pers dapat dilihat di Lembaga Uji Kompetensi.

Menteri  Komunikasi  dan  Informatika Rudiantara menghimbau para wartawan untuk mengikuti uji kompetensi guna memperoleh sertifikat kewartawanannya.

“Ini kan untuk pengembangan profesi. Jadi harus diurus sertifikasinya," kata Rudiantara di sela-sela puncak peringatan Hari Pers Nasional  (HPN) 2016, di Mataram, NTB, Selasa (9/2/2016).

Stanley menambahkan, orang bisa dengan mudah mendapatkan kartu pers, namun kartu kompetensi yang ditandatangani dan diverifikasi (juga masuk di website Dewan Pers) tidak mudah didapatkan. Sebab, kata dia, untuk mendapatkan kartu kompetensi, wartawan harus terlebih dulu mengikuti uji kompetensi.

Dengan demikian, kata Stanley,  pada tahun 2018 nanti Dewan Pers bisa membuat aturan  dimana semua orang bisa menolak wartawan, apabila yang bersangkutan tidak mampu menunjukkan kartu kompetensi, baik itu muda, madya dan utama.

(Berdasarkan Peraturan  Dewan Pers No 1/2010, tanggal  2 Februari 2010 tentang Standar Kompetensi Wartawan, ada tiga jenjang  kompetensi  yakni  Wartawan Muda, Wartawan Madya dan Wartawan Utama – red).

Lebih lanjut  Stanley menyatakan, wartawan profesional dibentuk dalam suatu proses latihan menulis dan tidak sekali jadi. Dia mengerti etika jurnalisme. Tetapi sekarang situasinya rawan, karena munculnya media abal-abal.

Diakui Stanley, Dewan Pers tidak bisa menangani semua pelaksanaan etik untuk semua wartawan, apalagi wartawan media abal-abal. Untuk itu, saat ini pihaknya berkonsentrasi pada media profesional.

Dan kepada media profesional, kata Stanley, Dewan Pers meminta untuk menjaga standar perilaku dan etika profesi dengan baik.

“Kita juga melarang  media untuk menggunakan nama atau tupoksi dari lembaga negara, seperti KPK, Tipikor dan lain-lain. Karena modusnya lebih untuk menakutnakuti masyarakat”, ujarnya.

Selain fenomena abal-abal, ada banyak hal yang membuat media ini teledor.

Hal ini dikarenakan pelaku media mengganggap beritanya  harus laku terjual dan dibaca orang.

Akibatnya media cenderung berlomba-lomba untuk menampilkan sesuatu yang justru melanggar kode etik jurnalistik.

Pada akhirnya muncul banyak komplain dari masyarakat. 

“Ini realitas miris yang terjadi saat ini”, pungkas Stanley.

Sertifikasi Wartawan 

Proses pengakuan dan penilaian kompetensi serta kualifikasi seorang wartawan oleh Dewan Pers, lembaga yang bertanggung jawab mengawasi dan mengatur profesi jurnalistik di Indonesia.

Sertifikasi ini merupakan upaya untuk memastikan bahwa wartawan memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi yang diperlukan dalam menjalankan tugas jurnalistik dengan etika dan profesionalisme.

Lembaga Uji Kompetensi Wartawan (UKW) adalah lembaga yang bertugas untuk menguji dan memberikan sertifikasi kompetensi kepada wartawan di Indonesia.

UKW ini beroperasi di bawah naungan Dewan Pers dan memastikan bahwa wartawan memiliki kompetensi dan kualifikasi yang memadai untuk menjalankan tugas jurnalistik dengan etika dan profesionalisme. 

Beberapa lembaga UKW yang terkenal di Indonesia antara lain:

  • Aliansi Jurnalis Indonesia
  • LUKW Unitomo: Lembaga Uji Kompetensi Wartawan Universitas Dr. Soetomo
  • LUKW FISIP UMJ: Lembaga Uji Kompetensi Wartawan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta
  • Tempo Institute: Lembaga UKW PT Tempo Inti Media, Tbk
  • Lembaga Penguji Wartawan PT Aksara Solopos: PT Aksara Solopos (Solopos)
  • UPN Veteran Yogyakarta: UPN Veteran Yogyakarta
  • LPDS (Lembaga Pers Dr. Soetomo): Jatimtimes
  • LSP Pers Indonesia: LSP Pers Indonesia. 

(tribun-timur.com/samsul bahri)

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved