Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Peringatan Amarah

29 Tahun 'Amarah', Hindari Lewat Depan Kampus UMI Makassar Hari Ini

Hindari melintas di Jalan Urip Sumoharjo sekitar kampus Universitas Muslim Indonesia (UMI), Makassar, Sulsel, Kamis (24/4/2025) siang hingga sore ini.

Editor: Edi Sumardi
DOK TRIBUN TIMUR/MUSLIMIN EMBA
PERINGATAN AMARAH - Peringatan tragedi Amarah, di depan Kampus UMI, Jl Urip Sumoharjo, Makassar, Sulsel, Rabu (24/4/2024). Mahasiswa memblokade jalan dan menyebabkan macet total. 

MAKASSAR, TRIBUN-TIMUR.COM - Hindari melintas di Jalan Urip Sumoharjo sekitar kampus Universitas Muslim Indonesia (UMI), Makassar, Sulsel, Kamis (24/4/2025) siang hingga sore ini.

Kemungkinan akan ada demo besar-besaran dan tutup jalan.

Aksi itu merupakan bagian dari peringatan tragedi April Makassar Berdarah atau Amarah.

Di internal UMI, kuliah tatap muka di ruang kelas di sejumlah fakultas ditiadakan pada hari ini.

Dosen diarahkan untuk menggelar kuliah secara virtual.

"Yang masuk di kampus hari ini hanya staf administrasi," kata salah seorang dosen.

Peringatan Amarah digelar saban tahun.

Pada tahun 2024, saat peringatan 28 tahun Amarah, lalu lintas di depan Kampus UMI macet total karena sebagian jalan ditutup.

Baca juga: Demo Kenang Amarah Depan Kampus UMI Bikin Macet Jl Urip Sumoharjo, Cek Jalur Alternatif

Tahun ini, peringatan 29 tahun Amarah.

Tragedi Amarah terjadi pada 24 April 1996, pada era Orde Baru.

Dalam peristiwa itu, 3 mahasiswa meninggal dunia, ratusan mahasiswa luka-luka, dan puluhan orang lainnya ditangkap.

Peristiwa itu dimulai dari unjuk rasa menolak kenaikan tarif.

Pemicunya adalah surat keputusan tentang kenaikan tarif angkutan umum/kota (petepete) yang dikeluarkan oleh Menteri Perhubungan saat itu.

Hal itu memicu gejolak di beberapa daerah, bahkan menjadi insiden berdarah di Makassar.

Unjuk rasa di Makassar pada 24 April 1996 diikuti mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di kota itu.

Unjuk rasa yang berlangsung serentak di depan kampus masing-masing itu menuntut pencabutan surat keputusan (SK) Gubernur Sulawesi Selatan Nomor 93 Tahun 1996 tertanggal 16 April 1996, tentang kenaikan tarif angkutan umum dalam kota (mikrolet) dari Rp 300 menjadi Rp 500.

Kenaikan tarif ini dianggap memberatkan, meski khusus bagi mahasiswa dan pelajar dikenakan potongan 40 persen.

Kerusuhan di Makassar diawali pukul 09.00 Wita di depan Kampus II Universitas Muslim Indonesia (UMI).

Sebuah truk pengangkut sampah dicegat dan digulingkan di tengah jalan.

Tak hanya itu, Terminal Angkutan Darat Panaikang yang letaknya bersebelahan dengan kampus perguruan tinggi swasta itu terpaksa ditutup.

Sebelumnya di depan kampus Universitas Hasanuddin (Unhas) sejak pukul 08.30 Wita, ratusan mahasiswa mencegat petepete jurusan Daya-Makassar Mall.

Seluruh penumpang dipaksa turun, dan sopir yang tetap bersikeras membawa penumpang menjadi sasaran lemparan batu.

Sementara itu di bagian selatan kota, mahasiswa Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Alauddin, memblokir Jl Sultan Alauddin.

Mereka kemudian membakar ban-ban bekas di tengah jalan.

Tidak satu pun petepete yang dibebaskan melewati bagian timur jalan tersebut.

Hingga sore hari, aksi mahasiswa IAIN masih terus berlangsung.

Tindakan serupa dilakukan pula oleh mahasiswa Universitas 45 dan IKIP Ujungpandang.

Sasaran lemparan batu bahkan bukan hanya petepete, tapi juga taksi, kendaraan bernomor pelat merah, dan kendaraan militer.

Selama tiga hari aksi, tercatat 15 taksi dan 11 mikrolet rusak.

Pada tengah hari sempat berlangsung pertemuan petugas dengan mahasiswa Universitas 45 Ujungpandang.

Di situ disepakati, mahasiswa harus menghentikan aksinya, sedang petugas harus meninggalkan kampus itu.

Tapi sampai pukul 14.00 Wita, mahasiswa masih melihat oknum petugas di kampusnya, sehingga mereka beraksi lagi.  

Dalam perkembangan selanjutnya, para mahasiswa sempat melempari petugas, sementara petugas menghalau dengan menggunakan gas air mata.

Unjuk rasa di Makassar yang kemudian berkembang menjadi kerusuhan, menyebabkan tewasnya Syaiful Bya (21), korban pertama yang merupakan mahasiswa Angkatan 1994 Fakultas Teknik UMI.

Menurut Komandan Distrik Militer (Dandim) 1408/BS Letkol (Art) Sabar Yudo Suroso, hari Rabu malam pukul 11.00 Wita, Syaiful tewas akibat terperosok ke Sungai Pampang.

Saat itu korban disebutkan sedang "menyelamatkan diri" ketika aparat keamanan membubarkan unjuk rasa di kampus itu.

Dia ditemukan dalam keadaan tidak bernyawa dengan posisi kepala sampai pinggul terbenam di lumpur di Sungai Pampang.

Keesokan harinya, 25 April 1996 korban tewas lainnya ditemukan.

Korban itu bernama Andi Sultan Iskandar (22), mahasiswa Fakultas Ekonomi UMI angkatan 1994.

 Sekujur tubuhnya penuh luka.

Memasuki tengah hari, masyarakat kembali menemukan korban atas nama Muh Tasrief (21) dengan luka pada bagian muka dan badannya.

Dia merupakan mahasiswa Fakultas Ekonomi UMI angkatan 1994.

Aparat menyebut mereka tewas tenggelam dan bukan karena penembakan. 

"Tidak ada penembakan yang dilepas oleh aparat keamanan," kata Kasum ABRI Letjen TNI Soeyono selesai memimpin Rapat Evaluasi Pengamanan Pemilu 1997 di Markas Komando Daerah Militer (Kodam) IX/Udayana, Denpasar, 26 April 1996.

Menurut Kasum ABRI, penggiringan para mahasiswa pengunjuk rasa ke kampus UMI itu terpaksa dilakukan, karena tindakan para mahasiswa itu sudah mengarah pada tindakan kriminal.

Disebutkan, mahasiswa mulai melempari beberapa petepete dan memalangkan kendaraan di jalanan.

Namun versi mahasiswa berbeda.

Dua dari tiga mahasiswa yang tewas itu sebelumnya telah dipukuli lebih dahulu dan baru kemudian dibuang ke sungai.

Perlakuan itulah yang membuat mereka menemui ajalnya.

Pada akhirnya Surat Keputusan (SK) Wali Kota Ujungpandang mengenai penyesuaian tarif angkutan penumpang umum ditangguhkan.

Arus angkutan kota pulih kembali dengan memberlakukan tarif lama pada 26 April 1996.(*)

 

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved