Headline Tribun Timur
7 'Anak' UI Gugat UU TNI ke MK
Gugatan itu dilayangkan mahasiswa Universitas Indonesia sehari setelah DPR RI mengetok pengesahan UU TNI.
TRIBUN-TIMUR.COM - Tujuh mahasiswa Universitas Indonesia (UI) mengajukan uji formil terhadap Undang-Undang TNI yang baru disahkan pemerintah dan DPR ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Gugatan tersebut diterima MK dengan nomor perkara 47/PUU/PAN.MK/AP3/03/2025.
Permohonan diajukan Muhammad Alif Ramadhan, Namoradiarta Siahaan, Kelvin Oktariano, M. Nurrobby Fatih, Nicholas Indra Cyrill Kataren, Mohammad Syaddad Sumartadinata, dan R.Yuniar A. Alpandi pada Jumat (21/3).
"Menyatakan ketentuan norma dalam Undang-Undang yang telah diubah, dihapus dan/atau yang telah dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4439) berlaku kembali," bunyi petitum permohonan tersebut.
Kuasa hukum para pemohon yang juga mahasiswa FHUI, Abu Rizal Biladina, mengatakan gugatan mereka dilayangkan karena dinilai ada kecacatan prosedural dalam revisi UU TNI.
"Alasan kami menguji itu karena kami melihat ada kecacatan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan a quo. Jadi, sehingga ya kami menyatakan bahwasanya Undang-Undang tersebut inkonstitusional secara formal," kata Rizal saat ditemui di Gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat (21/3/2025).
Ada lima pokok permohonan atau petitum yang dilayangkan para pemohon. Pertama, meminta MK mengabulkan seluruh permohonan.
Baca juga: Wakil Ketua DPD RI: Revisi UU TNI Kurang Sosialisasi
Kedua, menyatakan UU TNI yang baru disahkan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
"Lalu yang ketiga, itu tentunya kami meminta bahwasanya Undang-Undang tersebut tidak memenuhi ketentuan pembentukan Undang-Undang berdasarkan UUD 1945," imbuhnya.
Keempat, mereka meminta agar MK menghapus norma baru dalam UU TNI yang baru disahkan dan mengembalikan norma lama sebelum terjadinya revisi.
"Kelima, seperti biasa memerintahkan keputusan dimuat ke dalam berita negara," kata Rizal.
Dalam mengajukan gugatan para pemohon beralasan revisi UU TNI tidak memenuhi asas keterbukaan yang diatur Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3).
Hal itu tercermin dari minimnya partisipasi publik hingga sulitnya masyarakat mengakses draf RUU TNI.
Pemohon juga mempermasalahkan RUU TNI dikebut meski tidak masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
Selain itu, RUU TNI menggunakan naskah akademik periode 2020-2024, padahal RUU itu tidak berstatus carry over ke periode saat ini.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.